Mereka akan meminta Gubernur dan DPRD untuk membuat surat rekomendasi kepada Presiden RI terkait penolakan terhadap omnibus law dan iuran BPJS Kesehatan.
Bagi kaum buruh, omnibus law tidak membawa kebaikan bagi kaum buruh. Sebaliknya, beleid ini justru memberikan ancaman terhadap kesejahteraan yang selama ini mereka dapatkan.
Selain masalah hilangnya upah minimum, dampak lain yang akan terjadi adalah sebagai berikut:
Hilangnya Pesangon
Menko Perekonomian menggunakan istilah baru dalam omnibus law, yakni tunjangan PHK yang besarnya mencapai 6 bulan upah.
Terkait hal ini, bahwa di dalam UU No 13 Â Tahun 2003; sudah diatur mengenai pemberian pesangon bagi buruh yang ter-PHK. Besarnya pesangon adalah maksimal 9 bulan, dan bisa dikalikan 2 untuk jenis PHK tertentu, sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah.
Selain itu, Â mendapatkan penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah, dan penggantian hak minimal 15% dari toal pesangon dan/atau penghargaan masa kerja.
Dengan kata lain, pesangon yang sudah diatur dengan baik di dalam UU 13/2003 justru akan dihilangkan dan digantikan dengan istilah baru, tunjangan PHK yang hanya 6 bulan upah. Padahal sebelumnya, buruh berhak mendapatkan hingga 38 bulan upah lebih.
Penggunaan Outsourcing dan Buruh Kontrak Diperluas
Dalam omnibus law, dikenalkan istilah fleksibilitas pasar kerja. Kita menafsirkan, istilah fleksibilitas pasar kerja adalah tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap (PKWTT). Dalam hal ini, outsourcing dibebaskan di semua lini produksi.
Jika di UU 13/2003 outsourcing hanya dibatasi pada 5 jenis pekerjaan, nampaknya ke depan semua jenis pekerjaan bisa dioutsoursing-kan. Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas.