Suaraku tidak bisa lantang lagi, aku masih ingat bahwa usia kandunganku selama ini sudah mencapai umur sembilan bulan. Seharusnya aku tetap di rumah tidak mencari suamiku sampai sejauh ini. Seharusnya aku lebih memperhitungkan keselamatan anankku ini, tapi wanita mana yang kuat ditinggal suaminya? Wanita mana yang hidup nyaman dan mengurus dapur dengan sabar di rumah sedangkan suaminya tidak pernah memberikan kabar sedikitpun?
"Aku pergi tidak lama, sebelum kau melahirkan aku akan kembali. Bilang kepada orang yang mencariku aku pergi." Mas Rohman meninggalkan pesan itu sebelum dia pergi. Dia tidak mendengarkan aku yang bertannya membuntutinya di belakangnya. Aku berhenti menatapnya hingga hilang di tikungan jalan.
"Katanya kamu akan datang setelah aku akan melahirkan, aku sudah tidak kuat lagi mas." Kataku dalam hati. Merasakan getaran hebat seluruh tubuhku. Dan keringat dingin tiba-tiba keluar dari pori-pori.
Aku menarik nafas sekuat tenaga yang masih bisa aku lakukan. Tiba-tiba terdengar tangisan bayi yang panjang membelah kesunyian di pinggir hutan ini. Aku sudah melahirkan anak pertamaku, tapi aku tidak bisa mendekapnya. Tubuhku lemah.
Suara anjing menggonggong sayup-sayup masuk ke dalam telingaku. Mataku sudah tidak bisa lagi untuk aku buka. Terasa lengket.
Suara tangis anakku semakin pecah, ketika terdengar anjing yang menggonggong tadi mendekat. Tiba-tiba kepalaku pening, aku buka mata sekuat tenaga pandanganku hanya semburat kuning, lalu memburam, dan kulihat hanya ada taburan kunang-kunang yang berjumlah jutaan mengitari kepalaku.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H