Pendidikan anti korupsi saat ini dipandang sangat penting dan mendesak untuk diselenggarakan sebagai upaya menanamkan kesadaran anti korupsi bagi peserta didik sejak dini, mengingat upaya pemberantasan korupsi bukan hanya an sich tanggung jawab lembaga penegak hukum, akan tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk lembaga pendidikan.Â
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar untuk memberi pemahaman dan mencegah terjadinya perbuatan korupsi yang dilakukan dalam proses pembelajaran di sekolah. Pendidikan anti korupsi pada dasarnya dapat dilakukan pada pendidikan informal di lingkungan keluarga, pendidikan non formal, dan pendidikan formal pada jalur sekolah.Â
Namun menurut pendapat Handoyo (2007), sekolah dipandang lebih efektif untuk menyiapkan generasi muda berperilaku anti korupsi, karena otoritas yang dimiliki dan budaya yang dipunyai. Untuk menyiapkan generasi muda yang anti korupsi, maka hendaknya materi pendidikan anti korupsi di sekolah tidak hanya sekadar pemberian wawasan di ranah kognitif (materi), tidak sekadar pemahaman dan menghafal.Â
Lebih dari itu, pendidikan anti korupsi menyentuh pula ranah afektif dan psikomotorik, mengingat pendidikan anti korupsi di sekolah diharapkan dapat menjadi tempat untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, keterbukaan, dan tanggung jawab kepada siswa sejak usia dini.
Pendidikan anti korupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi, dengan cara mendorong  generasi  mendatang  untuk mengembangkan  sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas anti korupsi ini akan terwujud, jika kita secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi, dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan, "memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya" berarti melakukan rangkaian usaha untuk melahirkan generasi yang tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi yang terjadi (Sumiarti, 2007).
Setidaknya, ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan pendidikan anti korupsi dimaksud, yakni; Â Pertama, memberikan kesadaran secara dini kepada generasi muda tentang bahaya laten korupsi. Kedua, menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa, sehingga kelak mereka dapat meneruskan cita-cita para founding fathers, dan terbebas dari sikap dan prilaku koruptif yang merusak tatanan serta masa depan bangsa dan negara. Ketiga, menyadarkan generasi muda bangsa, bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi tanggung jawab lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung, melainkan menjadi tanggung jawab semua anak bangsa.
Upaya Membentuk Sikap Anti korupsiÂ
Pendidikan anti korupsi tidak hanya sebatas pada usaha sadar untuk memberi pemahaman dan mencegah terjadinya perbuatan korupsi, akan tetapi pendidikan anti korupsi dimaksudkan pula untuk membentuk sikap anti korupsi. Sikap anti korupsi adalah sikap dan perilaku untuk tidak mendukung adanya upaya merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.Â
Dengan kata lain, anti korupsi merupakan sikap menentang terhadap adanya korupsi (Aa Nurdiaman, 2009). Sementara itu, KPK mendefinisikan anti korupsi sebagai kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral, kesejahteraan) (KPK, 2006). Tentu saja, untuk membentuk sikap anti korupsi tersebut tidak dengan cara instan, akan tetapi melalui sebuah program pendidikan anti korupsi yang secara sistematis dan berkesinambungan dengan tujuan membentuk peserta didik yang anti terhadap segala bentuk korupsi.
Sejalan dengan itu, pendidikan anti korupsi dimaksudkan untuk membangun nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk membentuk sikap peserta didik dalam melawan korupsi. Untuk mencapai tujuan dimaksud, maka peserta didik harus: Pertama, memahami informasi. Bahaya korupsi biasanya ditunjukkan menggunakan argumen ekonomi, sosial dan politik. peserta didik tentunya akan sulit untuk memahami, untuk itu perlu 'diterjemahkan' ke dalam bahasa para anak dengan menunjukkan bagaimana korupsi mengancam kepentingan mereka dan kepentingan keluarga dan teman-teman. Kedua, mengingat. Tidak diragukan lagi, dengan proses mengulang, anak akan ingat, namun jika yang sama diulang lebih dari tiga kali, anak akan merasa jenuh dan merasa kehilangan hak untuk membuat pilihan bebas. Jadi tidak ada salahnya mengubah bentuk penyediaan informasi dengan cara yang paling tak terduga dan mengesankan (ada variasi). Ketiga, mempersuasi (membujuk) diri sendiri untuk bersikap kritis. Sikap kritis menjadi sangat kuat bila tidak hanya diberikan, tetapi mengarahkan mereka untuk mengembangkannya dengan penalaran intensif. Efeknya akan lebih kuat jika menggunakan metode pembelajaran aktif.
Selain ketiga hal tersebut, upaya pembentukan sikap anti korupsi juga perlu dilakukan dengan menampilkan sikap serta perilaku anti korupsi dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dengan membiasakan bersikap dan berperilaku hidup jujur, disiplin, bertanggung jawab, amanah, dan taat dan patuh pada aturan hukum serta ajaran agama. Sejalan dengan itu, proses pembentukan sikap anti korupsi dapat pula dilakukan melalui peneladanan oleh kepala sekolah, guru, serta pegawai di lingkungan sekolah. Selain pembiasan dan peneladanan, hal yang paling penting dalam upaya pembentukan sikap anti korupsi adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Terkait dengan hal tersebut, maka mata pelajaran Pendidikan Pancasila merupakan sarana yang paling tepat dalam upaya membentuk sikap anti korupsi pada diri peserta didik, mengingat mata pelajaran Pendidikan Pancasila merupakan mata pelajaran interdisipliner yang terdiri dari berbagai bidang disiplin keilmuan seperti; ilmu politik, ilmu hukum, ilmu sosial, moral, etika, psikologi, serta nilai-nilai Pancasila. Di mana bidang-bidang kajian tersebut memiliki keterkaitan dan dipandang paling tepat untuk menumbuhkan serta membentuk sikap anti korupsi pada diri peserta didik sejak usia dini di sekolah.