Mohon tunggu...
Saifullah Ibnu
Saifullah Ibnu Mohon Tunggu... Petani - Dir. Eksekutif Literasi Demokrasi (LIDI) Indonesia

Penikmat kopi hitam| hobi bertani| sedikit tertarik dgn isu kepemiluan|

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Perppu, Pilkada tanpa Corona

10 Mei 2020   10:17 Diperbarui: 12 Mei 2020   03:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4 Mei Presiden Jokowi meneken Peraturan Penggati Undang Undang (Perppu) Pemilihan Kepala Daerah melalui Perppu Nomor 2 tahun 2020. Ada tiga hal yang menggembirakan dari isi Perppu tersebut.

Pertama, konstitusionalitas penundaan pilkada serentak 2020 telah dipenuhi. Secara eksplisit penundaan disebutkan karena terjadi bencana nonalam (Covid19), dan akibat penundaan yang dimaksud dilaksanakan pada bulan desember tahun ini.

Kedua, kejelasan pengaturan kewenangan penundaan tahapan serta pelaksanaan pilkada serentak lanjutan. Perppu ini memberikan kewenangan kepada KPU untuk menetapkan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah dan DPR.

Ketiga, penambahan frasa "bencana nonalam" pada pasal 120. Sebelumnya tidak disertakan dalam ketentuan pasal 120 UU Nomor 10 tahun 2016. Kepastian ini tentu melegakan bagi penyelenggara pemilu.

Ketiga hal tersebut, memang menggembirakan untuk kita semua. Paling tidak karena ada kepastian hukum yang menjadi dasar dan acuan pedoman teknis penyelenggaraan pemilihan lanjutan serentak 2020. Terlepas ada catatan dari berbagai pihak yang menilai tentang penundaan di bulan Desember dan kewenangan KPU yang mengharuskan ada persetujuan pemerintah dan DPR yang dianggap kurang tepat.

Apakah kegembiraan tersebut dirasa cukup sebagai alasan yang rasional dan realistis untuk pelaksanaan pemungutan suara di bulan Desember 2020. Jawabannya ada pada alasan mengapa Perppu No. 2/2020 di teken oleh Presiden.

Covid19 masih menekan
Sampai hari ini penyebaran penularan Covid19 belum dapat dihentikan. Yang paling menguatirkan adalah vaksin corona belum juga ditemukan, disisi lain jumlah yang terpapar dan korban jiwa kian bertambah. Tentu kondisi demikian mengancam keselamatan kesehatan masyarakat, dan terutama makin merisaukan jika penyelenggaraan pesta demokrasi di 270 daerah tetap digelar pada Desember 2020.

Namun berdasarkan kalkulasi Pemerintah bahwa akhir bulan ini penanganan dan pengendalian Covid19 dapat diakhiri. Optimisme tersebutlah yang menjadi dasar pertimbangan pilkada lanjutan dapat diselenggarakan pada desember 2020. Dan itu artinya, KPU akan mulai melaksanakan tahapan pilkada lanjutan di awal Juni 2020.

Tentu berharap optimisme itu dapat mendekatkan kita pada jalan keluar dari status darurat covid19. Sisa waktu 20 hari kedepan masih mungkin bisa diwujudkan dengan catatan jika semua elemen masyarakat mendukung kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), tetap menggunakan masker, stay at home, work from home, social dan physical distancing, serta tanpa mudik. Semua ketentuan itu dilaksanakan dengan disiplin tinggi. Kita berharap target itu benar-benar dapat diwujudkan.

Problemnya jika penyebaran virus Corona belum juga barhasil dihentikan dalam waktu satu bulan ini. Pertanyaan buat kita semua, apa penyelenggaraan pilkada lanjutan tetap dilaksanakan sesuai pasal 201A (ayat) 2 Perppu No. 2/2020. Menurut saya harus ada skenario jalan keluar yang moderat demi menjaga kesehatan masyarakat, juga kualitas kontestasi elektoral di 270 daerah.

Jalan keluar

Skenario yang tersedia jika pemungutan suara tetap dilaksanakan pada bulan Desember 2020, namun Pandemi Corona masih belum teratasi. Maka KPU dihadapkan dengan dua pilihan.

Pilihan pertama, KPU menyelenggarakan seluruh tahapan lanjutan ditengah situasi darurat kesehatan masyarakat dengan berbagai tantangan dan ancaman. Implikasinya secara teknis penyelenggaraan tidak seperti dalam waktu normal pilkada sebelumnya. 

Situasi demikian tentu mengandung tantangan bagi KPU dan Bawaslu. Paling tidak tantangan yang dihadapi ialah teknis pelaksanaan harus menyesuaikan dengan protokol covid19. Sebab sulit dibayangkan bila KPU dan Bawaslu tidak mengadopsi ketentuan protokol penanganan Covid19.

Praktis secara otamatis, KPU melaksanakan tahapan dengan pendekatan social and phisycal distance, juga termasuk KPU harus menambahkan item baru dalam katalog logistik Pilkada yang tak pernah kita kenal dalam pemilihan umum maupu pemilihan kepala daerah selama ini yaitu seperti masker, disinfestan, hand sanitizer, dan alat pengukur suhu badan, baik pada pelaksanaan tahap pencoklitan DPT, kampanye terbuka dan lebih lebih pada saat pemungutan suara di TPS. Bahkan memungkinkan petugas KPPS harus melengkapi diri dengan Alat Pelindung Diri (APD). 

Selain itu, Bawaslu harus meredesain teknis pengawasan yang menyesuaikan dengan protokol Covid19. Penyesuaian itu semua sangat bisa dilakukan diatas kertas, tapi jangan lupa secara teknis di lapangan tidak mudah diterapkan. Kendati ini bukan pilihan yang jauh dari ideal, tapi kita tetap dukung KPU agar dapat berhasil menghadirkan proses tahapan yang berintegritas dan output pilkada yang berkualitas.

Jalan keluar yang kedua adalah KPU melakukan penundaan dan penjadwalan kembali pelaksanaan pilkada atas persetujuan bersama dengan Pemerintah dan DPR. Secara konstitusional pilihan ini tersedia lewat Pasal 122A. Bila KPU diharuskan menggunakan kewenagan barunya ini. Baiknya pilkada serentak ditunda ke tahun 2021. Sehingga tata kelola pemilihan kepala daerah serentak bisa didesain ulang. Misalnya menyertakan pemilihan dengan kepala daerah yang habis masa jabatannya tahun 2021.

Pilihan kedua ini menurut saya paling rasional dan realistis, mengingat situasi pengendalian Covid19 belum ada yang bisa menjawab akan berakhir bulan ini atau besok lusa. Termasuk Pemerintah sendiri terlihat ragu akan kepastian covid19 bisa teratasi dalam waktu cepat. 

Keraguan itu terbaca dengan jelas dari Pasal 201A (ayat) 3 yaitu "dalam hal pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir". Ketentuan ini menjelaskan bahwa tidak ada kepastian akhir bulan ini Corona berhasil dilawan.

Alasan lain mengapa pilihan ini diterima dan realistis adalah karena sesungguhnya Perppu sendiri menghendaki Pilkada lanjutan dapat dilaksanakan jika covid19 sudah berakhir. 

Disinilah mengapa Perppu No.2/2020 tidak mengunci pelaksanaan pemungutan suara pemilihan lanjutan harus di bulan desember kalau syarat utamanya belum terpenuhi. Sekali lagi, bila dibaca secara cermat poin utama dari Perppu itu sesungguhnya mensyaratkan penyelenggaraan Pilkada lanjutan tanpa Corona sesuai dengan dasar mengapa Perppu diteken dan pilkada ditunda.

Terlalu spekulatif dan berbahaya andai Pilkada lanjutan 2020 tetap dilaksanakan ditengah status darurat kesehatan, sebab tidak hanya kesehatan masyarakat yang dipertaruhkan tapi juga kesehatan demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, pilkada lanjutan harus dilaksanakan sesuai spirit Perppu No. 2/2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun