Mohon tunggu...
Syifa SahlaSetiawan
Syifa SahlaSetiawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

sometimes, writing saved me

Selanjutnya

Tutup

Roman

Selamanya Hampir (#3)

28 Desember 2024   19:40 Diperbarui: 28 Desember 2024   14:41 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Pria itu tersenyum, mengangguk. "Kadang, kita cuma butuh sedikit keberanian buat mulai cerita. Setelah itu, semuanya jadi lebih gampang."

Dan sore itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Liora merasa ada sedikit cahaya masuk ke dunianya yang selama ini suram. Mungkin, langkah kecil seperti ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.

Sore itu, Liora dan pria yang baru ia tahu bernama Raka berbicara lebih lama dari yang ia bayangkan. Awalnya, percakapan mereka hanya seputar menu kopi dan cuaca. Tapi, entah bagaimana, obrolan itu perlahan menyentuh hal-hal yang lebih personal.

"Jadi, lo kerja di mana?" tanya Liora, sambil mengaduk sisa latte di cangkirnya.

"Freelance juga, kayak lo," jawab Raka sambil tersenyum kecil. "Bedanya, gue di desain grafis. Kadang bikin logo, kadang bikin ilustrasi buat brand."

Liora mengangguk, merasa topik itu cukup familiar. "Gue juga freelance, tapi nulis. Artikelnya macem-macem sih, dari lifestyle sampai copywriting. Tapi, belakangan ini lagi ngerasa buntu aja. Nggak ada energi buat mulai nulis."

Raka memiringkan kepala, menatapnya dengan rasa ingin tahu. "Buntu gimana? Gara-gara kebanyakan kerjaan atau karena... hal lain?"

Liora diam sejenak, menimbang apakah ia harus terbuka atau tetap bermain aman. Tapi ada sesuatu di mata Raka yang membuatnya merasa ini bukan sekadar basa-basi. "Jujur aja, mungkin lebih karena hal lain. Ada banyak yang masih gue cerna dari hidup gue belakangan ini."

"Hmm, gue ngerti. Kadang, kalau ada sesuatu yang berat di kepala, itu bisa ngaruh ke segalanya. Lo coba istirahat, maksud gue, bukan cuma istirahat fisik, tapi bener-bener kasih diri lo waktu buat berhenti mikir"

Liora tersenyum kecil, tapi ada sedikit getir di balik senyumnya. "Gue sering denger saran itu, tapi praktiknya susah. Kepala gue selalu penuh, bahkan kalau lagi nggak ngapa-ngapain. Rasanya kayak... gue nggak bisa lari dari pikiran gue sendiri."

Raka mengangguk, seakan benar-benar memahami apa yang ia rasakan. "Mungkin, lo bukan butuh lari, tapi berdamai. Kadang kita terlalu sibuk nyari jalan keluar, sampai lupa kalau nerima itu sendiri bisa jadi solusi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun