"Kamu jangan bohong!"
"Sumpah! Tapi kalo nggak percaya yah terserah"
Ada saatnya Ridwan bisa diajak kompromi. Namun sulit sekali bagiku untuk membuktikan ucapannya.
Malam semakinlarut. Jam sudah menunjukanpukul setengah dua belas malam. Aku memberanikan diri, untuk duduk diwarung yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mangkal para waria penjaja sexs. Kufikir ini hal konyol yang aku lakuin. Aku berharap tak melihat ayah mala mini, bukti bahwa keberadaan cerita itu bohong. Dengan ditemani tangisan, aku melihat kehidupan suram mala mini.kufikir hanya para perempuan saja yang menjajakan dirinya, ternyata ada juga. Kadang otak kecilku berfikir tentang keanehan ini.
Aku menunggu, beberapa kali kulihat waria itu melintasi jalanan.
"Neng, udah malem bukannya pulang" suara salah seorang waria yang melintas
"Nggak, pengen duduk-duduk aja" jawabku polos
"Mau belajar jadi kayak kita-kita yah, salah tempat. Ini khusus para waria mangkal,bukan abg simpenan om-om"
"Mulut kalian tuh kaya nggak disekolahin, siapa juga yang mau jual diri. Ikh..." aku melengos kesal,aneh-aneh aja
Setelah dua orang yang menyebalkan itu pergi, aku melihat satu sosok yang sedikit kucurihai. Ia mengenakan baju merah, guratan wajahnya kukenal. Aku memberanikan diri untuk mendekat. Perlahan kulihat seksama, ia tidak menyadari kehadiranku. Dan seketika saling bertatapan...
"Ayah!" aku menangis sejadinya. Hatiku hancur tidak karuan, aku benar-benar kalau apa yang diceritakan orang sesungguhnya adalah fakta