Mohon tunggu...
Atika Hayati
Atika Hayati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pejuang pena

Tak ada yang mustahil jika Allah telah berkehendak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mitigasi Seadanya, Jadikan Indonesia Rawan Bencana

15 Desember 2024   12:06 Diperbarui: 15 Desember 2024   14:40 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuaca ekstrim terjadi setahun terakhir ini, menyebabkan berbagai macam bencana di berbagai wilayah Indonesia setiap harinya. Mulai dari kelaparan, erupsi, banjir, puting beliung, kekeringan dan krisis air, tanah longsor, tsunami dll. Bahkan bencana banjir telah terjadi di pulau besar Indonesia dari ujung Sumatra hingga Papua. Terbaru, banjir besar yang melanda kawasan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan bencana banjir di Sukabumi merupakan terparah dalam 10 tahun terakhir.

Di Sukabumi tercatat sebanyak 1.487 Kepala Keluarga (KK) atau 3.497 jiwa terdampak, 389 KK atau 1.400 jiwa mengungsi, rumah rusak sebanyak 589 unit. kondisi diperparah dengan akses jalan dan jembatan yang putus sehingga alat berat sulit masuk ke lokasi bencana. Sedangkan, Di Cianjur tencatat Lebih dari 1.375 jiwa terdampak, dengan 31 jalan mengalami kerusakan, 185 rumah rusak, 381 rumah terendam, dan 75 rumah terancam. (detik.com)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sendiri mengingatkan, Indonesia masih harus bersiaga hingga awal tahun 2025.  Hal ini disebabkan masih adanya pontensi bencana yang mengancam akan melanda seluruh wilayah Indonesia kedepanya. (pikiran rakyat)

Negeri Rawan Bencana

Secara georafis Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim, yakni panas dan hujan. Dengan ciri - ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem, sehingga Indonesia menjadi Negeri rawan bencana. Tidak heran jika potensi bencana di Indonesia sangat besar, mulai dari gempa, longsor, gunung meletus, tsunami, banjir, kebakaran, kekeringan dan sebagainya.

Selain itu menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia sebab dikelilingi oleh Cincin Api (Ring of Fire) Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Pasifik dari timur, Eurasia dari utara dan Indo-Australia dari sebelah selatan. Tercatat di Indonesia ada sekitar 269 sesar aktif dan 127 gunung api aktif, diantaranya 69 buah dalam pengawasan.

Dalam tingkat kegempaan, Indonesia bahkan disebut - sebut tingkatannya 10 kali lebih tinggi dari tingkat kegempaan di Amerika Serikat, sehingga tergolong sangat tinggi di dunia. Berdasarkan survei badan PBB UNISDR untuk tsunami di Indonesia menempati peringkat pertama berpotensi tsunami dari 265 negara di dunia dengan risiko ancaman yang dinilai lebih tinggi dibanding Jepang.

BNPB tiap tahunya melaporkan ada ribuan bencana terjadi di Indonesia. Sepanjang 1 Januari hingga 14 Desember 2024 saja, Geoportal Data Bencana Indonesia menyebutkan telah terjadi 1.942 peristiwa bencana. 976 kejadian di antaranya berupa bencana banjir, 420 cuaca ekstrem, 120 tanah longsor, 336 kasus karhutla, 54 kekeringan, 18 gempa bumi, 13 gelombang pasang dan abrasi, dan 5 kasus berupa erupsi gunung berapi. (bnpb.go.id)

Bencana tersebut tentu saja berdampak besar bagi kehidupan masyarakat. Pada periode yang sama, dilaporkan lebih dari 5,6 juta orang harus hidup di pengungsian, 469 orang meninggal, 58 orang dinyatakan hilang, dan 1.157 orang mengalami luka - luka. Ratusan ribu bangunan juga tak luput dari kerusakan, di antaranya berupa 61.554 bangunan rumah serta 949 bangunan fasilitas umum, mulai dari sarana prasarana pendidikan, rumah ibadah, hingga fasilitas kesehatan.

Kejadian ini tentu mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosia yang tidak sedikit. Bahkan dampak dari berbagai bencana yang terjadi di tahun - tahun sebelumnya belum pulih sepenuhnya. Sementara itu, adanya prediksi akan adanya bencana - bencana yang akan terjadi pada tahun - tahun mendatang.

Mitigasi Seadanya

Adanya fakta - fakta ini tentu saja menuntut adanya sikap mental tanggap bencana dari semua pihak, terlebih pada para penguasa yang menjadi poros pengurus rakyatnya. Sangat disayangkan, setiap terjadinya bencana pemerintah nyaris selalu gagap dan pada akhirnya, pemerintah kalah cepat oleh ormas, LSM, parpol, atau masyarakat biasa.

Bahkan terkadang, para pemimpin Negara bersikap abai dan lebih mementingkan urusan lain daripada melihat daerah bencana. Kalaupun mereka turun lapangan, tidak lebih hanya seremonial semata atau membangun citra. Sehingga wajar timbul pertanyaan Negara ada dimana? Bantuan sering kali datang terlambat, dengan dalih lokasi sulit dijangkau. Alih - alih membicarakan soal upaya mitigasi prabencana, untuk tanggap darurat saat kejadian saja, sering kali berjalan lamban dan seadanya.

Apalagi membicarakan soal mitigasi pasca bencana. Dampak berbagai bencana yang masih membutuhkan penanganan berkelanjutan seperti banjir bandang disertai lahar dingin Gunung Marapi di Sumatra Barat yang terjadi pada Mei 2024, banjir disertai tanah longsor di Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan) pada Februari 2024, bahkan gempa Cianjur yang terjadi pada 2022, hingga hari ini kondisinya belum benar - benar bisa dipulihkan.

Sejatinya, makin luasnya titik kejadian dan kian banyaknya jumlah korban bencana menunjukkan bahwa mitigasi tidak benar - benar berjalan sebagaimana seharusnya. Sehingga masyarakat sering kali menyelesaikan persoalan mereka secara swadaya. Sedangkan pemerintah hanya membantu seadanya dan berkutat dengan persoalan kekurangan dana. Wajar jika mereka memilih tidak terlalu berharap banyak pada pemimpinnya karena negara memang antara ada dan tiada.

Dampak Kepemimpinan Sekuler Kapitalistik

Kuatnya paradigma pembangunan sekuler kapitalistik menjadikan para penguasa tidak memiliki sensitivitas dan keinginan yang serius dalam menyolusikan perihal bencana dari akarnya. Hal ini kita dapati dengan adanya kebijakan yang justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru berikutnya. Seperti penggundulan hutan dan alih fungsi lahan terutama di zona penyangga (hutan).

Temuan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) tahun 2022 menyebut 35% hutan kita rusak bahkan hilang, adapun proyek - proyek industrialisasi di berbagai daerah, penanganan daerah aliran sungai yang timbul tenggelam, pembangunan fisik yang jor - joran, dan sebagainya. Semuanya seakan sulit ditangani karena adanya kepentingan para pemilik modal.

Kebijakan AMDAL yang longgar saat ini pun mendapat banyak protes dari aktivis lingkungan. Para pelaku usaha kelas kakap berani menjalankan usahanya meski izin belum keluar. Meskipun jelas melanggar aturan, tidak sedikit diatara mereka yang lolos hukum. Masih menjadi budaya di Indonesia kongkalinkong kapitalis dan pejabat penguasa.

Mengenai persoalan mitigasi bencana selama ini, masyarakat selalu menjadi pihak yang disudutkan. Berpengetahuan minimlah, tidak bisa diatur, tidak mau direlokasi dan sebagainya. Padahal ini semua adalah tanggung jawab penguasa yang menyangkut political will yang harusnya menyediakan data dan informasi, kesediaan teknologi, fasilitas umum dan alat serta memberikan pengetahuan kepada masyarakatnya.

Bukan hanya dicerdaskan, masyarakat juga butuh difasilitasi dan diberi jaminan kesejahteraan. Dalam benak mereka, apabila meninggalkan kampung halamnya mereka akan hidup dimana dan seperti apa? Penguasa hanya menuntut masyarakatnya demikian, tetapi solusinya tidak ada. Sebab itu, jangan salahkan masyarakat jika mereka semakin lama tidak percaya pada para penguasanya.

