Mengutip data BPS sebagai pembenaran upah murah itu memalukan
Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengklaim income Rp 11.000 per hari atau setara Rp 332.119 per bulan masuk kategori tidak miskin. Bagi saya ini memalukan.
Banyak orang yang mempertanyakan dan menggugat standar kemiskinan yang digunakan BPS tersebut. Apakah pendukung Anies - Sandi mau dan bisa hidup sebulan dengan Rp 332.119 per bulan? Jangankan untuk sewa rumah. Bahkan untuk makan di Jakarta saja tidak cukup.
Seharusnya pendukung Aniea - Sandi mengutip hasil Survei Biaya Hidup dari BPS yang menyebutkan bahwa Jakarta merupakan kota dengan biaya hidup tertinggi se-Indonesia dengan rata-rata biaya hidup di Jakarta Rp 7.500.726 per bulan. Ini hasil survei terakhir, tahun 2012. Kalau di survei sekarang, tentu jauh lebih besar dari itu.
Para penerima UMP itu sebagian besar sudah berkeluarga. Memiliki istri/suami dan anak-anak yang harus dibesarkan. Kebayang bagaimana mereka setiap bulan berjibaku mencari hutangan untuk menutup kebutuhan.
Upah murah menyebabkan daya beli turun dan berakibat PHK besar-besaran
Akibat upah murah dengan adanya PP 78/2015, mengakibatkan daya beli rakyat turun. Sehingga, berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga turun. Akibatnya target pertumbuhan ekonomi pemerintahan Jokowi (termasuk Ahok saat masih menjabat Gubernur), sehingga banyak pabrik tutup dan dalam 3 tahun sudah ratusan ribu buruh ter PHK.
Itu terjadi  bukan karena upah tinggi. Jadi, jangan sesat pikir. PHK bukan karena upah minimum naik tinggi. Pemikiran seperti ini adalah teori usang yang sudah ditinggal dunia. Di negara-negara maju, kesejahteraan Tenaga Kerja ditingkatkan dan dinomorsatukan. Kalau Indonesia mau maju, seharusnya juga begitu.
Berdasarkan data KSPI, sejak PP 78/2015 diterapkan, sudah ratusan ribu buruh yang ter-PHK.
PHK massal gelombang pertama terjadi pada akhir tahun 2015. Ini menimpa buruh sektor tekstil dan garmen. Dimana 65 ribu buruh kehilangan pekerjaan.
Gelombang kedua PHK terjadi pada kurun waktu Januari hingga April 2016, berdampak terhadap 100 ribu buruh di PHK. Terjadi di industri elektronik dan otomotif. Di industri elektronik, PHK terjadi di PT Tosiha, PT Panasonik, PT Philips, PT Shamoin, PT DMC dan PT. Ohsung. Pengurangan kayawan di industri otomotif terjadi pada industri sepeda motor dan roda empat serta turunannya, seperti PT Yamaha, PT Astra Honda Motor, PT Hino, PT AWP, PT Aishin,PT Mushashi, PT Sunstar.