Walau aku dekat dengannya. Namun tidak begitu dengan keluarganya. Aku merasa belum ada kecocokan. Terutama dari neneknya. Neneknya seolah merasa ada yang lain seketika menatapku. Namun aku terus mengambil hal positifnya saja. Toh aku berhubungan dengan cucunya serius, bukan main-main.
Tepat pukul Sembilan, akhirnya aku bisa bernafas lega. Setelah dituntut oleh loyalitas dalam bekerja, akhirnya aku pulang dengan sedikit ketenangan. Karena pekerjaan ini akhirnya selesai juga.
"Gion, kamu dimana?" suara ibu tatkala aku sudah berada didalam mobilku
"Dijalan bu, ada apa?" tanyaku
"Kamu cepat pulang, orang dari percetakan undangan sudah datang"
"Oh, ia bu. Lima belas menit dari sekarang saya pasti datang. Ibu bilang saja kalau disuruh menunggu"
"Ia-ia"
Ibu mematikan telfonnya. Jelas, ada kebahagiaan dalam wajahku. Akhirnya aku akan menjadi lelaki seutuhnya. Menikahi seorang gadis yang amat sangat kucintai. Sempat terbersit dalam fikiran bahwa aku laki-laki yang paling beruntung. Yang mampu meminangnya.
Sesampainya dirumah, kulihat Pak Danang tengah duduk diruang tamu dan ditemani ibu. Senyum mengembang dari bibirnya. Kulihat beberapa plastik besar, yang isinya undangan yang aku pesan.
"Sudah selesai, Pak" aku tersenyum dan ikut nimbrung
Aku duduk sambil melihat-lihat hasilnya. Cukup bagus, dan aku merasa puas. Lantaran undangan yang sudah jadi hasilnya sesuai dengan apayang aku minta.