Rian sudah dikenal sesama pencari hidup di pinggir lampu merah sebagai penjaga pantat. Ya, Rian si penjaga pantat.
“Udahlah Yan, buat apa kamu ngurusi pantat orang, urus saja pantat hitammu itu,” ejek Kasdi, teman satu profesinya.
“Iya Yan, kan asyik juga kita lihat pantat gratis,” timpal Yanto, juga sesama penjaja koran.
Bualan atau ejekan seperti itu, sudah tak mempan lagi membuat Rian bergeming. Baginya, pantat wanita tetap harus dijaga, tak boleh dibiarkan seperti pantat sapi ! Itu saja.
***
Ya memang pantat wanita tidak bisa disamakan dengan pantat sapi. Pantat wanita lebih memiliki nilai esketika dibanding pantat sapi. Tapi bagi Rian, keduanya sama saja, pantat. Lalu mengapa pantat harus dibiarkan begitu saja terbuka?
Rian sudah semakin dikenal sebagai si penjaga pantat. Tidak hanya di kawasan lampu merah tempatnya berjualan koran. Tapi sudah menyebar ke semua lampu merah di kotanya. Rian Pantat, begitu ia kini disapa. Tak ada rasa risih atau malu namanya disandingkan dengan pantat. Sebab, memang ia harus menjadi penjaga pantat wanita. Tak peduli wanita itu siapa, istri pejabat, wanita karier atau bahkan pelacur sekalipun. Semua pantat diperlakukan sama oleh Rian. Sebab pantat tak kenal derajat. Sebab semua pantat posisinya sama, di belakang dan selalu diduduki. Jadi, mengapa pantat harus dibeda-bedakan derajat.
Tapi dasar pantat. Semakin dijaga justru semakin diobral. Ada konspirasi global yang mendera kepedulian Rian sebagai si penjaga pantat. Konspirasi itu bermodal sangat besar, bahkan Rian sendiri tak mampu membayangkan seberapa besar modal itu. Tapi yang pasti, konspirasi ini juga melibatkan miliaran manusia. Mereka tersebar di seluruh kolong jagad raya. Mereka menakan dirinya sebagai negara, industri, pasar modal, entertainment dan sebagainya. Semua nama yang sangat jarang terdengar di telinga Rian.
Konspirasi global itulah yang menghadang Rian. Sebab pantat adalah komiditi penting bagi konspirasi global itu tadi. Tak ada pantat, berarti tak ada uang besar, tak ada entertainment, tak ada industri bahkan ujung-ujungnya tak ada negara. Sebab pantat adalah faktor yang sangat penting. Pantat menentukan maju mundurnya tensi kegiatan konspriasi global itu tadi.
Untungnya, Rian tidak tahu ada lawan raksasa bernama konspirasi global itu. Rian hanya tahu, bahwa pantat wanita harus dijaga, tak boleh dibiarkan seperti pantat sapi. Itu saja. Dengan hanya bermodal mulut kecilnya, Rian melawan konspirasi global yang sangat tergantung pada pantat itu. Ya, mungkin saja Rian itu adalah anak kecil yang tengah bertanding hidup mati melawan raksasa seperti Nabi Daud melawan Goliath.
Tapi konspirasi global pemuja pantat tak akan mudah ditaklukkan begitu saja oleh Rian. Sebab, mengalahkan konspirasi global itu sama saja dengan membunuh hampir seluruh penghuni bumi. Tentu tidak fair kalau hanya karena pantat bumi harus kahilangan penghuninya.