Mohon tunggu...
Saheeda Noor
Saheeda Noor Mohon Tunggu... Penulis - ASN, penulis dan editor freelance

Saheeda Noor tinggal di Pemalang, Jawa Tengah. Di sela-sela aktivitasnya sebagai ASN, dia menekuni dunia literasi dengan menjadi penulis dan editor freelance. Sesuai dengan posisinya saat ini, perempuan ini tertarik pada bidang hukum, birokrasi, lifestyle, parenting, dan literasi. Penulis bisa dihubungi melalui akun Facebook Saheeda Noor, Instagram @saheedanoor, dan surel saheedanoor74@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pengukuran IKK untuk Menakar Kualitas Kebijakan Publik di Daerah, Bagaimana Pemda yang Belum Berpartisipasi?

29 November 2023   11:31 Diperbarui: 29 November 2023   12:07 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roadmap Reformasi Birokrasi Tahun 2020-2024 hasil penajaman masih menekankan kualitas kebijakan sebagai salah satu indikator utama dalam area perubahan Penataan Peraturan Perundang-undangan/Deregulasi Kebijakan. Indeks Kualitas Kebijakan (IKK) digunakan untuk mengukur kualitas suatu kebijakan berbasis bukti. Artikel ini membahas secara singkat tentang pengukuran IKK untuk menakar kualitas kebijakan publik di daerah dan usulan solusi bagi pemerintah daerah yang belum berpartisipasi.

Pengertian dan Peran Kebijakan Publik

Melalui berbagai teori, para ahli telah mendefinisikan kebijakan publik. Namun, artikel ini mengambil pengertian paling sederhana menurut KBBI, yaitu keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau pejabat publik yang ditujukan kepada masyarakat luas.

Dengan definisi ini, kita melihat ada dua stakeholder utama dalam sebuah kebijakan publik, yaitu pemerintah atau pejabat publik sebagai pembuat kebijakan dan masyarakat luas yang diharapkan mendapatkan dampak positif dari kebijakan. Kebijakan publik sendiri menjadi bukti hadirnya negara (diwakili pemerintah) dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Sayangnya, banyak kebijakan publik disinyalir hanya menjadi pengisi etalase di website Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Kebijakan yang kadang-kadang high cost dalam penyusunannya tidak berdampak apa pun, karena tidak pernah dilaksanakan atau tidak dievaluasi. Ada dan tidak ada kebijakan tersebut sama saja. Dengan kata lain, tidak ada justifikasi untuk kualitas kebijakan tersebut.

Ada beberapa hal yang memungkinkan terjadinya kondisi di atas. Beberapa sebab mungkin terjadi sebelum kebijakan diformulasi, antara lain:

  • tidak diawali dengan perencanaan yang baik;
  • tidak diawali penggalian baseline data dan permasalahan;
  • disusun untuk memenuhi kebutuhan sesaat;
  • disusun terlambat; dan
  • masyarakat kurang dilibatkan.

Di samping itu, mekanisme monitoring pelaksanaannya tidak jelas dan evaluasi terhadap dampak kebijakan tidak pernah dilakukan. Padahal, seperti dikutip dari LAN RI, Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si pun menyampaikan bahwa kebijakan yang berkualitas sangat berperan dalam pembangunan. Lantas bagaimana mengukur kualitas sebuah kebijakan publik?

Pengukuran Kualitas Kebijakan Menggunakan IKK

Secara umum, sebuah kebijakan publik diharapkan dapat menjadi instrumen untuk memecahkan masalah publik (yang dihadapi masyarakat) dan membawa masyarakat bertransformasi ke kondisi yang lebih baik. Lebih jauh, kebijakan publik diharapkan dapat menjadi instrumen yang menguatkan masyarakat untuk berkompetisi dalam tataran global. Sebuah kebijakan publik akan dipertanyakan kualitasnya jika belum bisa memainkan peranan di atas.

Efektivitas sebuah kebijakan sejatinya telah dimulai sejak proses penggalian masalah sebelum kebijakan tersebut diformulasi. Pemahaman ini selaras dengan Inpres Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa penyusunan dan penetapan kebijakan perlu didahului dengan analisa dampak kebijakan, analisa risiko, dan konsultasi publik.

Aspek ini menjadi salah satu fokus pengukuran IKK yang dikembangkan oleh LAN RI. Pengukuran IKK dalam kerangka reformasi birokrasi telah dilaksanakan 2 kali, yaitu pada tahun 2021 dan 2023. Namun, partisipasi instansi pemerintah dan pemerintah daerah dalam dua momen tersebut belum maksimal.

Sebelum membahas indikator pengukuran kualitas kebijakan berdasarkan framework IKK, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu pengertian dan tujuannya.

Pengertian dan Tujuan IKK

Secara singkat, IKK merupakan instrumen untuk menilai kualitas kebijakan pemerintah mulai dari proses pengelolaan agenda, formulasi, implementasi, serta evaluasi kebijakan. Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran IKK diharapkan bisa memberikan gambaran kualitas kebijakan yang disusun oleh lembaga pemerintah atau pemerintah daerah.

Tujuan pengukuran IKK sendiri adalah untuk mendorong penguatan partisipasi publik dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam proses pembuatan kebijakan publik. Lebih khusus, pengukuran indeks ini bertujuan untuk membangun kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) di seluruh prosesnya.

Kualitas Kebijakan menurut IKK

IKK telah ditetapkan sebagai instrumen untuk menilai kualitas kebijakan publik. Artinya, kita bisa melihat kualitas kebijakan yang disusun oleh suatu lembaga pemerintah berdasarkan nilai IKK-nya. Secara keseluruhan, pengukuran IKK berfokus pada 13 indikator.

Dalam framework-nya, IKK mengukur dua dimensi, yaitu perencanaan kebijakan dan evaluasi kemanfaatan kebijakan yang telah disusun. Dimensi perencanaan dikembangkan menjadi dua subdimensi, yaitu agenda setting dan formulasi kebijakan.  Dimensi evaluasi kemanfaatan kebijakan juga dikembangkan menjadi dua subdimensi, yaitu implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Pada subdimensi perencanaan kebijakan, pengukuran agenda setting memiliki 2 indikator, yaitu identifikasi dan validasi masalah serta penyaringan dan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan. Pengukuran formulasi kebijakan memiliki 5 indikator terkait proses pengambilan keputusan kebijakan, yatu karakteristik mendasar, berorientasi ke depan, outward looking, berbasis bukti, dan inovatif.

Pada dimensi evaluasi kemanfaatan kebijakan, subdimensi implementasi kebijakan memiliki 3 indikator, yaitu pengorganisasian, komunikasi kebijakan, dan monitoring implementasi kebijakan. Subdimensi evaluasi kebijakan juga memiliki 3 indikator, yaitu efektivitas, efisiensi, serta evaluasi atas penerimaan, responsivitas, dampak dan kemanfaatan kebijakan.

Proses pengukuran IKK dilakukan melalui sistem informasi. Pemenuhan 13 indikator (dan bukti dukungnya) di atas akan menghasilan nilai IKK dengan predikat kurang, cukup, baik, sangat baik, atau unggul.

Untuk kebutuhan pengukuran kualitas kebijakan, LAN telah menyiapkan tabel instrumen IKK sebagai panduan bagi lembaga pemerintah untuk menyiapkan proses dan bukti dukung yang akan diinput. Dengan begitu banyaknya kebijakan yang disusun oleh lembaga publilk, apakah pengukuran ini dilakukan terhadap seluruh kebijakan?

Pemilihan Jenis Kebijakan

LAN sebagai leading institution untuk pengukuran IKK telah menentukan kriteria jenis kebijakan yang bisa diajukan sebagai sasaran pengukuran kualitas kebijakan. Artinya, tidak semua kebijakan bisa diukur kualitasnya. Adapun kriterianya adalah

  • kebijakan yang diukur ditetapkan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sebelum tahun pengukuran dan telah diimplementasikan paling singkat 1 (satu) tahun dari waktu dimulainya pengukuran IKK; dan
  • kebijakan yang dikecualikan sebagai obyek pengukuran adalah kebijakan yang sifatnya rutin (ditetapkan berdasarkan periodisasi tertentu) dan kebijakan yang sifatnya mengatur ke dalam/internal instansi.

Mendasarkan pada kriteria di atas, lembaga pemerintah dan pemerintah daerah cukup mengusulkan kebijakan-kebijakan yang akan diukur sebagai populasi. Selanjutnya, jumlah sampel dan jenis kebijakan yang akan diukur ditentukan secara random sampling dan otomatis oleh sistem informasi IKK.

Pengukuran Kualitas Kebijakan di Daerah

Terkait pengukuran kualitas kebijakan di tingkat daerah, jenis kebijakan yang dapat diusulkan sebagai populasi pengukuran IKK adalah peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota. Itu pun tidak semuanya bisa diukur.

Jenis kebijakan yang dikecualikan dari usulan tersebut adalah peraturan-peraturan yang bersifat rutin seperti rencana strategis, anggaran pendapatan dan belanja, serta perencanaan tahunan. Selain itu, juga peraturan-peraturan yang berlaku internal, misalnya tata naskah dinas, organisasi dan tata kerja instansi, kepegawaian, serta standar operasional dan prosedur.

PR bagi Pemerintah Daerah

Diakui atau tidak, 39 pertanyaan yang diturunkan dari 13 indikator pengukuran IKK menyisakan PR bagi pemerintah daerah. Tidak semua instansi/perangkat daerah siap dengan dokumentasi bukti dukung untuk menjawab masing-masing pertanyaan. Hal ini bisa jadi menjadi salah satu penyebab partisipasi pemerintah daerah dalam pengukuran IKK tahun 2023 belum maksimal. Daripada mendapatkan predikat kurang baik, sebagian pemerintah daerah memilih menunda pengukuran hingga periode pengukuran selanjutnya.

Dalam kegiatan advokasi pengukuran IKK tahun 2023 yang difasilitasi oleh Biro Organisasi Setda Provinsi Jawa Tengah tanggal 16 November 2023 lalu, beberapa instansi pengampu IKK di Jawa Tengah menyatakan terlambat mendapatkan informasi tentang pengukuran IKK. Mereka baru mengetahuinya saat membahas perubahan roadmap reformasi birokrasi general di level daerah. Di samping masih gagap.memahami IKK, mereka merasa kesulitan untuk mengikuti timeline yang sudah ditetapkan.

Apapun alasannya, momen pengukuran IKK yang dilaksanakan 2 tahun sekali seharusnya menjadi momen penting bagi pemerintah daerah. Pertama, untuk meletakkan baseline dan menetapkan data target pencapaian reformasi birokrasi general. Kedua, untuk memperbaiki tata kelola peraturan perundang-undangan. Dengan mempelajari 39 kuesioner/pertanyaan yang disediakan dalam framework IKK, Pemda setidaknya bisa mulai membenahi prosedur perencanaan, penyusunan, implementasi dan evaluasi kebijakan beserta bukti dukungnya.

Lantas, bagaimana dengan pemerintah daerah yang belum melakukan pengukuran IKK tahun 2021 dan 2023?

Solusi bagi Pemerintah Daerah

Bagaimana pun, IKK telah ditetapkan menjadi salah satu indikator dalam reformasi birokrasi. Membiarkan isian indikator ini kosong sama saja dengan tidak melakukan sebagian dari agenda reformasi birokrasi. Selain indeks RB akan rendah, kesempatan untuk mengukur efektivitas sebuah kebijakan publik pun terlewat.

Mengikuti semangat untuk mengoptimalkan kebijakan berbasis bukti, pemerintah daerah yang belum berpartisipasi pada tahun 2021 maupun 2023 dapat mempertimbangkan untuk melakukan beberapa kegiatan berikut:

  • menunjuk instansi pengampu IKK di daerah;
  • melakukan identifikasi kebijakan-kebijakan (peraturan daerah dan peraturan kepala daerah), khususnya yang berkaitan dengan fokus RB tematik, yaitu pengentasan kemiskinan, peningkatan investasi, tematik prioritas Presiden seperti stunting dan penggunaan produk dalam negeri, serta akselerasi digitalisasi administrasi pemerintahan;
  • melakukan sosialisasi pengukuran IKK kepada perangkat daerah, terutama terkait pemenuhan indikator IKK sejak awal proses penyusunan sebuah kebijakan;
  • memulai pengumpulan bukti dukung indikator IKK untuk kebijakan-kebijakan hasil identifikasi; dan
  • proaktif melakukan koordinasi dan konsultasi dengan narahubung di LAN RI tentang kemungkinan pendampingan dalam pengukuran IKK secara mandiri sebelum periode pengukuran nasional.

Dengan melakukan beberapa hal di atas, perangkat daerah telah familier dengan indikator IKK dan lebih siap untuk mengikuti pengukuran IKK pada periode berikutnya. Kemudian, jika pengukuran mandiri bisa dilakukan melalui fasilitasi LAN, pemerintah daerah bisa menetapkan baseline data target IKK.

Demikian ulasan singkat tentang pengukuran IKK untuk menakar kualitas kebijakan publik di daerah dan usulan solusi bagi pemerintah daerah yang belum berpartsipasi Dalam jangka panjang, kualitas kebijakan publik di daerah diharapkan bisa terus meningkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun