Jujur saja, meski dalam diskusi kami selalu menuai tawa disetiap sesinya. Kenyataannya kami turut berduka cita untuk ketidak tepatan langkah dalam mengelola pangan desa. Kenyataannya tidak semua berhasil memanfaatkan 20% DD untuk ketahanan pangan ini dengan arif dan bijaksana. Beberapa program yang tercipta terkesan 'yang penting ada', tanpa menganalisis potensi dan kemanfaatannya. Kami semua sepakat hal ini hampir bisa ditemukan disetiap desa yang ada di Kabupaten Bone Bolango. Sebegai contoh; beberapa desa lebih memilih membuat jalan ketimbang mengolah lahan. Meski dibungkus dengan peningkatan produktifitas, hal ini tetap saja tidak mengurangi citra analisisnya yang kurang.
Olehnya perlu diingat bahwa, hambatan terbesar untuk me merdesa pangan, adalah ada atau tidaknya kepemimpinan di desa yang memiliki visi dan individu-individu yang kreatif. Memiliki kemampuan membaca peluang dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk melakukan perubahan dan mengembalikan kesejatian bangsanya. Pemerintahan yang merdesa memiliki visi yang berorientasi menjawab kebutuhan dan pengelolaan potensi desa dan warganya.Â
Diskusi ini terlalu panjang untuk sekedar menghiasi DRP Pendamping, tak terasa juga kue kerawang khas Gorontalo milik Pak Camat hampir habis, mungkin karena kami terlalu serius dan sedikit rakus, hehehe. jadi mari kita akhiri saja dengan manis. Diskusi ini setidaknya telah menumbuhkan kesadaran bersama, merdesa pangan atau ikhlas lenyap sebagai angan.Â
** Mohamad Afandi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H