Mohon tunggu...
Atika Hayati
Atika Hayati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pejuang pena

Tak ada yang mustahil jika Allah telah berkehendak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa di Indonesia Learning poverty Cukup Tinggi?

14 Oktober 2023   23:47 Diperbarui: 3 Desember 2024   05:23 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dipungkiri bahwa sekularisme yang menyingkirkan peran agama dari kurikulum pendidikan, telah menjadikan sistem pendidikan bagaikan mesin yang memproduksi barang. Para pendidiknya hanya mengajar karena tuntutan profesi, begitu pula anak didiknya, hanya belajar untuk tuntutan nilai dan materi. Alhasil, kualitas dalam pendidikan hanya terbatas pada seberapa besar pendidikan mampu meraup materi.

Tidak sedikit para guru yang mengajar hanya karena motif pemenuhan ekonomi. Jika sudah begitu, sesuai logika ekonomi kapitalisme jika pengeluaran sedikit demi mendapatkan sebanyak-banyak manfaat. Guru akan perhitungan terhadap tenaga dan pikiran yang dikeluarkan untuk kualitas generasi, dikarenakan harus sesuai dengan benefit yang ia didapatkan. Bukankah ini pangkal dari merosotnya kualitas guru?

Begitu pula dengan anak didik, ia akan menjadi murid yang malas-malasan untuk belajar membaca dan menulis karena tidak ada motivasi ruhiah, serta tidak didapatkannya teladan terbaik dari guru-gurunya. Kurangnya ilmu agama menjadikan keseharian mereka tersibukkan dengan mencari kesenangan di dunia tanpa memikirkan masa depan dirinya, apalagi masa depan bangsa.

Ketiga, Dukungan Pemerintah

Pada kenyataannya, dukungan sistem dari pemerintah kian lemah. Misalnya, pendistribusian guru ke pelosok, bukan lagi rahasia jika faktor minimnya guru di pelosok adalah distribusi yang kurang baik dari pemerintah. Guru banyak menumpuk di kota-kota besar saja, tetapi minim di pedesaan.

Inilah kondisi klasik yang hingga kini belum terselesaikan. APBN yang defisit menjadikan alokasi anggaran untuk pendidikan begitu kecil sehingga negara tidak memiliki kekuatan dalam pendistribusian guru. Andai saja insentif dan kehidupan layak para guru dijamin negara, persoalan terkait pendistribusian guru pun selesai.

Begitu pula dengan fasilitas sekolah yang harusnya mumpuni, lagi-lagi akibat minimnya anggaran. Menjadikan anak-anak di daerah pelosok harus pasrah belajar dengan fasilitas seadanya. Bukankah ini dapat mejadikan anak untuk makin tidak bersemangat ke sekolah?

Selain hal tersebut, ketidak berhasilan pemerintah dalam mengentaskan persoalan kemiskinan dan menjaga kesehatan masyarakat sangat memengaruhi kualitas generasi. Mengakibatkan anak lambat berpikir dan tidak semangat belajar dikarenakan faktor gizi buruk yang erat kaitannya dengan kesehatan dan kemiskinan masyarakat.

Walhasil, selama pemerintah belum mampu mengentaskan kemiskinan dan menjaga kesehatan masyarakat, sistem pendidikan akan kesulitan menghadirkan generasi berkualitas.

Akidah sebagai Pondasi, Syariat Pedomannya

Islam telah memosisikan pendidikan sebagai pilar utama dalam membangun peradaban manusia. Dari sistem pendidikan yang baik, akan lahir generasi yang gemilang dan terbaik yang siap menyinari bumi dari gelapnya kebodohan. Sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islam sebagai pondasinnya dan syariat sebagai pedomannya, hasilnya kurikulum yang dibuat akan sesuai dengan tujuan penciptaan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun