Mohon tunggu...
Salsabila Alifah Saripudin
Salsabila Alifah Saripudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

Salsabila Alifah Saripudin | NIM 43223010164 | Mahasiswa | S1 Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

5 Desember 2024   00:33 Diperbarui: 5 Desember 2024   00:33 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Konsep hukum pidana yang diusulkan Edward Coke tentang actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (niat jahat) merupakan landasan utama dalam menentukan tanggung jawab pidana. Kedua elemen ini menjadi pilar dalam sistem hukum untuk memastikan bahwa seseorang atau entitas bertanggung jawab atas tindakan kriminalnya. Penerapan konsep ini sangat relevan, terutama dalam kasus korupsi, di mana niat jahat sering kali tersembunyi di balik tindakan korporasi. Di Indonesia, kasus Grup Duta Palma (PT Palma Satu) menjadi salah satu contoh nyata bagaimana actus reus dan mens rea digunakan untuk mengadili kejahatan korporasi yang kompleks. Artikel ini akan membahas elemen-elemen tersebut melalui analisis what (apa itu actus reus dan mens rea), why (mengapa kasus ini penting dalam kasus korupsi), dan how (bagaimana proses hukum dalam kasus grup duta palma) dalam kerangka teori Edward Coke.

What: Apa itu Actus Reus dan Mens Rea

1. Actus Reus

Actus reus berasal dari bahasa Latin yang berarti "tindakan bersalah." Dalam hukum pidana, actus reus merujuk pada tindakan fisik atau perbuatan yang melanggar hukum. Dalam konteks kasus korupsi, actus reus mencakup berbagai tindakan seperti penyalahgunaan wewenang, pemberian atau penerimaan suap, penggelapan dana publik, dan tindakan lainnya yang merugikan keuangan negara. Pentingnya elemen ini adalah untuk memastikan bahwa ada bukti nyata dari tindakan yang melanggar hukum, bukan hanya asumsi atau dugaan semata.

Tindakan yang masuk dalam kategori actus reus dapat bersifat aktif maupun pasif. Tindakan aktif melibatkan perbuatan langsung, seperti pemberian suap atau manipulasi data keuangan. Sementara itu, tindakan pasif melibatkan kelalaian atau pengabaian kewajiban yang secara hukum diwajibkan. Contohnya adalah seorang pejabat yang sengaja tidak mengawasi penggunaan anggaran dengan benar, sehingga terjadi kerugian negara.

Unsur penting dalam actus reus adalah keterkaitan langsung antara tindakan dan akibat yang ditimbulkan. Dalam kasus korupsi, hal ini berarti bahwa tindakan pelaku harus memiliki hubungan sebab-akibat dengan kerugian negara atau keuntungan yang diperoleh secara ilegal. Dengan kata lain, tanpa tindakan tersebut, kerugian atau keuntungan tidak akan terjadi.

2. Mens Rea

Sebaliknya, mens rea berarti "niat bersalah" dan menggambarkan keadaan mental pelaku saat melakukan tindak pidana. Mens rea mencakup berbagai tingkat niat, mulai dari kelalaian hingga kesengajaan. Dalam hukum pidana, niat adalah elemen yang membedakan kejahatan dari tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja atau tanpa kesadaran akan dampaknya. Konsep ini membantu memastikan bahwa seseorang tidak dihukum atas tindakan yang tidak mereka pahami sebagai tindakan melanggar hukum.

Dalam kasus korupsi, mens rea menjadi elemen penting untuk membuktikan bahwa pelaku memiliki tujuan tertentu yang melanggar hukum, seperti memperkaya diri sendiri atau pihak lain dengan cara yang tidak sah. Contoh tingkat mens rea dalam korupsi meliputi:

A. Kesenjangan Langsung

Pelaku memiliki tujuan spesifik untuk melakukan tindak pidana, misalnya menyuap pejabat untuk memenangkan tender proyek pemerintah.

B. Kesadaran Akan Akibat

Pelaku mungkin tidak secara langsung berniat melakukan kejahatan, tetapi mereka sadar bahwa tindakan mereka akan menimbulkan kerugian bagi negara atau masyarakat.

C. Kelalaian Berat

Pelaku tidak mengambil langkah yang seharusnya untuk mencegah tindakan koruptif, meskipun mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukannya.

Pembuktian mens rea sering kali lebih kompleks daripada actus reus, karena melibatkan analisis terhadap motivasi dan niat pelaku. Hal ini memerlukan bukti berupa dokumen, komunikasi elektronik, atau pengakuan saksi yang dapat menunjukkan pola pikir pelaku saat tindakan dilakukan.

Why: Mengapa Konsep ini Penting dalam Kasus Korupsi

Korupsi adalah kejahatan yang kompleks, sering kali melibatkan berbagai pihak dan skema yang sulit dilacak. Dengan memahami actus reus dan mens rea, penegak hukum dapat:

A. Mengidentifikasi Pelaku Utama

Dengan mengurai elemen fisik (actus reus) dan mental (mens rea), penegak hukum dapat memisahkan pelaku utama dari pihak yang hanya menjadi korban manipulasi. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hukuman diberikan secara proporsional kepada pelaku yang memiliki peran terbesar dalam tindak pidana.

B. Membedakan Kelalaian dan Kesengajaan

Tidak semua tindakan yang tampak koruptif didasari oleh niat jahat. Konsep mens rea membantu membedakan apakah pelaku benar-benar berniat melakukan kejahatan atau hanya terjebak dalam situasi yang tidak mereka pahami sepenuhnya. Sebagai contoh, seorang pegawai negeri yang menandatangani dokumen perizinan tanpa memverifikasi keasliannya mungkin tidak memiliki mens rea untuk melakukan korupsi, tetapi pejabat yang memerintahkan pemalsuan dokumen tentu memiliki niat jahat.

C. Menyusun Dakwaan yang Tepat

Dalam pengadilan, jaksa perlu merinci elemen-elemen tindak pidana secara jelas untuk mendapatkan putusan yang adil. Dengan menunjukkan actus reus dan mens rea, jaksa dapat membangun argumen yang kuat tentang bagaimana tindakan dan niat pelaku memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.kan dan niat pelaku memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.

D. Meningkatkan Kepercayaan Publik

Penanganan kasus korupsi yang transparan dan berbasis bukti membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dengan mengidentifikasi actus reus dan mens rea secara jelas, publik dapat memahami bagaimana pelaku diadili berdasarkan fakta, bukan hanya persepsi atau tekanan politik.

Selain itu, pentingnya konsep actus reus dan mens rea dalam kasus korupsi juga terletak pada kemampuannya untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada aparat penegak hukum tentang bagaimana tindak pidana korupsi terjadi. Dalam banyak kasus, korupsi tidak hanya melibatkan satu tindakan atau satu individu, tetapi merupakan rangkaian perbuatan yang melibatkan berbagai aktor, baik di sektor publik maupun swasta. Dengan memahami unsur-unsur ini, penegak hukum dapat memetakan pola kejahatan dan mengambil langkah yang lebih efektif untuk mencegah dan memberantas korupsi.

Secara historis, korupsi telah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan negara. Dampaknya tidak hanya pada kerugian finansial, tetapi juga pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi hukum. Oleh karena itu, pendekatan yang berbasis pada analisis hukum seperti yang digagas oleh Edward Coke memberikan landasan yang kuat untuk melawan kejahatan ini.

How: Bagaimana Proses Hukum dalam Kasus Grup Duta Palma

1. Pengungkapan Kasus

Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan izin alih fungsi kawasan hutan di Riau yang dilakukan oleh PT Palma Satu, bagian dari Grup Duta Palma. Pada tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau, Annas Maamun, yang menerima suap terkait alih fungsi lahan. Penyelidikan ini membuka tabir kejahatan korporasi yang lebih besar yang melibatkan Surya Darmadi sebagai pemilik Grup Duta Palma.

2. Investigasi dan Operasi Penangkapan

Surya Darmadi diduga memerintahkan alih fungsi kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan sawit tanpa izin resmi. Operasi ini berlangsung sejak 2003, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4,9 triliun dan kerugian lingkungan hingga Rp73,9 triliun. Surya Darmadi melarikan diri ke luar negeri (Taiwan) setelah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi berhasil dipulangkan pada 2022 melalui kerja sama internasional.

3. Penetapan Tersangka

Surya Darmadi sebagai pelaku utama ditetapkan tersangka atas pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). PT Palma Satu sebagai entitas hukum juga dimintai pertanggungjawaban karena kejahatan ini dilakukan untuk kepentingan perusahaan.

4. Proses Peradilan

Actus Reus: Bukti fisik berupa laporan audit menunjukkan kerugian negara yang masif akibat penghindaran pajak dan kerusakan lingkungan. Aktivitas perusahaan yang melanggar aturan menjadi dasar kuat dalam pembuktian.

Mens Rea: Bukti-bukti internal perusahaan, termasuk dokumen perencanaan dan kesaksian, menunjukkan adanya niat jahat yang jelas dari Surya Darmadi untuk mengelabui hukum demi keuntungan pribadi dan perusahaan.

Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Surya Darmadi. Selain itu, PT Palma Satu diperintahkan membayar denda besar dan uang pengganti, yang sebagian besar didapatkan dari penyitaan aset perusahaan.

5. Pemulihan Kerugian

A. Aset yang disita, termasuk kebun sawit dan pabrik pengolahan, digunakan untuk menutupi kerugian negara.

B. Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat adat Talang Mamak untuk mengembalikan hak atas tanah mereka.

C. Upaya restorasi ekosistem hutan yang rusak dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah dan lembaga terkait.

How: Bagaimana Penanganan Kasus ini dapat Meningkatkan Pencegahan Korupsi

 1. Peningkatan Sistem Pengwasan

Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap proses perizinan, khususnya di sektor perkebunan dan kehutanan, untuk mencegah manipulasi serupa di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem digital yang transparan, yang memungkinkan publik untuk memantau proses perizinan secara real-time. Dengan cara ini, ruang untuk tindakan koruptif dapat diminimalkan.

2. Penegakan Hukum yang Kuat

Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi harus dilakukan secara tegas dan konsisten. Hukuman yang berat dapat memberikan efek jera bagi pelaku lain yang mungkin mempertimbangkan melakukan tindak korupsi. Selain itu, penting untuk memproses semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat publik yang memfasilitasi atau menerima suap.

3. Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum

Melalui pelatihan berkelanjutan, aparat penegak hukum dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap konsep-konsep seperti actus reus dan mens rea. Dengan pemahaman yang lebih baik, mereka dapat lebih efektif dalam menyusun dakwaan dan membuktikan tindak pidana korupsi di pengadilan.

4. Transparansi dalam Penegakkan Hukum

Publikasi yang jelas dan terbuka tentang proses hukum dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Ketika masyarakat melihat bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, hal ini dapat membangun kepercayaan yang lebih besar terhadap pemerintah dan institusi penegak hukum.

5. Penguatan Sistem Pencegahan

Selain upaya penegakan hukum, penting untuk fokus pada pencegahan. Program pendidikan antikorupsi, pengawasan internal yang ketat di instansi pemerintah, serta kolaborasi dengan lembaga internasional dapat membantu meminimalkan peluang terjadinya korupsi.

Kesimpulan

Konsep actus reus dan mens rea yang digagas oleh Edward Coke tetap relevan dalam konteks hukum modern, termasuk di Indonesia. Dalam kasus korupsi Grup Duta Palma, konsep ini membantu mengurai elemen-elemen tindak pidana, memastikan bahwa pelaku utama dihukum, dan memberikan pelajaran penting untuk mencegah korupsi di masa depan. Penanganan yang efektif terhadap kasus-kasus seperti ini bukan hanya menegakkan hukum tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Lalu dengan adanya Kasus Grup Duta Palma dapat mencerminkan pentingnya penerapan konsep actus reus dan mens rea dalam menangani kejahatan korporasi. Melalui proses hukum yang melibatkan investigasi menyeluruh, pembuktian niat jahat, dan tindakan melawan hukum, pengadilan berhasil memberikan hukuman yang setimpal. Hukuman berat yang dijatuhkan kepada Surya Darmadi dan PT Palma Satu menunjukkan bahwa kejahatan korporasi tidak dapat dibiarkan tanpa konsekuensi serius. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dunia hukum di Indonesia untuk terus memperkuat sistem yang mendukung keadilan, keberlanjutan lingkungan, dan perlindungan hak asasi manusia.

Daftar Pustaka:

1. Firmansyah, R. (2022). Kajian Korupsi dan Dampaknya dalam Pengelolaan Perkebunan. Kultura: Jurnal Ilmiah, 10(3), 291-281.

2. Hukumonline. (2023). Mengurai Actus Reus dan Mens Rea Pidana Korporasi dalam KUHP Nasional.

3. Diana, R. (2023). Konstruksi Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi: Perspektif Actus Reus dan Mens Rea. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Modul yang dibuat oleh Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak
Modul yang dibuat oleh Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak
PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB
PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB

PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB
PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB
PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB
PPT Pribadi Penulis- Antikorupsi dan Etik UMB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun