Mohon tunggu...
Salwadia Zahrah
Salwadia Zahrah Mohon Tunggu... Lainnya - A learner I Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

State University of Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Tutup Gerai atau Hentikan Pegawai?

1 Juli 2021   21:28 Diperbarui: 2 Juli 2021   01:48 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi swalayan oleh Fikri Rasyid/ https://unsplash.com

Oleh Salwadia

Sejak di keluarkannya maklumat Pandemi Covid-19 pada Maret 2020 lalu, semua sektor bidang industri, bisnis, pendidikan, dan lainnya terhenti. Akibatnya keadaan ekonomi dunia menjadi goyah. Terlebih lagi dirasakan oleh Indonesia. 

Di mana semua kegiatan ritel dan pendidikannya masih berjalan secara konvensional. Tentu dampak yang dihasilkan sangatlah luar biasa menyulitkan, terutama pada sektor-sektor swasta. Kemampuan bertahan dan strategi yang tepat adalah andalan untuk tetap melanjutkan kehidupan. Berbagai upaya, usaha, maupun keringat dikerahkan demi keberlangsungan perusahaan dan para pegawai di bawahnya.

Tiga bulan pertama rupanya pandemic di Indonesia tidak jua kunjung mereda. Penderita Covid-19 terus bertambah bahkan mampu mencetak angka yang cukup tinggi di Asia Tenggara. Berdasarkan artikel yang dilansir dalam Kompas.com, Indonesia berada pada peringkat pertama se-Asia Tenggara, keempat se-Asia dan menduduki urutan ke 17 di dunia per tanggal 24 Juni 2021. 

Berbagai kebijakan pun di keluarkan oleh pemerintah. Suka atau tidak, semua pihak swasta dan pemerintah wajib mengikuti serta menaati apapun yang dikatakan. 

Hal ini ditujukan untuk memulihkan kembali keadaan negara seperti sedia kala. Kebijakan tersebut kita kenal dengan sebutan 3M, yaitu Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak. 

Penerapan 3M tidak begitu sulit sebenarnya, hanya saja kebiasaan masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan masih jauh dari kata baik. Bahkan Sebagian besar masyarakat yang tinggal pada daerah kumuh yang kurang terjangkau oleh pemerintah tidak meyakini adanya keberadaan virus tersebut. 

Ilustrasi penggunaan masker yang salah/ https://unsplash.com
Ilustrasi penggunaan masker yang salah/ https://unsplash.com

Perilaku tersebut tercermin pada abainya untuk memakai masker, kebiasaan mencuci tangan yang dihindarkan, bahkan tetap menciptakan dan berada di kerumunan. Tidak mengenal tempat, dimanapun itu. Ini tentu menjadi fokus lain baik dari pemerintah maupun antar masyarakat untuk saling mengingatkan. Dapat dilihat contohnya pada pedagang kaki lima, supir bajaj, dan angkutan umum lainnya menolak untuk mengenakan masker dengan benar.  "Pengap" katanya, sudah menjadi resiko. 

Meletakan masker di dagu. Namun tindakan mereka juga memiliki sangkut paut dengan keadaan ekonomi. Setelah pemerintah memberikan pernyataan untuk memberhentikan seluruh kegiatan perkantoran dan sekolah (apapun di luar rumah), seketika dunia luar terasa seperti kota mati. Berbagai aktivitas pada akhirnya dilakukan dari rumah. 

Sudah dapat dipastikan mereka (supir bajaj dan lainnya) tidak akan memiliki pendapatan untuk dibawa pulang. Itulah sebabnya mereka tetap bertahan melakukan kegiatan diluar. Selain itu pemerintah disisi lain sedang sibuk-sibuknya mengatasi kekurangan sarana prasarana kesehatan untuk menangani pasien Covid-19. Semua harus saling peduli satu sama lain. Tidak lagi memandang status sosialnya agar semua orang merasakan kesehatan yang sama. 

Setiap hari kasus covid-19 ini terus bertambah jumlahnya di Indonesia, pemerintah kian memperketat protokol kesehatan dan kebijakan lainnya yang menekan pergerakan masyarakat. Alih-alih melakukan lockdown pemerintah justru menerapkan kebijakan dengan pembatasan sosial, hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dinilai cukup baik dibandingkan keputusan lockdown. Jika kita menilik pengalaman lalu, tanpa pemberlakuan lockdown saja banyak perusahaan swasta terutama bidang ritel yang memilih untuk menutup gerainya. Penutupan ini diakibatkan oleh ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan gaji karyawannya. Selain itu para pelaku usaha swasta mengalami kerugian yang cukup besar dalam menutupi biaya operasional, omset, dan lain-lain. Perekonomian Indonesia benar-benar terpuruk. Banyak perusahaan besar maupun kecil yang menutup tokonya dan memberhentikan sejumlah pegawainya hal ini dikarenakan imbas dari pemberlakuan PSBB. 

Masyarakat diminta untuk tetap di rumah. Pertokoan, mall, tempat hiburan, tempat wisata, dan tempat yang memiliki kemungkinan mengundang kerumunan ditutup demi menekan jumlah penularan Covid-19. Hal ini lah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak dapat pemasukan yang membuat mereka mengambil keputusan yang berat. Penurunan produksi dan pendapatan perusahaan  mengharuskan setidaknya ribuan pekerja untuk tetap menerima pil pahit karena dirumahkan. Para pelaku usaha mandiri maupun perusahaan besar memutar otak agar dapat mempertahankan keberlangsungan perusahaan mereka, ada yang menutup sejumlah gerai,memberhentikan sebagian besar karyawan dan ada juga yang tetap mempertahankan namun mengurangi gaji karyawannya. 

Perkembangan digital diera pandemi semakin pesat. 

Demonstransi penggunaan teknologi dalam bidang ekonomi terutama ritel mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat. Berbagai transaksi dilakukan melalui digitalisasi yang berimbas pada tren online. Pelemahan daya beli masyarakat secara konvensional menjadi fenomena yang tidak bisa dihindarkan oleh para pengusaha swasta. 

Pengeluaran biaya tetap seperti biaya sewa juga tidak mengalami penurunan, oleh sebab itu para pengusaha merasakan beban yang cukup sulit. Penyesuaian para pengusaha ritel dengan tren penggunaan teknologi di masyarakat adalah satu-satunya jalan agar bisa bertahan. Penurunan penjualan secara ritel tidak hanya dialami di Indonesia, tetapi seluruh dunia. Tekanan finansial berasal dari berbagai penjuru. 

Pengusaha swasta juga harus bersaing dengan para pelaku usaha baru yang bekerja perseorangan dan menjualkan produknya melalui e-commerce. Tantangan lainnya datang dari masyarakat itu sendiri. 

Pentingnya mempelajari pola konsumsi masyarakat dapat menjadi pertahanan kuat bagi para pengusaha ritel. Masyarakat kini lebih mementingkan pembelian bahan pokok seperti sembako dibandingkan kebutuhan lainnya teutama pelengkap kesehatan. Dalam catatan Bank Indonesia (BI) penurunan masa pandeminya  dipegang oleh sektor sandang sebesar 70,9%. 

Namun diyakini bahwa tren penjualan dan pengembalian minat konsumen dapat kembali normal ketika gerakan untuk vaksinasi meningkat. Maka secara tidak langsung masyarakat nantinya akan memberanikan diri untuk berkegiatan di luar rumah dan hal mempengaruhi semangat masyarakat lain untuk dapat beraktivitas kembali.

Sebelum adanya pandemi mungkin perusahaan sangat menghindari adanya pekerja yang melakukan multitasking karena hal ini dianggap tidak efisien, bahkan dapat mengganggu kesehatan. 

Namun, disaat peserti ini justru para pekerja multitaskinglah yang kemungkinan besar akan dibutuhkan perusahaan. Dimana pekerja ini mampu mengerjakan berbagai pekerjaan yang diberikan kepadanya. Bukan hanya sekedar multitasking, tetapi dengan pengalaman dan kemampuan serta kontribusi yang optimal. 

Karena itulah perusahaan memberhentikan sebagian besar karyawannya dan mempertahankan pegawai yang dianggap penting. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat Indonesia yang menurun karena pandemi ini,masyarakat menengah kebawah lebih mementingkan kebutuhan yang benar-benar penting untuk menghadapi pandemi ini dan juga pendapat masyarakat yang berkurang menyebabkan masyarakat memilih berhemat. 

Kejadian tersebut tergambarkan pada perusahaan yang merumahkan atau memberhentikan pegawainya seperti Lion, Matahari, Shell, Garuda Indonesia, Ramayana, Gojek dan lain-lain. Menurut informasi dari Bursa Efek Indonesia, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) diperkirakan mengalami penurunan antara 51% - 75% dibanding dengan tahun 2019 dan di sertai dengan pemberhentian karyawan sebanyak 421 orang. Kondisi ini dinilai dapat memangkas biaya operasional perusahaan, tindakan perusahaan tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk efisiensi di tengah pandemi yang terjadi. 

PT Hero Supermarket Tbk (HERO) harus menerima kenyataan yang pahit ketika harus penutup seluruh gerai Giant yang ada pada bulan Juli ini. Tentu saja keputusan tersebut menjadi keputusan yang berat karena berkurangnya penjualan dan biaya operasional tetap terus berjalan. Selain Giant, Matahari dan Ramayana pun mulai menutup sejumlah gerai besar mereka. Setiap keputusan yang diambil perusahan merupakan salah satu dampak dari pandemi Covid-19 yang tidak bisa kita dihindari. 

Maka dari itu, langkah yang diambil setiap perusahaan tentunya telah melalui berbagai pertimbangan yang matang oleh manajemen, hingga akhirnya keputusan tersebut dipilih sebagai jalan keluar memperbaiki kinerja perusahaan saat pandemi Covid-19 ini. Semua dampak itu tak luput dari adanya perubahan kebiasaan masyarakat. 

Dahulu masyarakat berbondong-bondong datang menuju pasar swalayan besar seperti Giant dan Carrefour. Tidak untuk sekarang, kebanyakan masyarakat lebih menyukai berbelanja di supermarket kecil seperti Indomaret, Alafamart, Alfamidi dan lainnya. Hal ini didorong oleh peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan swalayan besar untuk buka. 

Telah banyak penelitian yang dilakukan  mengenai perubahan tren kebiasaan konsumsi masyarakat yang berubah. PT Hero Supermarket Tbk menjelaskan bahwa Giant akan dialihkan menjadi gerai IKEA dan lainnya. Adanya perubahan strategi dirasa cukup tepat agar tidak terjadi kerugian yang besar. Jadi, apapun keputusan yang dipegang oleh perusahaan ritel adalah keputusan terbaik untuk perusahaan itu sendiri dan berpengaruh pada kemajuan ekonomi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun