Menetapkan Langkah
Ketika Ken Angrok mencoba menenangkan diri dari rasa laparnya yang akut, Tirta keluar dari dalam rumah dengan wajah yang sudah agak bersih dari bekas pukulan. "Maaf ya, Ken, aku harus sembunyikan bekas-bekas pukulan ini dulu, jadi agak lama," kata Tirta sambil duduk di hadapan Ken Angrok, "Kalo nanti ayahku pulang dan melihat memar-memar di wajahku, bakal rame deh..." lanjut Tirta.
"Gak apa-apa, tapi kayanya tetap akan ketahuan..." jawab Ken Angrok sambil tersenyum.
Tirta meraba-raba mukanya, "bener juga kata Ken Suryo," pikirnya. Lalu katanya pada Ken Angrok, "Ken, bisa ga kira-kira kalo kamu nunggu ayahku pulang? ya mungkin bisa bantuin ngomong ke Bapak soal memar ini tadi."
"Bukan aku nggak mau, sebetulnya aku tadi lagi cari makan saat lihat kamu dikeroyok lalu mencoba melerai. Jadi sekarang lapar banget!" kata Ken angrok berterus terang karena sudah tidak tahan lagi dengan rasa laparnya, "Jadi, kayaknya aku cari makan dulu deh sekarang. Terus terang, dari kemarin sore aku belum makan," lanjutnya.
"Oooh..., itu masalahnya, yo wis ayok makan aja di sini," kata Tirta.
"Jangan ah, ga enak aku. Biar aku makan diluar aja."
"Ah gini aja, ayo kita makan di luar, di warung padang deket terminal itu enak. Aku traktir kamu." Kata Tirta sambil berdiri.
Ken Angrok setuju, kemudian mereka berdua keluar lagi dengan motor Tirta menuju tempat makan.
Di warung makan, Tirta hanya memesan minuman jus saja sambil memperhatikan Ken Angrok yang makan seperti orang kesurupan. Mungkin sudah ada tiga piring kecil nasi tambah dia lahap, bahkan sekarang sedang menghabiskan nasi tambah ke empat. "Ken Suryo ini pasti bukan orang Kapundungan," Â pikir Tirta dalam hati.
"Kamu bukan anak Kapundungan ya, Ken?" tanya Tirta disela-sela Ken Angrok makan.
Ken Angrok agak kaget dengan pertanyaan Tirta, namun dia harus berpikir cepat untuk memberikan jawaban yang tidak menimbulkan kecurigaan, "Iya..., nanti aku cerita setelah makan," jawab Ken Angrok beralasan untuk bisa mencari-cari alasan yang tepat pada Tirta.
"AKu lihat kamu makannya luar biasa, seperti orang seminggu belum makan hahahaha... Ga mungkinkan orang tinggal di sini sampai kelaparan seperti itu hahaha" kata Tirta sambil tertawa. Ken Angrok hanya manggut-manggut sambil terus menghabiskan sisa-sisa nasinya di piring.
Akhirnya Ken Angrok selesai juga menghabiskan makanannya, mencuci tangannya, lalu menghabiskan es teh sekali tenggak. Sambil mengeluarkan rokoknya, dia memesan jus mangga. Ken Angrok berpikir bahwa dia harus hati-hati menyusun cerita pada Tirta.
"Aku dari Daha," kata Ken Angrok sambil melihat Tirta, lalu lanjutnya, "Aku terpaksa putus sekolah, semua gara-gara ayahku. Ayahku menikah lagi padahal ibu baru 3 bulan meninggal dunia. Aku menentang dan melawan ayahku. Dia mengusirku, yah... di sinilah aku sekarang ketemu kamu."
"Oh, begitu ya. Tapi kok kamu bisa sampai di Kapundungan? Ini kan kota kecil yang tidak terlalu dikenal," kata Tirta penasaran.
"Sebenarnya, aku sedang mencari tempat untuk tinggal menetap yang jauh dari Daha. Kemarin sore ketika sampai di sini, aku merasa sangat lelah. Lalu aku pikir gimana kalo aku istirahat dulu di sini sambil melihat-lihat kota kecil ini. Siapa tahu aku bisa mulai hidup baru di sini. Cukup jauh dari Daha," jawab Ken Angrok, berusaha tetap mengaburkan identitasnya.
Tirta mengangguk mengerti, "Ya sudah, tidak masalah siapa kamu sebenarnya. Aku senang sudah bertemu denganmu dan berterima kasih karena sudah menyelamatkanku tadi. Kalau bukan karena kamu, aku mungkin sudah jadi bulan-bulanan anak-anak itu. Terus kamu tinggal di mana sekarang?"
"Itu...," Ken Angrok menunjuk keluar warung ke arah penginapannya yang ternyata tidak jauh dari sini. "Oh? Gimana kalau kamu tinggal saja di rumahku. Aku nanti akan bilang Bapak!" kata  Tirta berharap Ken Angrok mau menerima.
"Kita bahas nanti saja, aku juga belum bertemu ayahmukan? Aku juga belum memutuskan apakah aku akan betah di sini," jawab Ken Angrok.
"Aku punya ide!" tiba-tiba Tirta berteriak, "Memar-memar dimukaku ini akan membuat bapak sama ibu pasti mau menerimamu tinggal di rumah," lanjut Tirta sambil menatap dan tersenyum pada Ken Angrok.
"Oh? Kok bisa begitu?"
"Sudah nanti lihat saja, kamu sudah selesai makannya ga nambah lagi?" tanya Tirta sambil tersenyum.
"Hahaha..., sudah cukup Tirta!"
Tirta lalu memanggil pelayan dan membayar semua makanan. Dia mengajak Ken Angrok untuk ke rumah dulu lagi dan membantunya bicara pada orang tuanya. "Nanti kamu aku antar ke penginapan setelah ketemu bapak sama ibuk saja," kata Tirta.
***
Hari sudah mulai gelap dan lampu-lampu rumah megah itu mulai dinyalakan, Tirta dan Ken Angrok yang duduk di teras rumah itu melihat sebuah mobil sedan memasuki halaman rumah. "Itu bapak sama ibu Ken..." kata Tirta memberi tahu Ken Angrok.
Tampak seorang pria dan seorang wanita turun ketika mobil itu sudah terpakir rapi di depan dua mobil yang sudah ada di sana. Mereka berjalan mendekat ke arah teras. Ken Angrok berdiri tapi Tirta tetap duduk dan hanya menoleh, ketika dua orang itu mulai memasuki teras rumah.
"Lho!? Kenok opo iku raimu Tirta?!" kata yang pria kaget sambil memandangi Tirta dan Ken Arok berganti-ganti lalu buru-buru mendekat.
"Lha..., iya! Kenapa kamu Tirta?" kata yang perempuan.
Pria itu memegang kepala Tirta dan melihat-lihat memar di wajah Tirta, "Kamu jatuh? atau kenapa?"
"Gelut Pak! (berkelahi pak)" jawab Tirta santai seolah tidak peduli dengan kekagetan bapak ibunya.
"Gelut piye to? kamu itu lho! macem-macem aja!" kata yang wanita ikut memandangi wajah Tirta yang memar-memar.
"Kok bisa berkelahi gimana to? sama siapa?" kata pria itu sambil melepaskan kepala Tirta lalu ikut duduk di teras diikuti yang wanita. Ken Angrok pun kemudian duduk lagi. Wajah pasangan itu seperti dipenuhi tanda tanya, bolak-balik melihat Tirta dan Ken Angrok seolah menuntut penjelasan segera.
"Ngene lho pak... (begini lho pak)," kata Tirta mulai bicara. Dia lalu bercerita kejadian tadi sore saat dijebak dan dikeroyok hingga akhirnya datang Ken Angrok menolong.
"Kurang ajar iku Pedet! Besok biar tak telpon bapaknya!" kata Ayah Tirta  terlihat emosi setelah Tirta berhenti bercerita.
"Ndak usah Pak, aku yakin dia pasti sudah kapok diajar Ken Suryo," kata Tirta.
"Oh, kamu to Ken Suryo?" kata Ayah Tirta.
"Nggih Pak, saya Ken Suryo," kata Ken Angrok sopan.
"Terimaksih sudah nolongin Ken," kata Ibu Tirta.
"Kamu tinggal di mana to?" kata Ayah Tirta pada Ken Angrok.
"Dia itu Pak..." Tirta langsung bicara sebelum Ken Angrok menjawab. Kemudian, Tirta langsung bercerita tentang asal usul Ken Suryo hingga dia juga meminta agar Ayah dan Ibunya memperbolehkan Ken Suryo tinggal di rumah ini.
"Oh gitu, tapi kamu bukan Ken Angrok yang lagi heboh jadi berita itukan?" kata Ayah Tirta.
Ken Angrok pun agak kaget mendengar ini, "Ken Angrok? Maaf pak dari kemarin saya belum membaca berita apa-apa karena masih kesal dengan bapak saya," kata Ken Angrok buru-buru sambil berusaha menutupi kekagetanya.
"Heemm, ya sudah. Ada berita heboh di Tumapel. Ayahnya Ken Angrok yang di Tumapel itu kenal baik dengan aku," kata Ayah Tirta.
"Oh?!," Ken Angrok tambah kaget., "Coba saya nanti tak baca-baca berita Pak," kata Ken Angrok terus berusaha menutupi rasa terkejutnya.
"Tapi gimana kamu Ken?," kata Ibu Tirta, "Apa kamu mau tinggal di sini?"
"Iya, kamu sementara tinggal di sini aja dulu." kata ayah Tirta. Ayah Tirta berpikir bahwa Ken Suryo bisa menjadi teman Tirta dan sekaligus bisa menjaga dia jika sesuatu terjadi seperti tadi sore.
"Saya coba timbang-timbang dulu malam ini pak, bu," kata Ken Angrok.
"Kamu nginep di penginapan depan warung padang itu to?"
"Nggih Pak,"
Ayah Tirta nampak mengeluarkan HP-nya lalu seperti menelpon. "Mas, itu ada ponakanku tidur di situ, namaaanya... heemm," kata Ayah Tirta di telepon sambil melihat Tirta.
"Ken Suryo pak!" kata Tirta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H