Butuh Riayah Berdimensi Akhirat

Dalam Paradigma Islam, fungsi dari kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (raa'in) dan menjaga mereka (junnah) ini jelas berbeda dengan sekularisme kapitalisme. Sebab, penguasa wajib mengerahkan segala daya upaya dalam mensejahterakan umat serta menjauhkan mereka dari semua hal yang membinasakan. Tidak hanya untuk urusan di dunia, bahkan juga untuk urusan akhirat umatnya.

Islam dalam konteks bencana menuntut para pemimpinya untuk melakukan berbagai upaya untuk mencegah bencana sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling penting adalah dengan cara diterapkannya aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan serta tidak membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Taala

Ini berdasarkan dari perintah Allah yang tercantum dalam Al-Qur'anul Karim, "Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah berbuat kerusakan di bumi!' Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.'" (QS Al-Baqarah: 11).

Juga dalam firman-Nya, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS ar-Rum: 41).

Juga dalam hadis Nabi saw., "Jika zina dan riba tersebar luas di suatu tempat, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah." (HR Hakim, Baihaqi, dan Thabrani).

 

Berdsarkan paradigma ruhiah inilah, para penguasa akan menurunkan kebijakannya. Ini karena tolok ukur satu - satunya hanyalah syariat Islam, bukan kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan para pemilik modal. Pada dasarnya Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai sistem politik, ekonomi (termasuk keuangan), sistem sosial, sanksi, hankam, dan sebagainya.

Tuntunan Dalam Islam

Memang benar jika bencana merupakan ketetapan dari Allah Swt dan bisa terjadi kapan pun dan di mana pun sebagai ujian dan peringatan bagi manusia. Tetapi, Islam memberi tuntunan untuk menghindarinya sekaligus menuntun cara menghadapinya. Dalam hal ini mengatur soal mitigasi bencana, secara umum mitigasi diartikan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik dengan pembangunan fisik maupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh dari penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai rain dan junnah umat tadi, dimana pertanggung jawabannya sangat berat di akhirat. Adapun aktivitas menolong yang bisa dan biasa dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, itu merupakan kebaikan yang diajarkan oleh agama dan tetap didorong oleh penguasa. Pemimpin dalam Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, dari penataan lingkungan yang dikaitkan dengan strategi politik ekonomi yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.

Adapun kebijakan lebih khusus dapat diterapkan pada tempat - tempat yang rawan bencana. Tak hanya kesiapan mitigasi resiko, tetapi terkait manajemen kebencanaan (disaster management). Mulai dari pendidikan kebencanaan, sistem peringatan dini, pembangunan infrastruktur serta penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu juga dengan sistem logistik kedaruratan dan sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar - benar akan diperhatikan.

Hal ini sangat mungkin dilaksanakan apabila ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber - sumber pemasukan negara begitu besar, terutama dari hasil kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang dikelola secara syar'i wajib masuk ke kas negara. sehingga, persoalan dana tidak lagi menjadi hambatan yang serius bagi mitigasi bencana. Bahkan tak lagi menjadi alasan bagi negara asing maupun lembaga nonnegara untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan. Tetapi kondisi ideal ini sangat sulit diterapkan pada sistem kapitalisme sekuler neoliberasi yang diterapkan pada saat ini. Dimana kekuasaan oligarki menjadi salah satu penyebab bencana berkepanjangan, meskipun ada yang dilakukan utuk masyarakatnya terkadang tidak lepas dari rumus hitung - hitungan.

Khatimah

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya pada penerapan sistem Islam yang mampu menyelesaikan problem bencana dengan solusi mendasar dan tuntas. Dimulai dengan pondasi negara yang lurus berdasarkan tauhidullah, serta ditopang dengan penerapan syariat Islam secara kafah. Inilah yang akan membuka pintu datangnya rida Allah Swt, sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semua. Kini saatnya masyarakat bersegera mewujudkan penerapan Islam secara kaffah dengan membuka pikiran (open mind) bahwa segala persoalan dapat diatasi oleh Islam apabila diterapkannya hukum - hukum Islam yang bersumber dari sang pencipta Allah SWT. Sehingga tak hanya selamat bencana di dunia, tetapi juga bencana yang lebih berat di akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun