MASIH ADAKAH PERPELONCOAN DI KAMPUS? POTRET MASA ORIENTASI MAHASISWA DI ERA MODERN
* Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Masa orientasi mahasiswa merupakan tradisi penting bagi para pendatang baru di dunia kampus, bertujuan memperkenalkan lingkungan akademik, budaya, dan kehidupan sosial di universitas. Namun, praktik ini sering kali disertai dengan perpeloncoan atau kekerasan simbolis yang masih menjadi isu kontroversial di beberapa kampus. Meskipun berbagai universitas telah berupaya menghapuskan perpeloncoan dan menggantinya dengan program yang lebih inklusif dan mendidik.
Baru-baru ini jagat media sosial diramaikan oleh sebuah video singkat yang memperlihatkan suasana tegang selama kegiatan Masa Bimbingan (MABIM) di kampus Politeknik Negeri Kupang pada Senin, 28 Oktober 2024. Dalam video viral itu terlihat beberapa mahasiswa sedang duduk dan tiarap dan tampak seorang mahasiswi senior terdengar membentak-bentak mahasiswa baru tersebut dengan mengeluarkan kalimat "Masa kalian berbeda dengan masa kami yang dulu bahkan disuruh minum oli." Â
Hal tersebut sontak memunculkan berbagai komentar mempertanyakan metode bimbingan serta pendekatan "pendisiplinan" yang terkesan tidak masuk akal. Muncul pertanyaan:Â masih adakah perpeloncoan di kampus saat ini? Di era modern ini, penting untuk menelaah kembali potret masa orientasi dan melihat sejauh mana perubahan telah diterapkan demi terciptanya lingkungan yang aman dan suportif bagi mahasiswa baru.
Latar Belakang Sejarah Perpeloncoan di Kampus
Perpeloncoan di kampus memiliki akar sejarah yang panjang, berawal dari tradisi pengenalan mahasiswa baru oleh senior sebagai bentuk pembinaan dan integrasi ke dalam kehidupan kampus. Di masa lalu, perpeloncoan dianggap sebagai cara efektif untuk membentuk ketahanan mental, membangun solidaritas, dan menumbuhkan rasa hormat terhadap senior. Praktik ini muncul di berbagai kampus di dunia dan kerap disertai aktivitas fisik atau mental yang menantang, bahkan menekan.
Namun, seiring waktu, perpeloncoan mengalami distorsi, berubah dari sekadar tantangan menjadi bentuk intimidasi dan pelecehan yang merugikan. Di Indonesia, perpeloncoan mulai mendapat sorotan lebih tajam pada era 2000-an ketika dampak negatifnya terhadap mahasiswa baru menjadi perhatian publik. Transformasi ini mendorong banyak kampus untuk mengevaluasi kembali kegiatan orientasi agar tidak melanggengkan kekerasan simbolis atau fisik, tetapi tetap mencapai tujuan orientasi yang aman dan mendukung bagi seluruh mahasiswa.
Perubahan Pendekatan Orientasi Mahasiswa di Era Modern
Di era modern, pendekatan orientasi mahasiswa mengalami perubahan signifikan, terutama dalam upaya menghilangkan unsur perpeloncoan yang dianggap ketinggalan zaman dan merugikan. Banyak kampus kini mulai menerapkan program orientasi berbasis pendidikan dan inklusi, yang dirancang untuk mendukung adaptasi mahasiswa baru secara positif tanpa tekanan atau intimidasi. Misalnya, sejumlah universitas telah mengganti kegiatan perpeloncoan dengan lokakarya, seminar motivasi, dan pelatihan keterampilan yang relevan dengan dunia perkuliahan. Pendekatan ini tidak hanya membantu mahasiswa baru memahami budaya akademik kampus, tetapi juga memberi mereka bekal keterampilan sosial dan profesional yang bermanfaat.
Selain itu, perkembangan teknologi turut mengubah cara orientasi dilakukan; beberapa kampus memanfaatkan platform digital untuk memberikan pengenalan online yang memungkinkan mahasiswa mengenal kampus mereka tanpa harus bertemu langsung, meminimalisasi potensi tindakan kekerasan. Di sisi lain, kebijakan yang lebih tegas juga diterapkan, dengan aturan yang melarang keras segala bentuk perpeloncoan dan sanksi yang jelas bagi pelanggar.
Kampus-kampus juga bekerja sama dengan organisasi mahasiswa untuk memastikan kegiatan orientasi berjalan lancar dan bebas dari tekanan, menciptakan suasana yang ramah dan mendukung bagi mahasiswa baru. Transformasi ini menjadi bukti bahwa pendekatan modern dalam orientasi mahasiswa tidak hanya mengutamakan keselamatan, tetapi juga menghargai martabat dan kesejahteraan psikologis mahasiswa, sejalan dengan nilai-nilai pendidikan yang lebih manusiawi dan progresif.
Dampak Negatif Perpeloncoan pada Mahasiswa Baru
Perpeloncoan dalam masa orientasi mahasiswa baru dapat berdampak negatif secara psikologis, sosial, dan akademis. Tekanan yang diberikan oleh para senior melalui aktivitas yang sering kali bersifat intimidatif dan merendahkan, dapat menimbulkan stres, kecemasan, bahkan trauma pada mahasiswa baru. Rasa takut dan tidak nyaman ini menghambat mereka untuk terbuka dan beradaptasi dengan lingkungan kampus, yang seharusnya menjadi tempat mereka belajar dan berkembang.
Di sisi lain, perpeloncoan sering kali merusak hubungan sosial, menciptakan jarak antara mahasiswa baru dan senior alih-alih membangun solidaritas. Akibatnya, mahasiswa yang mengalami perpeloncoan cenderung menarik diri atau memiliki pandangan negatif terhadap kehidupan kampus. Dampak akademisnya juga signifikan; beberapa mahasiswa kesulitan fokus pada studi mereka karena beban mental yang diterima selama orientasi. Efek negatif ini menunjukkan pentingnya program orientasi yang bebas dari perpeloncoan, agar mahasiswa baru dapat memulai masa perkuliahan mereka dengan semangat positif dan lingkungan yang mendukung.
Berbagai kampus kini semakin serius dalam menghapus perpeloncoan untuk menciptakan lingkungan orientasi yang aman dan inklusif bagi mahasiswa baru. Salah satu langkah yang diambil adalah menerapkan kebijakan tegas yang melarang segala bentuk kekerasan fisik maupun verbal selama masa orientasi, lengkap dengan sanksi bagi pelanggar. Kebijakan ini sering kali didukung oleh pengawasan ketat dari pihak universitas dan tim khusus yang bertugas memantau kegiatan orientasi.
Selain itu, banyak kampus juga menggandeng organisasi mahasiswa untuk menyusun program orientasi yang lebih edukatif, misalnya melalui kegiatan yang menekankan pada pengembangan keterampilan, pembelajaran budaya kampus, dan pembentukan komunitas yang positif. Pelatihan bagi panitia orientasi juga semakin diperhatikan agar mereka peka terhadap potensi perpeloncoan dan memahami cara membina mahasiswa baru tanpa intimidasi.
Kampus juga melakukan sosialisasi tentang pentingnya lingkungan orientasi yang sehat melalui seminar dan kampanye anti-kekerasan, mengajak mahasiswa berperan aktif dalam mencegah praktik perpeloncoan. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen kampus untuk menjadikan orientasi sebagai sarana adaptasi yang mendukung dan ramah, sehingga mahasiswa baru dapat memulai perjalanan akademisnya dengan percaya diri dan nyaman.
Pentingnya Masa Orientasi yang Sehat dan Positif
Masa orientasi yang sehat dan positif sangat penting bagi mahasiswa baru karena menjadi pintu gerbang mereka dalam memasuki kehidupan kampus yang baru dan penuh tantangan. Orientasi yang dirancang dengan baik memberikan mereka kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan akademis, sosial, dan budaya kampus secara menyenangkan dan mendukung.
Dengan orientasi yang positif, mahasiswa baru dapat mengenal lebih baik dosen, teman-teman, dan fasilitas kampus yang ada, sehingga mereka merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk belajar. Orientasi yang bebas dari kekerasan atau tekanan juga membantu mereka membangun relasi yang sehat dan saling menghargai, yang menjadi fondasi kuat untuk pertemanan dan jaringan di masa mendatang.
Selain itu, masa orientasi yang baik mampu meningkatkan kesehatan mental mahasiswa, mengurangi kecemasan atau rasa takut yang sering muncul di lingkungan baru, dan memperkuat rasa memiliki terhadap kampus. Dengan pendekatan yang mendukung, mahasiswa baru dapat memasuki tahun akademik pertama mereka dengan semangat yang tinggi, menjadikan kampus sebagai tempat tumbuh dan berkembang yang aman dan inspiratif.
Ke depan, diharapkan orientasi mahasiswa dapat sepenuhnya bebas dari perpeloncoan, menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendidik bagi mahasiswa baru. Masa orientasi seharusnya menjadi momen yang membangun, di mana mahasiswa diperkenalkan pada nilai-nilai akademik dan kehidupan kampus tanpa harus menghadapi tekanan atau intimidasi.
Dengan dukungan dari kampus dan mahasiswa senior, orientasi dapat dirancang sebagai pengalaman positif yang memperkuat rasa percaya diri dan semangat kolaboratif. Harapannya, tradisi orientasi baru ini akan menjadi fondasi kuat untuk menciptakan budaya kampus yang saling menghargai dan mendukung perkembangan mahasiswa dalam aspek akademis maupun sosial.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H