Dengan kata lain, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan membuat daya beli masyarakat jatuh. Apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda.
Kedua, BPJS Kesehatan adalah jaminan kesehatan dengan hukum publik. Ia bukan PT atau BUMN yang bertugas untuk mencari keuntungan.
Dengan kata lain, jika mengalami kerugian, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menutup kerugian tersebut.
Apalagi hak sehat adalah hak rakyat. Sebagai hak rakyat, maka tugas pemerintah adalah memberikan hak tersebut.
Dengan demikian, pemerintah tidak bisa serta-merta menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa terlebih dahulu menanyakan kepada rakyat.
Ketiga, setiap tahun, iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan.
Sebagaimana kita ketahui, iuran BPJS Kesehatan dari buruh besarnya 5% dari upah. Dimana 4% dibayarkan pengusaha dan 1% Â dibayarkan buruh. Ketika setiap tahun upah mengalami kenaikan, setiap tahun iuran BPJS juga mengalami kenaikan.
Jadi jangan dipikir setiap tahun tidak ada kenaikan.
Keempat, akan terjadi migrasi kepesertaan dari kelas I ke kelas II atau III. Apalagi jika kemudian berpindah ke asuransi kesehatan swasta dan tidak lagi bersedia membayar iuran BPJS Kesehatan.
Padahal dalam mandatnya, tahun 2019 ini seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Kelima, rakyat tidak mampu lagi membayar iuran BPJS Kesehatan. Ketika iuran semakin memberatkan dan akhirnya rakyat tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan (sebagai contoh di atas satu keluarga bisa membayar hingga 20% dari penghasilan mereka), sama saja kebijakan ini telah memeras rakyat.