Skenario yang tersedia jika pemungutan suara tetap dilaksanakan pada bulan Desember 2020, namun Pandemi Corona masih belum teratasi. Maka KPU dihadapkan dengan dua pilihan.
Pilihan pertama, KPU menyelenggarakan seluruh tahapan lanjutan ditengah situasi darurat kesehatan masyarakat dengan berbagai tantangan dan ancaman. Implikasinya secara teknis penyelenggaraan tidak seperti dalam waktu normal pilkada sebelumnya.Â
Situasi demikian tentu mengandung tantangan bagi KPU dan Bawaslu. Paling tidak tantangan yang dihadapi ialah teknis pelaksanaan harus menyesuaikan dengan protokol covid19. Sebab sulit dibayangkan bila KPU dan Bawaslu tidak mengadopsi ketentuan protokol penanganan Covid19.
Praktis secara otamatis, KPU melaksanakan tahapan dengan pendekatan social and phisycal distance, juga termasuk KPU harus menambahkan item baru dalam katalog logistik Pilkada yang tak pernah kita kenal dalam pemilihan umum maupu pemilihan kepala daerah selama ini yaitu seperti masker, disinfestan, hand sanitizer, dan alat pengukur suhu badan, baik pada pelaksanaan tahap pencoklitan DPT, kampanye terbuka dan lebih lebih pada saat pemungutan suara di TPS. Bahkan memungkinkan petugas KPPS harus melengkapi diri dengan Alat Pelindung Diri (APD).Â
Selain itu, Bawaslu harus meredesain teknis pengawasan yang menyesuaikan dengan protokol Covid19. Penyesuaian itu semua sangat bisa dilakukan diatas kertas, tapi jangan lupa secara teknis di lapangan tidak mudah diterapkan. Kendati ini bukan pilihan yang jauh dari ideal, tapi kita tetap dukung KPU agar dapat berhasil menghadirkan proses tahapan yang berintegritas dan output pilkada yang berkualitas.
Jalan keluar yang kedua adalah KPU melakukan penundaan dan penjadwalan kembali pelaksanaan pilkada atas persetujuan bersama dengan Pemerintah dan DPR. Secara konstitusional pilihan ini tersedia lewat Pasal 122A. Bila KPU diharuskan menggunakan kewenagan barunya ini. Baiknya pilkada serentak ditunda ke tahun 2021. Sehingga tata kelola pemilihan kepala daerah serentak bisa didesain ulang. Misalnya menyertakan pemilihan dengan kepala daerah yang habis masa jabatannya tahun 2021.
Pilihan kedua ini menurut saya paling rasional dan realistis, mengingat situasi pengendalian Covid19 belum ada yang bisa menjawab akan berakhir bulan ini atau besok lusa. Termasuk Pemerintah sendiri terlihat ragu akan kepastian covid19 bisa teratasi dalam waktu cepat.Â
Keraguan itu terbaca dengan jelas dari Pasal 201A (ayat) 3 yaitu "dalam hal pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir". Ketentuan ini menjelaskan bahwa tidak ada kepastian akhir bulan ini Corona berhasil dilawan.
Alasan lain mengapa pilihan ini diterima dan realistis adalah karena sesungguhnya Perppu sendiri menghendaki Pilkada lanjutan dapat dilaksanakan jika covid19 sudah berakhir.Â
Disinilah mengapa Perppu No.2/2020 tidak mengunci pelaksanaan pemungutan suara pemilihan lanjutan harus di bulan desember kalau syarat utamanya belum terpenuhi. Sekali lagi, bila dibaca secara cermat poin utama dari Perppu itu sesungguhnya mensyaratkan penyelenggaraan Pilkada lanjutan tanpa Corona sesuai dengan dasar mengapa Perppu diteken dan pilkada ditunda.
Terlalu spekulatif dan berbahaya andai Pilkada lanjutan 2020 tetap dilaksanakan ditengah status darurat kesehatan, sebab tidak hanya kesehatan masyarakat yang dipertaruhkan tapi juga kesehatan demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, pilkada lanjutan harus dilaksanakan sesuai spirit Perppu No. 2/2020.