7. Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam asas-asas perjanjian Islam dianut apa yang disebut dalam ilmu hukum sebagai "asas kebebasan berkontrak" (mabda' hurriyah al-ta'aqud). Adapun maksud dr asas kebebasasan berkontrak ialah kebebasan seseorang untuk membuat perjanjian macam apapun dan berisi apa saja sesuai dengan kepentingannya dalam batas-batas kesusilaan dan ketertiban umum, sekalipun perjanjian tersebut bertentangan dengan aturan-aturan atau pasal-pasal hukum perjanjian.[18]
C.  Syarat sah kontrak
Ada hal penting yang harus diperhatikan oleh para pihak ketika membuat perancangan kontrak yaitu syarat sahnya perjanjian atau kontrak sebagaimana telah diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang pada intinya mengatur tentang:
1. Kesepakatan para pihak
2. Kecakapan para pihak
3. Objek tertentu
4. Sebab yang halal.
Syarat 1 dan 2 disebut syarat subyektif, karena menyangkut subyek pembuat kontrak. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat subyektif maka kontrak dapat dibatalkan (vernietigbaar), artinya akan dibatalkan atau tidak, terserah pihak yang berkepentingan.
Syarat 3 dan 4 disebut syarat obyektif, karena menyangkut obyek kontrak. Akibat hukum jika tidak dipenuhi syarat obyektif maka kontrak itu batal demi hukum, artinya kontrak itu sejak semula dianggap tidak pernah ada. Juga perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum adalah batal demi hukum.
Dalam membuat suatu perjanjian atau kontrak sangat diperlukan pemahaman akan ketentuan-ketentuan hukum perikatan, selain itu juga diperlukan keahlian para pihak dalam pembuatan kontrak akan terhindar dari sengketa atau perselisihan yang sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu kontrak menjadi sangat penting sebagai pedoman kerja bagi para pihak yang terkait.