Mohon tunggu...
Vaya Luthfi Salsabila
Vaya Luthfi Salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - medical student

Tulislah sesuatu yang bermanfaat untuk dunia dan akhiratmu

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter untuk Negeri: Sebuah Perjalanan Panjang

25 Oktober 2021   00:02 Diperbarui: 25 Oktober 2021   10:30 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan Terbentuknya Ikatan Dokter Indonesia

Hari jadi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang jatuh pada 24 Oktober 1950 didaulat menjadi Hari Dokter Nasional. Kata “dokter” berasal dari bahasa latin “docere” yang berarti “to lecture” atau mengajar. Dahulu, sebutan dokter digunakan sebagai gelar terhormat selama lebih dari 1000 tahun di Eropa.

Resmi berdiri pada tahun 1950, organisasi IDI sudah terlebih dahulu terbentuk sebelum diresmikan. Berawal pada tahun 1911, perkumpulan dokter di Indonesia diberi nama Vereniging van Indische Artsen. Selama kurang lebih lima belas tahun berkiprah sebagai tenaga medis, pada tahun 1926, organisasi ini mengalami perubahan nama menjadi Vereniging van Indonesische Genesjkundigen (VIG). 

Pada tahun 1940, VIG mengadakan kongres di Solo. Kongres menugaskan Prof. Bahder Djohan untuk membina dan memikirkan istilah baru dalam dunia kedokteran. Tiga tahun berselang, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, VIG dibubarkan dan dialihkan menjadi Jawa izi Hooko-Kai.

Selanjutnya pada 30 Juli 1950, atas usulan Dr. Seni Sastromidjojo, PB Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) dan Perkumpulan Dokter Indonesia (DP-PDI) mengadakan pertemuan yang menghasilkan “Muktamar Dokter Warga Negara Indonesia (PMDWNI)”, yang diketuai oleh Dr. Bahder Djohan. Selanjutnya pada tanggal 22-25 September 1950, Muktamar I Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) digelar di Deca Park yang kemudian diresmikan pada bulan Oktober. Hasil dari muktamar tersebut, Dr. Sarwono Prawirohardjo terpilih sebagai Ketua Umum IDI pertama.

Sejarah Pendidikan Dokter di Indonesia

Momentum profesi dokter di Indonesia pertama kali lahir melalui keputusan Gubernemen No.22 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di Indonesia (Nederlandsch Indie) pada tanggal 2 Januari 1849. Siapa sangka wabah malaria menjadi alasan di balik berdirinya pendidikan dokter di Indonesia. 

Kekhawatiran tentang penyebaran penyakit cacar pada saat itu, mendesak pemerintah Belanda untuk mendidik tenaga pembantu dari masyarakat lokal untuk melaksanakan vaksin cacar yaitu “vaccinateur” atau juru cacar. 

Atas prakarsa Kepala Jawatan Kesehatan (tentara dan sipil) yang dijabat oleh Dr. Willem Bosch, pada tanggal 1 Januari 1851 didirikan Doctor Java School, sebuah sekolah untuk mendidik pemuda-pemuda Jawa menjadi ‘dokter djawa’. Lama pendidikan yaitu 2 tahun dan lulusannya ditugaskan sebagai dokter pembantu untuk memberikan pengobatan dan vaksinasi cacar. Sekolah tersebut didirikan di Weltevreden (Jakarta-Pusat) dan dipimpin oleh Dr. P. Bleeker. 

Sebagai prasarana untuk mendukung pendidikan dokter di Indonesia, pemerintah Belanda mendirikan lembaga ilmiah pertama yaitu Laboratorium voor Pathologische Anatomie en Bacteriologie (Laboratorium Patologi Anatomi dan Bakteriologi) pada tahun 1887 oleh Prof. C. A. Pekelharing dan Dr. C. Winkler, yang dikirim dari Belanda untuk penyelidikan penyakit beri-beri. 

Laboratorium ini kemudian semakin berkembang dan menjadi laboratorium kesehatan pusat, dan kemudian dinamakan menjadi Lembaga Eijkmaan, sebagai tanda penghargaan atas jasa-jasa direktur pertamanya, Dr. Christiaan Eijkmaan.

Seiring berjalannya waktu, mucul lah wabah-wabah lainnya di antaranya malaria, beri-beri, kolera. Belanda pun menambahkan ilmu kesehatan lainnya yang berkaitan dengan wabah yang sedang menyebar pada saat itu. Sekolah Jawa tersebut merupakan cikal bakal School tot Opleiding van Indlansche Arts (STOVIA).

Setelah perjalanan panjang, pada tahun 1898, STOVIA didirikan. Dari sekolah tersebut kemudian lahir dokter-dokter berjiwa nasionalis. Salah satunya adalah dr. Sutomo bersama Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan R. T. Ario Tirtokusumo mendirikan Boedi Oetomo.

Jenjang Pendidikan Dokter di Indonesia 

Rujukan pendidikan kedokteran tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Lama kuliah kedokteran untuk jenjang S1 sama seperti fakultas lainnya yaitu 8 semester. Tahun berikutnya setelah wisuda, lulusan S1 sudah bisa bekerja namun tidak demikian dengan lulusan S1 Kedokteran.

Program studi sarjana kedokteran setara dengan jurusan atau program studi lain pada jenjang S1. Namun demikian, sistem perkuliahan jurusan medis dan non-medis berbeda. 

Sistem blok diterapkan pada perkuliahan mahasiswa kedokteran. Satu blok biasanya ditempuh selama 5 pekan, dilanjutkan dengan ujian blok pada pekan ke-6. 

Jangka waktu tersebut bisa saja berbeda sesuai dengan kebijakan Universitas masing-masing. Metode belajar yang dianut adalah Problem based learning (PBL), dimana mahasiswa dikelompokkan dalam kelompok diskusi kecil dengan seorang tutor sebagai pembimbing. 

Ada pun Skills lab (SL) dimana seorang mahasiswa kedokteran berperan layaknya dokter dengan mempelajari berbagai keterampilan medik dasar sesuai dengan blok yang berjalan. 

Berikutnya ada Objective structure clinical examination (OSCE), yaitu ujian praktik yang diangkat dari keterampilan selama SL berisi berbagai kasus medis. 

Setelah jenjang S1 selesai, seorang mahasiswa kedokteran belum dapat dipanggil dengan gelar ‘dokter’ melainkan masih menyandang status Sarjana Kedokteran (S.Ked). Jenjang s1 Kedokteran disebut sebagai jenjang ‘Pre-klinik’.

Setelah menyelesaikan jenjang S1 Kedokteran dan ingin praktik sebagai dokter, seorang mahasiswa kedokteran harus melanjutkan Program Profesi Dokter atau jenjang ‘Klinik’. 

Pada program tersebut, mahasiswa yang disebut ‘dokter muda’ atau ‘koass’ akan menjalani stase atau rotasi, yang dilaksanakan di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan pihak Universitas. Akhir dari Program Profesi Dokter selama satu setengah hingga dua tahun ini adalah Mini Case Examination (Mini C-Ex). 

Dalam ujian ini, dokter muda ditugaskan untuk mewawancarai, memeriksa, menganalisis, hingga meresepkan obat pada pasien dengan diawasi oleh dosen atau preceptor. Selanjutnya, dokter muda wajib mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI), atau disebut juga Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). Setelah melewati masa ujian ini, dokter muda akan mengikrarkan Sumpah Dokter sehingga telah sah menyandang gelar dokter umum. Sudah bisa praktik jadi dokter, nih? Belum.

Meskipun telah bergelar dokter umum, namun belum memiliki kualifikasi untuk praktik mandiri. Dokter umum harus mengikuti program Internship selama satu tahun untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Pada masa Internship, dokter umum masih didampingi oleh seorang dokter umum yang lebih senior. Pada fase ini, seorang dokter Internship sudah mendapat gaji dari pemerintah. 

Setelah menyelesaikan Internship dan mendapat STR dengan nomor paten yang berlaku seumur hidup, dokter umum bisa mengurus Surat Izin Praktik (SIP) yang digunakan untuk praktik mandiri. Biasanya seorang dokter umum akan melanjutkan studi ke jenjang program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau pada program magister Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun