Mohon tunggu...
Salma Rihhadat
Salma Rihhadat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka baca buku dan menulis cerita!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sesak

16 Oktober 2023   17:00 Diperbarui: 16 Oktober 2023   17:13 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Tidak ada uang yang bisa dikirimkan.

 Tapi yang paling membuatnya sesak adalah ketika ibunya mulai mengoceh, ceramah, dan ceramah, seakan-akan gadis itu adalah beban yang kerjanya hanya menghabiskan uang orangtua saja. Ini adalah bagian tersakit daripada harus hidup kelaparan.

 Mengingat hal itu, si gadis jadi ingin menangis lagi.

 Ibunya tadi bicara panjang lebar tentang ekonomi keluarga. Hutang yang menumpuk, biaya hidup yang semakin hari semakin mahal sementara pendapatan justru kian berkurang. Gadis itu sebenarnya mengerti, sangat mengerti keadaan ekonomi yang mencekik keluarganya. Selama ini, dia bertahan kuliah hingga semester 5 dengan tertatih-tatih, kebingungan setiap kali tenggat pembayaran uang semester, berujung hutang kepada sanak keluarga.

 Padahal gadis itu tidak berencana meminta banyak. Jatah uang pekanannya minggu lalu sangat minim untuk hidup di kota metropolitan seperti ini. Pekan ini, dia belum juga diberikan jatah, sementara persediaan dapurnya sudah habis tak bersisa. Gadis itu juga berusaha sekuat tenaga menghemat pengeluaran. Makan seadanya, lauk sayur saja, kadang satu butir terus dibagi dua, untuk makan di siang dan malam hari. Pagi saat hendak berangkat kuliah, gadis itu terbiasa tidak sarapan. Dia akui itu kebiasaan buruk, tapi mau bagaimana lagi, itu semua dilakukan untuk berhemat setiap hari.

Hari ini pun, sebenarnya dia bersyukur karena seorang teman di kelas, yang tidak begitu dia kenal dekat, berulang tahun, jadilah teman sekelas itu membagi-bagi roti, cukup untuk mengganjal perutnya pada siang hari.

 Tapi ini sudah malam, dan gadis itu sama sekali belum makan nasi.

 Syukur-syukur ibu kos yang baik hati menyediakan air minum gratis yang bisa diakses siapa saja, hitung-hitung sedekah, katanya. Kalau tidak ada air gratisan itu, habis sudah dia tidak bisa minum, uangnya sudah tak besisa untuk keperluan pencetakan tugas di fotokopi.

 “Kan kamu bisa pinjam teman dulu” 

 Ah, kalimat ibunya tadi terngiang-ngiang lagi. 

 Gadis itu sudah terlampau malu, pada salah seorang teman yang cukup dekat di kelas. Teman itu terkadang datang berkunjung untuk membawakan makanan, katanya dari kekasihnya, dan dia hendak berbagi kebahagiaan. Sekali dua, si teman bahkan meminjamkan uang kalau sudah kepalang kepepet. Gadis itu khawatir pertemanan mereka mungkin akan rusak jika dia terus menerus berhutang budi. Sejujurnya itu juga sangat tidak nyaman ketika dia harus meminta-minta, tidak secara harfiah, tapi gadis itu merasakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun