Mohon tunggu...
Sahabat Afandi
Sahabat Afandi Mohon Tunggu... Editor - Lewat aksara kutemukan tuhan

Penulis ecek

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dialog Merdesa, antara Pangan dan Angan

26 Mei 2022   18:25 Diperbarui: 26 Mei 2022   19:06 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokpri TPP Botupingge


Layaknya perkenalan, Merdesa menjadi hal penting untuk diulas. Apa dan mengapa Merdesa? Dalam KBBI, Merdesa berarti Layak; Patut; Sopan; Beradab. Bagi pejuang desa, Merdesa kerap dipakai sebagai salam akrab para pejuang desa: Merdeka Desa! 

Kami sendiri memaknai Merdesa dalam dua pengertian. Pertama, merdesa yang menyiratkan semangat kolektivitas masyarakat dan kekuatan sosial di desa, seperti gotong royong dan kemandirian yang terus tumbuh. Kedua, Merdesa juga menyiratkan semangat kolektivitas desa dalam konteks bernegara, seperti keterbukaan, bertanggungjawab, demokratisasi dan inklusif. 

Tema-tema seputar Merdesa kami sajikan dalam kesempatan diskusi kali ini. Lanjut sebegai perkenalan, yang duduk berwibawa dengan tubuh sedikit lebih besar memakai kemeja putih polos adalah Bapak Camat Botupingge (Drs. Rahman N. Bau, MM.). Kedua pria tampan dengan kemeja putih krah merah adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kecamatan Suwawa Selatan, lengkap beserta logo kebanggaannya (Kemendes PDTT). Sisanya dua perempuan cantik dan tiga pria tampan tak seragam adalah kami TPP Botupingge. 

Diskusi ini berlangsung hangat, karena masih dibalut nuansa Idul Fitrih 1443 H; yang telah pergi dengan segala keharuannya. Kembali lagi, