Adapun ketika kondisinya harus mengikuti kompetisi lomba di kancah internasional, maka memang perlu dilakukan pemilihan siapa yang pantas berlomba, karena tidak mungkin yang dikirim semuanya. Kondisi seperti itu adalah kondisi berbeda jika kita kaitkan dengan kondisi dalam negeri kita sendiri yang memang mental juara anak didik bangsa perlu digenjot terus menerus.
Tidak ketinggalan untuk menguatkan pendapatnya, Bapak menteri mengajak untuk mengingat kembali ingatan-ingatan kita, di era pak Tino Sidin yang mengajarkan bergambar di televisi. Bagaimana pun keadaan hasil gambaran anak didiknya, pak Tino Sidin selalu memberikan ucapan, “bagusssss” hal ini bisa menumbuhkan mental juara anak didik. Bagi Anies Baswedan cara atau sikap yang ditunjukkan pak Tino Sidin perlu ditiru ditumbuhkan, itu karena pak Tino Sidin tidak memangkas percaya diri anak didiknya dengan sikapnya itu. Karena perlu ditekankan, jika pemangkasan rasa percaya diri anak didik, hal itu berpengaruh kepada mental lebih jauh kepada prestasi anak didik kita.
Kemudian, fenomena yang terjadi saat ini, dimana kita cenderung mendahulukan keluh kesah, ketahuilah bahwa keluh kesah itulah yang kemudian bisa menimbulkan efek negative terhadap mental atau rasa percaya diri kita.
Kalau melirik kepada sejarah, bagaimana penderitaan yang dialami oleh mereka di zaman yang keras, para seniman kita seperti Chairil Anwar ataupun Affandi. Namun, apa yang mereka tonjolkan, mereka bukan menonjolkan apa yang mereka deritakan, keluh-kesah mereka, tetapi semangat kemajuan yang ditonjolkan, itu bisa dilihat dari puisi-puisinya. Begitu juga dengan Affandi, itu bisa dilihat dari lukisan-lukisannya.
Hal penting yang perlu dilakukan dalam kemajuan atau membangun bangsa, yaitu sepenuhnya pro terhadap pemerintah, mendukung pemerintah boleh tetapi jangan sampai menghilangkan daya kritis. Karena pemerintah perlu dikritisi “tolong positif tentang bangsa, tetapi kritis terhadap pemerintah”, ungkap Anies Baswedan.
Kita juga mengenal, bagaimana pendidikan yang sering diterapkan, perintah dan hukuman, bagi Anies Baswedan itu adalah hal kuno, baginya, yang terpenting adalah bagaimana mendisiplinkan. Bukan malah melakukan penghukuman.
Terakhir, mengenai bagaimana menumbuhkan mental juara anak didik bangsa, menurut beliau dengan membiarkan mereka berkembang, jangan malah memangkas rasa percaya diri mereka, karena itu bisa memperlemah mereka.
Kemudiann, pesan untuk para pendidik untuk menganggap anak didik seperti biji yang akan terus berkembang dan tubuh bukan menganggapnya hanya sebagai kertas kosong.
Lalu, kita kembali kepada permasalahan bahasa yang dialami Indonesia saat ini. Sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa cenderung perkembangan bahasa Indonesia lambat. Padahal, ia memiliki sumber kosakata bahasa yang sangat banyak; yaitu bahasa daerah. Mengapa itu terjadi? Itu tidak lain karena kesadaran untuk menggunakan bahasa sendiri yang masih kurang. Tidak dipungkiri memang,kita harus menguasai tiga bahasa; bahasa daerah, nasional, dan internasional.
Mungkin kita tahu, bahwa memang keinginan untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional bukan keinginan baru. Hal tersebut mungkin seringkali didiskusikan oleh para ahli di bidang itu. Sayangnya, itu bisa terkendala, karena ternyata perkembangan kosakata bahasa Indonesia yang lambat, padahal bahasa internasional butuh kepada kosakata yang banyak.
Kita bisa lihat bagaimana keterlambatan tersebut dari data yang telah disodorkan Bapak Anies Baswedan,tahun 1953 kamus bahasa Indonesia tercetak, saat itu kosakatanya berjumlah 23.000 kata, sementara sekarang kosakata bahasa Indonesia sudah mencapai 92.000 kata. Ini sangat lambat, karena ternyata untuk mencapai 92.000 kata dibutuhkan waktu 62 tahun. Ini sangat berbeda kalau kita melihat inggris yang berhasil menambah kosakatanya sebanyak 8500 per tahun.