Upaya  pengembangan, pembinaan,  dan  pelestarian  bahasa dilakukan  terhadap  objek bahasa  dan sastra  berdasarkan  kondisi  atau vitalitasnya. Pada tahun 2002 dan 2003, UNESCO dengan bantuan kelompok linguis internasional menetapkan kerangka untuk menentukan vitalitas bahasa untuk membantu pemerintah membuat kebijakan penanganan bahasa di negaranya. Kelompok itu menetapkan sembilan kriteria untuk mengukur vitalitas bahasa. Kesembilan faktor yang dijadikan kriteria vitalitas suatu bahasa adalah jumlah penutur, proporsi penutur dalam populasi total, ketersediaan bahan ajar, respons bahasa terhadap media baru, tipe dan kualitas  dokumentasi, sikap bahasa dan kebijakan pemerintah dan  institusi,  peralihan  ranah penggunaan  bahasa,  sikap  anggota komunitas  terhadap  bahasanya,  serta transmisi bahasa antar generasi.
Perlindungan terhadap bahasa dilakukan sekurang-kurangnya dua tingkat, yaitu tingkat dokumentasi dan tingkat revitalisasi. Revitalisasi dimaksudkan sebagai upaya pelindungan terhadap bahasa yang masih digunakan oleh penutur dari sebagian generasi muda dalam hampir semua ranah, atau oleh semua generasi muda dalam ranah keluarga dan agama, serta kegiatan adat. Untuk revitalisasi tersebut, diperlukan tahap pendahuluan yang meliputi pendokumentasian, pengkajian, dan penyusunan bahan revitalisasi, seperti kamus, tata bahasa, dan bahan ajar. Untuk bahasa yang akan direvitalisasi, harus disiapkan sistem ortografi yang memungkinkan bahasa itu diterima dalam media baru.
Hubungannya dengan revitalisasi, bahasa Banda termasuk salah satu bahasa daerah di Indonesia yang direvitalisasi. Program revitalisasi bahasa Banda di inisiasi oleh James T. Collins dan Timo Kaartinen, bersama dengan beberapa generasi muda Banda. Melalui proses revitalisasi tersebut, ada beberapa media yang telah dibuat sebagai bahan revitalisasi, misalnya seperti; Pembuatan bahan ajar siswa setingkat PAUD dan TK, Penulisan karya tulis dengan bahasa Banda, serta pembuatan video ber-subtitle bahasa Banda.Â
Terakhir, pada tahun 2021 Kantor Bahasa Maluku menyelenggarakan Pentas Revitalisasi Bahasa Banda sebagai bagian dari upaya untuk melestarikan bahasa Banda. Di sisi lain, sangat diharapkan peran serta Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara untuk terlibat secara aktif dalam melestarikan bahasa daerah (Bahasa Banda, dan Bahasa Kei) melalui pembuatan Peraturan Daerah. Selain itu, perlu adanya proses habituasi penggunaan bahasa Banda oleh para penuturnya dalam berbagai waktu dan kesempatan, sehingga upaya pelestarian bahasa Banda benar-benar terwujud dan jauh dari ancaman kepunahan.
Pada akhirnya, untuk tetap menjaga dan melestarikan bahasa daerah, maka diperlukan keterlibatan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat penutur. Keterlibatan tersebut mencakup upaya pembuatan peraturan perudang-undangan oleh pemerintah pusat, serta peraturan daerah oleh pemerintah daerah. Melalui berbagi regulasi tersebut, diharapkan bahasa daerah tetap terjaga dan lestari sebagai sebuah aset budaya bangsa. Selain itu, yang jauh lebih penting adalah kesadaran serta keterlibatan masyarakat penutur secara aktif dalam melestarikan bahasa daerah, dengan cara membiasakan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Saat ini, bahasa Banda sebagai salah satu bahasa daerah di Provinsi Maluku yang terancam punah, dan perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak, terutama masyarakat penuturnya. Mengingat saat ini, dalam keseharian masyarakat Banda, terutama generasi muda tidak lagi menjadikan bahasa Banda sebagai bahasa utama dalam berkomunikasi. Mereka lebih senang berbicara dengan bahasa Melayu Ambon dalam kesehariannya. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, dan jika terus dibiarkan tanpa ada upaya untuk melestarikan bahasa Banda, maka tidak ada jaminan bahwa ke depan bahasa Banda akan tetap ada dalam kehidupan masyarakat penuturnya. (*)
DAFTAR BACAAN
Darwis, Muhammad. 2011. Nasib Bahasa Daerah Di Era Globalisasi: Peluang Dan Tantangan. Makalah. Makassar.
J. Collin & Timo Kaartinen. 1998. Preliminary notes on Bandanese; Language maintenance and change in Kei. KITLV. Leiden.
Salminen, Tapani. 1999. Unesco Red Book On Endangered Languages: Europe. http:/www.helsinki.fi/~tasalmin/europe_index.html#state.
Sugiyono. 2013. Pelindungan Bahasa Daerah dalam Kerangka Kebijakan Nasional Kebahasaan. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kemendibud. Jakarta.