Keanekaragaman Budaya Sunda
Keanekaragaman budaya Sunda menjadi warisan budaya yang melekat pada masyarakat Sunda. Nilai-nilai yang ada dalam budaya Sunda masih mempertahankan nilai norma, nilai tradisi, dan nilai agama. Keanekaragaman budaya tersebut berupa tradisi, adat istiadat, lingkungan alam, paririmbon, bahasa Sunda, dan perilaku masyarakat Sunda. Â
Tradisi dan adat istiadat
Kehidupan masyarakat Sunda yang masih terikat pada tradisi adat biasanya cenderung masih terikat dengan alam di lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat adat memiliki sistem kepercayaan yang terikat. Diantara tradisi dan adat istiadat tersebut antara lain:
Tingkeban
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil menginjak masa kehamilan tujuh bulan. Acara tujuh bulanan ini dimaksudkan agar bayi dalam kandungan ibu hamil nanti selamat sampai melahirkan, dengan mengadakan susunan acara syukuran dan do'a. Perlengkapan dalam acara tujuh bulanan adalah gubuk siraman, kelapa gading, telur kampung, kain batik tujuh buah, belut, golok, duit-duitan, dan souvenir.
Wayang
Wayang merupakan hasil dari kebudayaan Sunda yang dapat ditempuh di dalam penggalian makna budaya Sunda silih asah, silih asuh, dan silih asah. Makna yang didapat dari nilai budaya Sunda melalui pertunjukan wayang merupakan hasil dari interaksi dalang dengan masyarakat yang hadir dengan simbol-simbol tertentu (Sauky, dkk, 2021). Dalam hal ini, boneka wayang dan penggunaan bahasa Sunda menjadi simbol agar masyarakat yang hadir menyaksikan dapat memberikan penafsirannya masing-masing mengenai wayang tersebut. Di samping pertunjukan wayang hadir sebagai tontonan, wayang tersebut juga hadir sebagai tuntunan. Hal tersebut tidak hanya sekedar memberikan hiburan bagi penonton, namun melalui lakon dalam cerita yang disajikan oleh dalang dapat memberikan ajaran moral dan nilai-nilai utama kehidupan. Hikmah dibalik cerita yang terdapat dalam lakon pewayangan tersebut, dapat membuat penonton meneladani hal-hal yang baiknya, serta dapat bercermin kepada hal-hal keburukan dan kejahatan yang diperankan oleh tokoh-tokoh wayang antagonis (Susetya, 2019).
Ngadulag
Tradisi ngadulag biasanya dilakukan oleh pemuda masyarakat Sunda dengan memukul bedug di masjid-masjid, termasuk mengarak bedug berkeliling kampung saat malam bulan suci Ramadhan dan malam takbiran Idul Fitri. Para penabuh tersebut akan membunyikan dulag dengan pola tertentu yang sarat akan pesan kebaikan. Dikutip dari liputan6.com, ngadulag berasal dari tradisi akar rumput masyarakat desa di wilayah Jawa Barat untuk memeriahkan malam-malam bulan Ramadhan.
Khitanan