"Mungkin dia mau mencari kepuasan dengan kesempatan dalam kesempitan untuk memuaskan hasrat sementaranya. Hanya di kereta saja banyak yang menjadi korban pelecehan seksual. Karena adanya kesempatan seperti dalam keadaan yang ramai di kereta pelaku dengan mudah menggesek-gesekan kelaminnya di bokong cewek, sudah langganan banget, sih," ungkap IM saat di temui di Stasiun Sudirman, Jakarta, (Sabtu, 16/03/2019).
Hal ini diakui pelaku FAM (21) yang merupakan mantan pelaku Cat-Calling. FAM biasa melancarkan aksinya tersebut di tempat keramaian. Ia biasa beraksi di moda transportasi umum yang ramai penggunanya seperti KRL dan Transjakarta.
"Biasanya saya ngincer jam-jam sibuk di KRL atau bus misalnya. Saya coba terus deketin calon korban saya ini, Kalau sudah padat, saya gesek meraba-raba badan korban saya ini," ujar FAM.
Berdasar keterangan FAM, ia mengaku merasakan kepuasan tersendiri dalam melakukan aksinya tersebut dan pelaku-pun tidak merasa khawatir dalam melancarkan aksinya.
"Awalnya cuma iseng-iseng aja, tapi lama-kelamaan jadi kebiasaan, gak ada kriteria khusus untuk mangsa (korban), kalau udah ada mangsanya dan ada kesempatan langsung di sikat aja," sambung FAM.
FAM menuturkan bahwa dalam menjalankan aksinya tersebut, ia melakukannya secara individual, bukan kelompok. Untuk kriteria korban, pelaku  juga tidak melihat apakah korban berpakaian tertutup atau tidak. Baginya, pakaian yang dipakai seseorang tidak terlalu berpengaruh terhadap aksinya tersebut.
Hal ini dibenarkan oleh korban yang mengaku sudah berbusana sopan dan tertutup pun kerap kali diganggu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hal ini bisa dikarenakan tingkat pengetahuan mereka (oknum) yang rendah akan perilaku Cat-Calling yang termasuk ke dalam pelecehan seksual.
"Menurut gue gaya berbusana itu gak terlalu ada hubungannya sama Cat-Calling. Gue yang udah pakai kerudung masih ada (oknum) yang bersiul dan godain. Jadi, menurut gue gaya berbusana itu sebenarnya ada pengaruhnya. Tapi terkadang, walaupun kita sudah rapi dan tertutup pun masih jadi korban Cat-Calling," kata MA.
Sama halnya dengan korban lainnya, FC pun mengaku sependapat dengan korban lainnya bahwa gaya berbusana seseorang tak mempengaruhi dalam perilaku Cat-Calling.
"Cewek yang pakai cadar pun masih juga jadi korban Cat-Calling, gak ada pengaruhnya (busana yang dikenakan korban), mau pakai tengtop, hotpans, baju panjang, as long as you are women -- as long as you are girl, lo bakal jadi korban Cat-Calling. Gak relevan lagi kalau gaya busana mempengaruhi," ujar FC.
"Cat-Calling sendiri merujuk pada identitas gender sebagai objek seksual yang subordinat, bukan pada pakaiannya. Bahkan perempuan tertutup rapat sekalipun menjadi korban Cat-Calling," ujar Program Officer di Yogyatourium Creativespace & Communityhub, Erlina Rakhmawati.