Mohon tunggu...
SALEHUDDIN
SALEHUDDIN Mohon Tunggu... Guru - Guru

Profil lengkap silahkan kunjungi www.berbagi-berkolaborasi.my.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru "Sadboy"

25 Januari 2023   13:15 Diperbarui: 25 Januari 2023   13:24 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Repository Urindo)

Akhir -akhir ini media massa  sedang dihebohkan dengan kemunculan seorang anak yang viral karena membagikan kisah sedihnya di media sosial . Ya,  Fajar Sad Boy julukan bagi  anak yang viral karena hubungan cinta yang kandas ditengah jalan sehingga membuatnya patah hati.  

Selain di media sosial, media elektronik seperti stasiun televisi juga ikut latah menampilkan dan memberitakan di berbagai program acara TV. Disisi lain anak seusia fajar ini harusnya duduk manis dibangku sekolah mengenyam pendidikan mengingat usianya yang masih 15 Tahun , apalagi kepiawaiannya dalam mengekspresikan kata-kata menjadi bakat yang perlu dibina lebih lanjut. 

Fenomena ini menarik perhatian semua pihak tidak terkecuali  seorang guru yang pada dasarnya mempunyai tanggung jawab moral untuk mendidik anak. Sama seperti fajar Guru juga adalah manusia biasa yang bisa merasakan kesedihan dan patah hati. Berikut beberapa patah hati seorang guru dan upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasinya.

1. Patah Hati dengan Sikap dan perilaku Murid.

Dinamika yang terjadi di sekolah tentu tidak terlepas dari sikap dan perilaku murid. Seringkali guru menemukan perilaku yang menyimpang dari aturan dan tata tertib sekolah . Kejadian selalu berulang dan bahkan dilakukan oleh murid yang sama . Walaupun sudah diberikan bimbingan akan tetapi perilaku tersebut tetap berulang. 

Parahnya lagi perilaku yang menyimpang tersebut dapat mempengaruhi murid murid yang lain.  Maka dari itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahan diatas.

Hal pertama yang bisa dilakukan adalah menggeser paradigma lama ke paradigma baru yaitu dari stimulus -respon ke Posisi Kontrol dengan menerapkan segitiga restitusi. Untuk memulainya guru dapat menerapkan disiplin positif dengan membuat keyakinan kelas. Keyakinan kelas ini dibuat lebih abstrak dari pada peraturan kelas yang memuat nilai nilai kebajikan universal.

Guru dapat meminta murid menuliskan berbagai pernyataan-pernyataan positif terkait dengan situasi yang terjadi di kelas ,hendaknya semua murid berpartisipasi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat curah pendapat ,Sehingga semua pendapat murid dapat diakomodir dalam keyakinan kelas. 

Selanjutnya dalam penerapan disiplin positif guru dapat menggunakan posisi kontrol sebagai manajer dengan menggunakan segitiga restitusi.Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). 

Ada tiga langkah restitusi yang dapat dilakukan oleh guru yang pertama menstabilkan identitas, dalam hal ini guru harus memahami  bahwa setiap perilaku pasti didasari oleh kebutuhan dasar manusia yang belum terpenuhi. 

Oleh karena guru harus mampu menstabilkan identitas murid dari yang gagal menjadi identitas sukses.Kemudian yang kedua memvalidasi tindakan salah, dalam hal ini guru harus mulai meyakinkan murid bahwa apa yang dilakukan itu perlu diperbaiki dan mengarahkan murid untuk menemukan sendiri solusi atas masalah yang dihadapi. 

Ketiga menanyakan keyakinan kelas, Ketika langkah pertama dan kedua berhasil saatnya menghubungkan solusi yang diperoleh murid dengan keyakinan kelas yang telah disepakati. Hingga akhirnya murid dapat menyelesaikan sendiri masalah atau persoalan yang dihadapi berdasarkan motivasi intrinsik sesuai keyakinannya.

2. Patah Hati dengan Hasil Belajar Murid

Mengajar adalah seni, sehingga guru dituntut untuk memberikan performa terbaiknya dalam kelas, Guru harus Memiliki keterampilan dalam memotivasi dan memberi penguatan pada murid. Selain itu diperlukan variasi  model dan metode pembelajaran agar kegiatan belajar berjalan lebih menyenangkan dan tidak monoton. 

Seringkali Guru mengajar sesuai pemahamannya tanpa memperhatikan kemampuan dan ritme belajar murid yang berbeda serta keberagaman karakteristik dan gaya belajar yang beragam. Sehingga tidak heran hasil belajar murid yang diperoleh kurang maksimal. Maka dari itu diperlukan asesmen awal pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana kemampuan murid. 

Dengan asesmen tersebut guru akan memperoleh gambaran awal pengetahun kognitif murid untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan murid.

Media Pembelajaran 

Media Pembelajaran merupakan alat bantu untuk menyampaikan materi secara maksimal , penggunaan media harus memperhatikan kesesuaian materi dengan media yang digunakan. 

Integrasi TIK dalam Pembelajaran, Bisa jadi salah satu upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan memaksimalkan potensi aset yang dimiliki oleh  sekolah baik itu lingkungan sekitar maupun perangkat TIK. Media Pembelajaran menjadi penting untuk memberikan pengalaman belajar. Media yang digunakan setidaknya  mampu memberikan pengalaman belajar langsung (konkrit ) untuk meningkatkan pemahaman murid.

Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Menurut Edgar Dale dalam Arsyad (2014:8) mengklasifikasikan pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkrit ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience).

Dari kerucut pengalaman edgar dale dapat dipahami bahwa semakin kerucut maka pengalaman belajar murid semakin abstrak sehingga penyerapan materi semakin kecil sebaliknya semakin kebawah pengalaman belajar murid semakin konkrit sehingga penyerapan materi semakin besar. 

Teori ini juga menekankan pembelajaran secara langsung (konkrit) dengan menggunakan benda asli / nyata dan jika tidak dimungkinkan dapat menggunakan simulasi atau pemodelan. Kemudian dilihat dari keterlibatan , semakin kebawah kerucut edgar semakin banyak indera yang terlibat.

Dengan Demikian guru dituntut untuk terus belajar mengembangkan kompetensi diri , memahami murid dengan baik dengan memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik keberagaman murid serta memaksimalkan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki untuk menunjang pembelajaran.

Semoga Bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun