Hal yang ditimbulkan dari aksi membakar hutan telah membuat bermacam permasalahan melibatkan pada sektor usaha, pengusaha sampai pada aparat sipil dan pejabat.
Kedua metode yang digunakan dalam deforestasi ini berada pada proses alih fungsi lahan hutan berubah menjadi perkebunan sawit tetap menjadi perbincangan hingga saat ini, seperti pada deforestasi terencana yang memiliki landasan secara legalitas pada suatu lahan hutan seringkali menjadi sebuah pertanyaan besar.
Pada tahun 2019 terungkap adanya sebuah pemutihan kasus di Kalimantan Barat, bahwa telah terjadi kebakaran hutan dengan maksud sebagai konversi lahan hutan berubah menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Sintang.
Dimana terdapat dua perusahaan perkebunan sawit yang mengelolanya dan kawasan tersebut dinyatakan sebagai daerah non- Gambut dengan perubahan batas dari wilayah hutan Gambut sama pada batas yang telah ditentukan secara HGU atau Hak Guna Usaha dalam perkebunan.
Hal ini menjadi pertentangan pada salahsatu domestik pemerintah pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa perkebunan sawit yang terlanjur digunakan pada wilayah HGU juga lahan asli dari perkebunan sawit itu lahan gambut maka diwajibkan kembali untuk melepaskan wilayah tersebut dari Hak Guna Usaha untuk direstorasi kembali menjadi hutan gambut.
Terkait pada isu ini serta dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan hutan menjadi sebuah perkebunan sawit, pemerintah Indonesia melalui kebijakan diplomasi lingkungannya berusaha untuk dapat berkontribusi dalam komoditas kelapa sawit yang mengarah pada tata kelola lingkungan.
Presiden Joko Widodo mengajukan beberapa kebijakan melalui diplomasi lingkungan yang berupaya dapat menjadi sebuah alat penghubung antar negara, yang tidak hanya menjadi sebatas kepentingan pada politik tetapi juga mencakup pada dampak global yang dihasilkan.Â
Kebijakan di era kepemimpinan Joko Widodo dalam isu alih fungsi lahan hutan ini disebut dengan Indonesian Sustainable Palm Oil yang didalamnya terdapat pembaharuan aturan yang diterbitkan secara khusus untuk memperkuat kebijakan dalam mencapai tata kelola pada komoditas kelapa sawit secara berkelanjutan dan membawa kebijakan ini sejalan dengan komitmen Indonesia yang juga menjadi kesepakatan secara global mengenai tujuan pembangunan secara berkelanjutan.Â
Dimana pemerintah ingin memberikan citra positif komoditas kelapa sawit kepada kancah internasional serta melalui kebijakan ini pemerintah akan memberi perhatian lebih kepada isu lingkungan.
Indonesia telah mempunyai landasan hukum mengenai alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 yang berfokus pada bidang lingkungan, secara khusus pada pengoptimalan fungsi kawasan hutan yang konversi secara berkelanjutan.
Kemudian, peraturan tersebut diperkuat kembali pada tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo yaitu Instruksi Presiden pada nomor 6 Tahun 2019 yang berisi Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan tahun 2019-2024.