Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Lebih Penting dari Menang adalah Sadar

7 Juni 2022   20:12 Diperbarui: 7 Juni 2022   20:55 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"iya ya pak, Jadi sedih deh saya" sahutnya

Kami coba simpan nestapa kami. Kami coba kuburkan dukalara. Ya, mereka benar-benar berbaur dengan yang lainnya. Mereka kuburkan perasaan sedih, susah, dan duka mereka. Dikubur, berarti di pendam dalam-dalam. Jelasku padanya.

Tapi perih tak bisa sembunyi. "Kamu pernah lapar Kila?"

"pernah pak, saya jarang makan orangnya. Ga suka makan nasi saya tuh" jawabnya

"wah berarti pernah mag dong"

"ya pernah pak" jawabnya. "Nah mag yang sampai perut kita perih itu gabisa disembunyiin. Sangat terasa dan terlihat, bukan?" Berarti dalam puisi ini bukan hanya sedih yang terasa tetapi juga sakit. Perih itu rasa sakit. Ia merebak ke mana-mana, larik berikutnya semakin menjelaskan banyak rasa sakit, rasa lapar, rasa sedih, rasa kesusahan yang diderita orang di sekitar kita. Dan itu bisa terlihat. Tungkasku padanya

"Orang itu kalau ada yang diutamakan pasti yang lainnya diabaikan. Saya suka sedih ngeliat orang-orang yang sibuk cari uang dan menahan lapar di perutnya. Gausah jauh-jauh yang pemungut limbah plastik atau sampah. Ojek online yang tadi kamu tumpangi saja deh. Saya tadi lihat jaketnya tidak disleting sampai atas, kaosnya kucel, mukanya seperti terbiasa disengat matahari, helmnya miring. Ia ga peduli sama penampilannya. Begitu ada orderan tancap gas. Mungkin demi anak istri di rumah, dan semoga anak istrinya sehat, sebab kalau sakit semakin sedih kita yang menerka ini"

"yaAllah pak saya sedih ngebayanginnya" Sahutnya.

bumi memang tak sebatas pandang

dan udara luas menunggu

memang benar bahwa negeri ini luas bumi ini membentang, namun bagi yang mencoba tak peduli pada mereka yang kesulitan dan kelaparan di negeri kita ini, pasti tidak bisa pura-pura tidak tahu. Tidak mungkin kita tidak melihat orang-orang yang kesulitan itu di sekitar kita. Jika kita menggunakan mata kita dengan baik pasti kita menemukannya. Di jalan-jalan bising, di pasar, di pelataran ruko,  di teras masjid, di depan gerbang sekolah, di samping rumah. Bahkan sesekali di depan mata kita, di depan hidung kita terendus bau kepanasan sebab sepanjang siang mereka di perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun