1 Juni ditetapkan oleh Pemerintah pada 2016 sebagai hari lahir Pancasila dengan menggunakan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 yang sekaligus menjadikan 1 Juni sebagai hari libur nasional.
Sebelumnya, saya berpikir polemik mengenai hari lahir Pancasila sudah terselesaikan. Sudah tidak ada lagi silang pendapat mengenai hari lahir Pancasila, apalagi dengan ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila sedangkan 18 Agustus sebagai hari Konstitusi. Ternyata dugaan saya salah.Â
Tepat pada 1 Juni 2020 saya mengikuti sebuah webinar dengan pembahasan mengenai RUU Haluan Ideologi Pancasila yang dinarasumberi secara tunggal oleh seorang Profesor dari sebuah kampus negeri di Jawa Tengah.
Tak disangka, silang pendapat terjadi antara saya dan Profesor tersebut mengenai hari lahir Pancasila. Pasalnya, beliau meyakini 18 Agustus sebagai hari lahir Pancasila.
Saya tidak akan menyebutkan nama lengkap Profesor dan Kampus tempat Profesor mengabdi sebagai dosen. Menurut saya itu tidak penting dan kurang relevan. Karena yang lebih penting dan relevan adalah pendapat beliau, yang mungkin juga diyakini oleh tidak sedikit masyarakat Indonesia.Â
Oleh karena itu, dengan tulisan ini saya harap dapat menjadi secercah cahaya di dalam kegelapan hegemoni militerisme yang telah menguasai Indonesia sejak 1965-1998 dan masih membekas di dalam benak tidak sedikit masyarakat Indonesia hingga kini.
1 Juni dan Sejarah Hari Lahir Pancasila
Badan Penyeledikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk oleh Jepang sebagai wujud dari Jepang, yang mengaku sebagai saudara Asia, untuk memerdekaan Indonesia. Hal ini dilakukan setelah posisi Jepang yang semakin terpojok dalam perang pasifik.
1 Maret 1945 BPUPKI diumumkan oleh Jepang sebagai badan yang dibentuk untuk mempersiapkan segala halnya guna menuju Indonesia merdeka. Namun 29 Mei 1945 BPUPKI baru dapat bekerja dan memulai sidangnya dengan agenda menentukan dasar negara.Â
Dr. Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua BPUPKI sekaligus pemimpin sidang membuka sidang dengan pertanyaan mendasar yaitu, dasar Indonesia merdeka, yang oleh Soekarno sebut sebagai "Philosofische Grondslag" atau fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya berdiri Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
Soekarno menyampaikan pemikirannya pada 1 Juni 1945, setelah dari 29 Mei 1945 secara berturut-turut hingga 1 Juni 1945 belum menemukan kata sepakat dari jawaban-jawaban peserta sidang atas pertanyaan Dr. Radjiman Wedyodiningrat.