Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Juni dan Sejarah yang Harus Kita Kritisi

7 Juni 2020   17:44 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:12 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno dan Soeharto, Sumber Gambar: istimewa

Pada Maret 1966, Soekarno terpaksa menandatangani Supersemar, yang memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk "mengambil semua tindakan yang dianggap perlu untuk memastikan keamanan dan ketertiban serta stabilitas jalannya revolusi.... demi kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia...."

Setelah dikeluarkannya Supersemar, 15 orang menteri dipecat dari Kabinet Soekarno atas perintah Soeharto. Dalam beberapa minggu selanjutnya, pembersihan dilanjutkan dengan lebih banyak menteri kabinet yang dicopot. Simpatisan PKI dan Soekarno dalam birokrasi kenegaraan dibersihkan. Lebih dari 300 Pejabat Angkatan Udara ditangkap. Pembersihan meluas dengan cepat ke aparat Angkatan Bersenjata lainnya dan kepolisian. 

Pada Juni 1966, komando militer yang baru membentuk MPRS yang anggotanya bersih dari PKI dan para pendukungnya. MPRS Orde Baru ini menegaskan legalitas Supersemar (Peter Kasenda, 2017:214-215). Dengan adanya aktivitas tersebut menyebabkan susunan keanggotaan DPR-GR menjadi berjumlah total 242 anggota. 

Dari jumlah tersebut 102 merupakan anggota partai politik, yaitu 44 anggota PNI dan 36 Partai NU, selebihnya anggota dari beberapa partai kecil. Sedangkan 140 anggota sisanya adalah dari Golongan Karya (termasuk ABRI) (Miriam Budiarjo, 2008:337).

Sebelum Kopkamtib melakukan pembersihan pada MPR dan setelah mendapatkan surat 11 Maret 1966, Soeharto sempat mengeluarkan Keputusan Presiden dengan mengatasnamakan Presiden, yaitu Keppres No. 1/3/1966 tertanggal 12 Maret 1966 tentang Pembubaran PKI. 

Walaupun mengatasnamakan Soekarno, Soeharto sama sekali tidak pernah mendapatkan restu untuk mengeluarkan Keppres tersebut dan Soekarno dengan gamblang menolak Keppres itu sebagaimana disampaikannya pada 12 Maret 1966 dengan memanggil Basuki Rachmat, M. Yusuf dan Amirmachmud ke Istana Bogor (Asvi Warman Adam, 2009:182-183). 

Keppres inilah dipertegas dengan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. 

TAP MPRS tersebut dikeluarkan setelah Kopkamttib melakukan 'pembersihan' di dalam tubuh MPR dan menjadi MPRS dengan menambahkan unsur-unsur diluar MPR sebelumnya. Sehingga konfigurasi politik pada tubuh MPRS adalah representasi dari kekuatan militer atau yang merupakan simpatisan militer (Orde Baru).

Dapat kita lihat bahwa Soeharto (militer) telah memegang kendali atau mengendalikan kondisi sejak pasca peristiwa G30S dengan memonopoli informasi dan "kebenaran", hingga tindakan-tindakan selanjutnya dengan menggunakan Kopkamtib serta memanfaatkan Surat 11 Maret 1966. 

Oleh karena itu, diawal tulisan ini, saya menyebutkan rezim militerisme 1965-1998, hal tersebut disebabkan secara de facto keputusan politik sudah berada di tangan Soeharto sejak 1965 (pasca G30S), walaupun secara hukum penyerahan kekuasaan baru terjadi pada 1967 dengan ditolaknya pidato pertanggujawaban Soekarno "Nawaksara" dihadapan MPRS dan dikeluarkannya TAP MPRS XXXIII/1967.

Menurut Peter Kasenda (2017:216), Soeharto menggunakan G30S sebagai dalih untuk merongrong legitimasi Soekarno sambil melambungkan dirinya ke kursi kepresidenan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun