Mohon tunggu...
Saiful Rizal
Saiful Rizal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Konteks Riba dalam Pandangan Ulama

6 Mei 2019   21:41 Diperbarui: 1 Juli 2021   23:43 2703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Jabir bin Abdullah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambilah yang halal dan tinggalkan yang haram". (HR Ibnu Majah).

A. Pengertian Riba

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang di bebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, riba berarti tumbuh dan membesar.

Adapun menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secar batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan.

Baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam, bisa melalui "bunga" dalam utang piutang, tukar menukar barang sejenis dengan dengan kuantitas yang tidak sama, dan sebagainya. Dan, riba dapat terjadi dalam semua transaksi maliyah.

Baca juga : Review Buku "30 Dosa Riba yang Dianggap Biasa"

B. konteks  ekonomi islam
 1. Riba dalam agama samawi

Secara historis riba (bunga) hampir sama tua dengan peradaban manusia, dan praktiknya suda di cetak sejak  lama. Plato, seorang filosof yunani (424-347 SM) dan aristoteles termasuk orang yang mengtuk pembungaan uang yang dalam literatur barat disebut dengan usury atau interest.

Dari segi agama, bukan hanya islam yang mengutuk bunga, namun juga agama yahudi dan nasrani. Dalam agama yahudi larangan praktik pengambilan bunga banyak terdapat dalam kitab suci agama yahudi, baik dalam perjanjian lama maupun undang -- undang tamlud. 

Kitab keluaran  22:25 menyatakan:(jika engkau meminjam uang dari sala satu ummatku, orang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah kamu bebankan bunga terhadapnya.

Adapun dalam agama kresten, larangan praktek riba di kemukakan dalam kitab perjanjian baru. Ayat yang terdapat dalam lukas merupakan ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Namun sekalipun semua agama mengutuk bunga, praktik bunga tetap berjalan hingga hari ini. Miller menyatakan bahwa bunga adalah sejumlah dana, di nilai dari uang, yang di terima si pemberi pinjaman sedangkan suku bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman. 

Islam, sebagaimana  agama yahudi dan nasrani juga sangat membenci riba, bahkan mengharamkanya. Semua ulamak sepakat bahwa riba merupakan dosa besar yang wajib di hindari  dari muamalah setiap muslim. Bahkan yusuf al-qoradhawi dalam bukunya bunga bank haram mengatakan bahwa, tidak perna allah SWT. 

Baca juga : Tips agar Terlepas dari Jeratan Utang Riba

Mengharamkan sesuatu se dahsyat allah swt mmengharamkan riba seorang muslim yang hanif akan merasakan jantungnya seolah akan berhenti ketika membaca pengharaman riba. ( dalam qs. Al- baqorah [2]: 275 -281) hal ini karna begitu buruknya riba dan dampaknya bagi ke hidupan masyarakat sehingga pelakunya di ibaratkan seperti orang yang ke masukan syaitan. Dari hadis  rosulullah saw juga mengemukakan.

 " dari abu huroirah r.a. rosulullah saw bersabda: jauhilah tuju perkara yang membinasakan, para sahabat bertanya, apa saja tuju perkara tersebut wahai rosulallah,? 

Beliau menjawab, menyekutukan allah, sihir, membunuh jiwa yang di haramkan allah swt. Kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan peperanga dan dan menuduh berzina pada wanita- wanita mukmin yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat."(muttafakun alaih).

Secara garis besar riba di kelompokkan menjadi dua, yaitu utang --piutang  dan riba jual beli. Riba utang piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah. Adapun riba jual beli terbagi atas riba fadhl dan nasiah

Riba qardh: suatu manfaat atau kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang
a. Riba jahiliyah: utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan
b. Riba fadhl: pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi
c. Riba nasiah: penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Banyaknya klasifikasi riba diatas, menunjukkan bahwa riba memiliki peranan penting dalam proses akumulasi harta. 

Baca juga : Pandangan Islam tentang Riba

Berbagai teori tentang pentingnya bunga memang telah dikembangkan oleh para ekonom kapitalis. Teori-teori ini telah diterapkan secara intensif oleh para kapitalis dan pengikutnya sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang, meskipun sesungguhnya teori-teori itu lemah. 

Teori-teori tentang bunga tersebut antara lain time-preference theory, liquidity preference theory, interest and deposit mobilization, bunga sebagai harga kelangkaan dari modal, biaya kesempatan modal (opportunity cost of capital), bunga untuk mengimbangi penurunan nilai uang karena inflasi dan bunga sebagai keuntungan. (Isnaini, 2015:189-198)

C. Pendapat ulama tentang riba
Ulama sepakat menetapkan riba fadhl pada tujuh barang, seperti terdapat pada nash, yaitu emas, perak, gandum, syair, artikel, kurma, garam, dan anggur kering. Pada benda-benda ini, adanya tambahan pada pertukaran sejenis adalah diharamkan. Adapun pada barang selain itu, para ulama berbeda pendapat:

Zahiriyyah hanya mengharamkan ketujuh benda tersebut
Menurut pendapat yang masyhur dari imam ahmad dan abu hanifah, riba fadhl terjadi pada setiap jual beli barang sejenis dan yang ditimbang

a. Imam syafi'i dan sebagian pendapat imam ahmad berpendapat bahwa riba fadhl dikhususkan pada emas dan perak dan makanan meskipun tidak ditimbang
Sa'id ibnu musayyab dan sebagian riwayat ahmad mengkhususkannya pada makanan jika ditimbang
Imam malik mengkhusukannya pada makanan pokok
Untuk lebih jelasnya, perbedaan pendapat tersebut akan dijelaskan dibawah ini

b. Madzhab Hanafi
Illat riba fadhl menurut ulama hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam, dan anggur kering. Dengan kata lain, jika barang-barang yang sejenis dari barang-barang yang telah disebut diatas, seperti gandum dengan gandum ditimbang untuk diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl.

c. Madzhab Malikiyah
Illat diharamkannya riba menurut ulama malikiyah pada emas dan perak adalah harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam hubungannya dengan riba nasiah dan riba fadhl

Illat diharamkannya riba nasiah dalam makanan adalah sekedar makanan saja (makanan untuk selain mengobati), baik karena makanan tersebut terdapat unsur penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak ada kedua unsur tersebut.
Illat diharamkannya riba fadhl pada makanan adalah makanan tersebut dipandang sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama

d. Madzhab Syafi'i
Illat riba pada emas dan perak adalah harga, yakni kedua barang tersebut dihargakan atau menjadi harga sesuatu. Begitupula uang, walaupun bukan terbuat dari emas, uang pun dapat menjadi harga sesuatu.

Illat pada makanan adalah segala sesuatu yang bisa dimakan dan memenuhi tiga kriteria tersebut.

Sesuatu yang biasa ditunjukkan sebagai makanan atau makanan pokok;  makanan yang lezat atau yang dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti ditetapkan dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin dan anggur kering; makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan dan memperbaiki makanan, yakni obat.

e. Madzhab hambali

Pada madzhab ini terdapat tiga riwayat tentang illat riba yang paling masyhur adalah seperti pendapat ulama hanafiyah. Hanya saja, ulama hanabilah mengharamkan pada setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma.

Riwayat kedua adalah sama dengan illat yang dikemukakan oleh ulama syafi'iyah.
Riwayat ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap makanan yang ditimbang, sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba walaupun ada tambahan. Demikian juga pada sesuatu yang tidak dimakan manusia. (Rachmat, 2001:264-269)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun