Mohon tunggu...
Salsabila Mumtazah
Salsabila Mumtazah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universiras Brawijaya

Pembelajar seumur hidup yang tertarik dengan isu-isu psikologi, filsafat, bisnis, dan pemasaran.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sebelum Kamu Marah, Ketahui Dahulu tentang Mindfulness

3 Desember 2022   17:33 Diperbarui: 3 Desember 2022   17:49 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

“Anyone can become angry —that is easy. But to be angry with the right person, to the right degree, at the right time, for the right purpose, and in the right way —this is not easy. "

- ARISTOTLE, The Nicomachean Ethics.

Salah satu hal paling menyebalkan di dunia ini adalah ketika kamu harus mengantre lama untuk menggunakan lift, tiba-tiba datang segerombolan orang yang menyerobot antrean. Saat saya menghadapi situasi tersebut, rasanya saya ingin teriak dengan lantang kepada orang-orang "Bisa antre?!", sambil mengepalkan tangan saya dan mengarahkan kepada orang tersebut. Tetapi yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah saya akan merasa lega setelah berteriak atau saya malah menyesal?

Ketidakmampuan untuk mengontrol perilaku orang lain, seringkali membuat saya marah. Segerombol orang yang menyerobot antrean itu tampak "clueless" terhadap etika mengantre. Mereka tidak sadar dengan apa yang terjadi pada sekitar mereka. Lebih parahnya lagi, mereka tidak sadar bahwa ada penyandang disabilitas yang harus kita dahulukan.

Melihat kekacauan tersebut membuat jantung saya berdebar sangat kencang. Nafas saya terasa sangat berat dan cepat. Tangan saya mengepal dibaluti keringat dingin, rasanya saya ingin melakukan tindakan yang agresif. Leher dan muka saya terasa panas. Saya menyadari bahwa saya akan marah. Lantas, apakah saya bisa memilih untuk tidak marah?

Tentu saja kita tidak akan serta-merta bisa secara bebas memilih untuk tidak marah. Marah adalah salah satu jenis emosi dan emosi kita tidak bisa dikontrol. Tetapi, emosi dapat diregulasi. Regulasi emosi dapat dipahami sebagai proses intervensi secara sadar maupun tidak sadar terhadap pengalaman emosional yang memungkinkan perubahan pengalaman dan ekspresi afek dari respons natural menjadi respons lain yang lebih efektif.

Terdapat banyak jenis regulasi emosi. Misalnya menekan perasaan, yaitu modulasi respon kognitif, fisiologis, atau perilaku terhadap suatu stimulus afektif. Salah satu metode regulasi emosi yang sehat yang pernah saya coba adalah mindfulness. Mindfulness berbeda dari regulasi emosi lainnya, mindfulness adalah sebuah regulasi emosi yang diiringi oleh atensi yang diberikan individu terhadap pengalamannya disertai penerimaan (acceptance) terhadap pengalaman tersebut.

Berikut langkah-langkah menerapkan menerapkan mindfulness ketika marah:

1. kenali tanda-tanda fisiologis dari tubuh kita bahwa sebentar lagi "saya akan marah"

Rasakan sensasi tubuh anda mulai dari perut, dada, wajah, dan lain-lain. Perhatikan detak jantung, nafasmu, dan apakah kamu mengepalkan tanganmu?

2. menarik napas dan menghembuskannya

Tarik napas yang dalam. Tutuplah matamu jika kamu mau. Untuk memudahkanmu kamu bisa menghitung napasmu hingga hembusan yang ke sepuluh. Bayangkan napas masuk melalui hidung ke perut, saat menghembuskan napas, bayangkan napas keluar dari jari tangan dan kaki jika itu memudahkanmu.

3. bertahanlah untuk merasakan sensasi tersebut sebisamu

Sambutlah kemarahan dengan tangan terbuka. Cobalah melihat kemarahan sebagai sebuah kesempatan untuk memahami perasaan, seperti bagaimana bernafas bisa mengecilkan api kemarahan.

4. perhatikan pikiran yang muncul

Pikiran-pikiran seperti "saya tidak tahan dengan ini" atau "Itu adalah hal yang bodoh" hanya akan memberi makan kepada emosi marah. Lepaskan pemikiran tersebut ketika muncul. Tetapi jika kamu tidak bisa melepaskannya, yang mana adalah hal yang wajar, terus perhatikan bagaimana pikiran dan perasaanmu saling memberi makan.

5. ambil langkah mundur

Mundurlah dari pengalaman internal yang sedang terjadi. Sadari bahwa kamu adalah pengamat pikiran. Emosimu dan kamu bukanlah pikiran dan emosi itu sendiri. Pahami bahwa emosi bukanlah hal yang bersifat tetap.

6. komunikasi

Setelah kekuatan utama kemarahanmu hilang, kamu mungkin perlu mengkomunikasikan perasaanmu dengan orang lain. Mulailah dengan pernyataan 'saya' alih-alih tuduhan 'kamu'. Saat kamu terus berkomunikasi, tetap waspada dan sadar akan perasaanmu sendiri, dan lepaskan agresi apapun jika kamu bisa – lebih sedikit agresi dan lebih banyak kejujuran lebih cenderung mengarah pada percakapan dan hasil yang harmonis dan produktif.

Kita tidak bisa secara bebas untuk memilih agar tidak marah. Tetapi, saat mindful, kita belajar untuk kenal tanda-tanda fisiologis dari tubuh kita bahwa "sebentar lagi saya akan marah" sehingga kita mampu memprediksi kemunculan kemarahan ini lebih awal maka kita bisa melakukan antisipasi agar marah ini tidak sampai termanifestasi dalam bentuk perilaku yang akan kita sesali.

Begitulah langkah-langkah yang harus kamu tahu sebelum kamu memutuskan untuk merespons emosi marahmu. Jadi, apakah sudah siap untuk jadi lebih mindful? Yuk, bagikan manfaat ini kepada teman-temanmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun