Mohon tunggu...
Salwadia Zahrah
Salwadia Zahrah Mohon Tunggu... Lainnya - A learner I Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

State University of Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Tutup Gerai atau Hentikan Pegawai?

1 Juli 2021   21:28 Diperbarui: 2 Juli 2021   01:48 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi swalayan oleh Fikri Rasyid/ https://unsplash.com

Sudah dapat dipastikan mereka (supir bajaj dan lainnya) tidak akan memiliki pendapatan untuk dibawa pulang. Itulah sebabnya mereka tetap bertahan melakukan kegiatan diluar. Selain itu pemerintah disisi lain sedang sibuk-sibuknya mengatasi kekurangan sarana prasarana kesehatan untuk menangani pasien Covid-19. Semua harus saling peduli satu sama lain. Tidak lagi memandang status sosialnya agar semua orang merasakan kesehatan yang sama. 

Setiap hari kasus covid-19 ini terus bertambah jumlahnya di Indonesia, pemerintah kian memperketat protokol kesehatan dan kebijakan lainnya yang menekan pergerakan masyarakat. Alih-alih melakukan lockdown pemerintah justru menerapkan kebijakan dengan pembatasan sosial, hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dinilai cukup baik dibandingkan keputusan lockdown. Jika kita menilik pengalaman lalu, tanpa pemberlakuan lockdown saja banyak perusahaan swasta terutama bidang ritel yang memilih untuk menutup gerainya. Penutupan ini diakibatkan oleh ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan gaji karyawannya. Selain itu para pelaku usaha swasta mengalami kerugian yang cukup besar dalam menutupi biaya operasional, omset, dan lain-lain. Perekonomian Indonesia benar-benar terpuruk. Banyak perusahaan besar maupun kecil yang menutup tokonya dan memberhentikan sejumlah pegawainya hal ini dikarenakan imbas dari pemberlakuan PSBB. 

Masyarakat diminta untuk tetap di rumah. Pertokoan, mall, tempat hiburan, tempat wisata, dan tempat yang memiliki kemungkinan mengundang kerumunan ditutup demi menekan jumlah penularan Covid-19. Hal ini lah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak dapat pemasukan yang membuat mereka mengambil keputusan yang berat. Penurunan produksi dan pendapatan perusahaan  mengharuskan setidaknya ribuan pekerja untuk tetap menerima pil pahit karena dirumahkan. Para pelaku usaha mandiri maupun perusahaan besar memutar otak agar dapat mempertahankan keberlangsungan perusahaan mereka, ada yang menutup sejumlah gerai,memberhentikan sebagian besar karyawan dan ada juga yang tetap mempertahankan namun mengurangi gaji karyawannya. 

Perkembangan digital diera pandemi semakin pesat. 

Demonstransi penggunaan teknologi dalam bidang ekonomi terutama ritel mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat. Berbagai transaksi dilakukan melalui digitalisasi yang berimbas pada tren online. Pelemahan daya beli masyarakat secara konvensional menjadi fenomena yang tidak bisa dihindarkan oleh para pengusaha swasta. 

Pengeluaran biaya tetap seperti biaya sewa juga tidak mengalami penurunan, oleh sebab itu para pengusaha merasakan beban yang cukup sulit. Penyesuaian para pengusaha ritel dengan tren penggunaan teknologi di masyarakat adalah satu-satunya jalan agar bisa bertahan. Penurunan penjualan secara ritel tidak hanya dialami di Indonesia, tetapi seluruh dunia. Tekanan finansial berasal dari berbagai penjuru. 

Pengusaha swasta juga harus bersaing dengan para pelaku usaha baru yang bekerja perseorangan dan menjualkan produknya melalui e-commerce. Tantangan lainnya datang dari masyarakat itu sendiri. 

Pentingnya mempelajari pola konsumsi masyarakat dapat menjadi pertahanan kuat bagi para pengusaha ritel. Masyarakat kini lebih mementingkan pembelian bahan pokok seperti sembako dibandingkan kebutuhan lainnya teutama pelengkap kesehatan. Dalam catatan Bank Indonesia (BI) penurunan masa pandeminya  dipegang oleh sektor sandang sebesar 70,9%. 

Namun diyakini bahwa tren penjualan dan pengembalian minat konsumen dapat kembali normal ketika gerakan untuk vaksinasi meningkat. Maka secara tidak langsung masyarakat nantinya akan memberanikan diri untuk berkegiatan di luar rumah dan hal mempengaruhi semangat masyarakat lain untuk dapat beraktivitas kembali.

Sebelum adanya pandemi mungkin perusahaan sangat menghindari adanya pekerja yang melakukan multitasking karena hal ini dianggap tidak efisien, bahkan dapat mengganggu kesehatan. 

Namun, disaat peserti ini justru para pekerja multitaskinglah yang kemungkinan besar akan dibutuhkan perusahaan. Dimana pekerja ini mampu mengerjakan berbagai pekerjaan yang diberikan kepadanya. Bukan hanya sekedar multitasking, tetapi dengan pengalaman dan kemampuan serta kontribusi yang optimal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun