KIDUNG RINDU SEORANG GURU
Karya : Salahuddin Idris
Temaram lampu membias di bilik berandaku.
Sosok muda pemantik asa tergopoh datang dan berkata, “selayaknya anda coba”
Ada isyarat anggukan saat kulirik perempuanku dan semata wayang belahan jiwaku.
Selepas Isya kutelisik makna pemantik dan anggukan itu.
Sampai larut kurengkuh gawai dan memulai. Oh, aku tergoda... Ia merayu, menebar pesona.
Jemariku menari untuk CV, Essay, TBS berlanjut Simulasi, Wawancara, LMS.???
Ooh... Tantangan ini menyolek naik turun adrenalinku, laksana cadasnya tanah kediaman leluhurku Sape Mbojo Bima Tentang mengayuh perahu mengarungi riak gelombang Gilibanta selat Sape dan Pulau komodo. Tentang bocah joki bergelantungan di leher kuda Bima jokiannya yang hampir terpental jatuh
namun dia berhasil mencapai garis finis di arena pacuan kuda tradisional Bima.
Seorang bijak bestari Ki Hajar Dewantara cukup menginspirasi dan mempesonaiku.
Ajaran keteladanannya menuntun kodrat anak bangsa di depan di tengah di belakang.
Laksana petani. Semai bibit, olah tanah, rawat, siram, pupuk, tepis hama tanaman, hingga panen melimpah kebaikan.
Pendidikan yang memanusiakan manusia layaknya manusia. Mandiri, dewasa, merdeka belajar berpusat pada siswa siswa siswa... Mewujud pelajar Pancasila
Fondasi Pendidikan sekokoh batu karang bagi bersemayamnya benih-benih kebudayaan, menjemput peradaban oleh peran guru dengan kelimpahan kebaikan mentalitas, moralitas spiritualitas berkualitas.
Penuh damai, toleran atas rahmat Allah Ta’ala Tuhan Yang Maha Esa Penguasa alam semesta.
Seketika Kidung Rindu Seorang Guru membuncah pada tingkah canda tawa anak muridnya.
Sekian lama tidak bersua karena cobaan wabah pandemi
Tentang khidmat mengheningkan cipta saat upacara bendera,
Tentang kegaduhan kelas di pagi hari saat serunya mengerjakan PR sebelum jam pertama,
tentang kegelisahammu saat pelajaran jam terakhir
Tentang curahan hatimu di majalah dinding, tentang manjamu menjulurkan kepala saat gurumu izin mencukur dan merapikan rambutmu.
Melewati titian hari bersamamu laksana merangkai bait-bait syair pujangga. Namun aku bukan seorang pujangga.
Aku seorang guru yang merasa senang menjadi seorang guru yang pantas dikenang dan diteladani oleh anak muridku
Laksana lantunan kidung masa kecilku :
“Terpujilah wahai engkau Bapak ibu Guru, namamu akan selalu hidup didalam sanubariku .”
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H