Mohon tunggu...
Saifoel Hakim
Saifoel Hakim Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Orang biasa yang hidup biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Kent Angrok - 02

18 Juli 2023   00:45 Diperbarui: 22 Juli 2023   22:23 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Harapan dan Cita-cita

Malam itu, tampak sebuah  mobil keluar dari Rumah Singgah. Tunggul yang tampak duduk dibelakang berkata pada supirnya, "Din, mampir dulu ke rumah Gajah Para."

"Nggih Pak," jawab Udin singkat.

Tunggul Ametung tahu persis siapa ayah Ken Endok. Tidak hanya terkenal sebagai Dalang tetapi juga sangat dikenal sebagai 'orang pintar'. Kabarnya, Ayah Ken Endok bisa membuat orang kehilangan nyawa tanpa harus menyentuh atau berkelahi. Ada sedikit pemikiran dan rencana licik Tunggul Ametung. Jika Bramantyo berhasil meniduri Ken Endok lalu aib ini tersebar, Ayah Ken Endok pastilah bertindak. Bramantyo bisa saja mendadak meninggal. Maka, peluang Tunggul Ametung untuk menggantikan kedudukan Bramantyo di Daha Corp. akan terbuka.

Rumah Gajah Para memang terlihat cukup besar dibanding rumah-rumah di kanan kirinya. Halamannya cukup luas. Ada 2 pohon mangga di halaman itu yang terlihat seperti gapura. Mobil Tunggul Ametung langsung masuk ke halaman rumah Gajah Para yang memang tidak ada pintu pagarnya. Gajah Para keluar rumah karena mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Dia tampak kaget berdiri di teras, mobil itu milik orang nomor satu di Tumapel Inc.

Tunggul keluar dari mobilnya dan langsung teriak, "Para! Sini sebentar kamu..."

"Nggih Pak...," Para berlari kecil nendekat, "Ada apa Pak, malem-malem seperti ini mampir ke gubuk saya?"

Tunggul Ametung sudah mempersiapkan alasan untuk menyuruh istri Para besok pagi-pagi agar ke Rumah Singgah. "Para, besok istrimu sebelum nganter makan siangmu mampir dulu ke Rumah Singgah. Ada Ndoro Bram di sana, dia pengin makan pagi Nasi Goreng. Saya ingat kalo Ken Endok itu pinter masak 'Sego Goreng'."

"Oh, apa ya Ndoro Bram bisa makan masakan wong ndeso to Pak?" kata Para kuatir.

"Kamu itu piye to? Punya istri pinter masak ko ndak tahu." Kata Tunggul sambil tanganya merogoh saku celananya mengeluarkan uang seratus ribuan 5 lembar. Lalu katanya, "Ini buat belanjanya, jangan siang-siang ya. Jam 8 harus sudah di Rumah Singgah. Masak di sana aja, seperti kalo Ken Endok disuruh istriku itu. Wis gitu ya, ojo telat."

Belum hilang kaget dan bingungnya Para, Tunggul sudah masuk mobil dan langsung keluar halaman. Para hanya menatap mobil itu mundur lalu menghilang di jalan. Para berbalik berjalan pelan ke rumah sambil melihat uang ratusan ribu itu ditangannya.

Begitu masuk rumah dan menutup pintu, terdengar Ken Endok sedikit berteriak dari belakang, "Siapa Mas? Malem-malem gini kok ada tamu pake mobil?"

"Sini sebentar Dik," Kata Gajah Para memanggil istrinya.

"Ada apa Mas?" Ken Endok penasaran

"Barusan itu Pak Tunggul."

"Pak Tunggul Ametung? Kok tumben dateng sendiri nggak nyuruh orang?"

"Barusan dia dateng ngasih uang ini, nyuruh kamu besok pagi-pagi jam 8 ke Rumah Singgah. Kamu diminta masak nasi goreng buat Ndoro Bram."

"Ndoro Bramantyo?," tanya Ken Endok seolah salah dengar.

"Ya iya, siapa lagi kalo bukan Ndoro Bramantyo yang bisa bikin Pak Tunggul kepakso mampir sini."

"Tapikan ndoro Bramantyo belum pernah merasakan masakanku Mas? Kok dia nyuruh aku?"

"Ndoro Bramantyo itu cuma bilang sama Pak Tunggul pingin sarapan Nasi Goreng. Pak Tunggul inget kalo kamu itu sering disuruh Bu Tunggul masak kalo ada acara di rumahnya. Jadi ya dia tadi mampir buat nyuruh kamu Dik."

"Walah..., opo cocok nanti masakanku sama Ndoro Bramantyo?"

"Wis Dik, ikuti aja kata Pak Tunggul. Pak Tunggul lebih tahu dari kita apa yang disukai Ndoro Bram."

"Iya Mas, tapi aku jadi degdegan takut salah nanti piye?"

"Anggap aja kamu masak seperti biasanya buat keluarga Pak Tunggul itu. Ndak usah bingung mikir piye, nanti malah salah kasih bumbu. Ini uang buat belanjanya dari Pak Tunggul tadi." kata Para sambil menyerahkan semua uang dari Tunggul Ametung.

"Lha nanti makan siang Mas gimana?"

"Oalah dik.., Pak Tunggul tadi hanya nyuruh buat sarapan aja. Siang ya kamu bisa langsung dari sana nganter makanan buat aku. Kalo nanti ternyata kamu harus masak lagi buat makan siang Ndoro Bram ya nggak papa, aku nanti jam 1 kalo kamu belum muncul tak ke warung aja dulu."

"Ya sudah Mas, mudah-mudahan Ndoro Bram cocok sama masakanku. Siapa tahu nanti aku disuruh ke Kediri buat masak di keluarga Ndoro Bramantyo ya mas?" kata Ken Endok tersenyum sambil matanya berbinar melihat ke atas berharap masakannya bisa lebih terkenal.

Gajah Para adalah seorang pemuda yang baru berumur 27 tahun. Ayah dan ibunya meninggal kecelakaan tepat saat dia lulus SMA. Gajah Para tidak mampu melanjutkan sekolahnya karena peninggalan orang tuanya hanya tanah dan rumah yang kini dia tinggali dengan Ken Endok. Sebetulnya, rumah besar dan tanah yang cukup luas ini juga dulunya adalah warisan kakek dari ibunya. Gajah Para tidak tahu menahu cara menjual rumah dan apa yang harus dia lakukan setelah itu. Lalu, Seperti teman-temannya yang juga tidak mampu, Gajah Para memilih menjadi buruh tani di Tumapel Inc. hingga sekarang.

Dari sisi pergaulan, Para termasuk orang yang susah bergaul dan lebih banyak pendiam. Namun dia orang yang sangat ringan tangan untuk membantu sesama. Banyak juga sebetulnya gadis yang menyukai Gajah Para, penampilannya yang kalem dan sopan membuat banyak wanita ingin dekat dengannya. Hanya saja Gajah Para memang tipe pria yang susah memulai pergaulan dan terlalu pendiam. Sepertinya segala sesuatu, baik yang menyenangkan atau membuatnya susah, dipendam sendiri dalam hati.

Pernikahannya dengan Ken Endok pun karena kebetulan saja. Saat bencana banjir bandang melanda desa itu, rumah Ken Endok termasuk yang hanyut diterjang banjir karena tidak jauh dari pinggir sungai. Karena ayah Ken Endok adalah teman baik dari almarhum ayahnya dan sifat bawaan Gajah Para yang ringan tangan, maka dengan sangat terbuka Gajah Para meminta keluarga Ken Endok untuk sementara tinggal di rumahnya sambil menunggu perbaikan rumah mereka. Di saat satu rumah inilah, hubungan Gajah Para dan Ken Endok mulai terjalin. Ayah Ken Endok yang melihat keduanya semakin akrab, tak ragu-ragu lagi menyuruh mereka menikah.

Seiring berjalannya waktu, pernikahan Gajah Para dan Ken Endok sepertinya tidak kurang suatu apapun jika dilihat dari luar. Namun sebetulnya, dua pasangan yang saling mencintai ini memiliki masalah serius. Ternyata Gajah Para menderita impotensi. Dokter yang pernah mereka temui saat mencoba berobat mengatakan bahwa masalah Gajah Para disebabkan oleh trauma psikologis. Hal ini terjadi kemungkinan saat Gajah Para harus ditinggalkan oleh kedua orang tuanya secara mendadak. Dia adalah anak tunggal yang selama ini sangat disayangi oleh Ayah Ibunya. Apa pun kesulitan dan kebutuhan Gajah Para selalu diselesaikan oleh orang tuanya. Lalu tiba-tiba dia harus hidup sendirian, harus menyelesaikan permasalahan tanpa bantuan siapa pun.

Dokter menyatakan bahwa Gajah Para bisa disembuhkan namun butuh waktu dan kesabaran yang tinggi. Dokter juga memberikan resep obat yang harus dikonsumsi setiap hari. Karena itulah, Ken Endok dengan sabar selalu mendampingi Gajah Para, bahkan seolah-olah berperan sebagai Ibu dari Gajah Para. Dokter juga menyarankan terapi berhubungan badan suami-istri dalam seminggu dua kali. Karena itu, Ken Endok membimbing Gajah Para untuk rutin berlatih berhubungan. Sejauh ini sudah ada tanda-tanda Gajah Para mengalami perkembangan yang baik, "senjata" milik Gajah Para mulai bisa berdiri tegak walau hanya dalam hitungan detik. Ken Endok sebenarnya selalu galau karena dibuat 'nanggung' saat berhubungan, namun apa boleh buat, dia harus terus bersabar dan telaten melatih Gajah Para.

Ken Endok merebahkan badanya di sebelah Gajah Para yang sudah tertidur pulas. Dia memandangi wajah suaminya yang terlihat kalem dan tenang. Dalam hatinya dia berniat untuk bisa membantu Gajah Para mencari tambahan nafkah. Kepandaian memasaknya sebetulnya sudah cukup dikenal di Desa Pangkur dan Campara ini. Bahkan, keluarga Tunggul Ametung juga sering memanggilnya untuk memasak. Orang-orang juga tahu, ibunya dulu sering dipanggil untuk memasak jika ada acara hajatan. Jadi sudah sewajarnya jika Ken Endok memiliki keterampilan seperti ibunya.

Kabar bahwa dia diminta memasak untuk Ndoro Bramantyo tadi, membuat semangat Ken Endok terpompa lebih tinggi untuk menjadi tukang masak yang terkenal. Jika ada modal yang cukup, dia berniat untuk membuka usaha warung atau katering. "Mas Gajah Para tidak perlu lagi menjadi buruh...," pikirnya sambil masih menatap wajah Gajah Para. Ken Endok bertekad untuk memberikan masakan yang terbaik buat Bramantyo. Jika seorang Pembesar dari kota cocok dengan masakannya, jalan untuk menjadi pengusaha kuliner akan semakin terbuka pikirnya.

Bersambung

Baca Lengkap Di Sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun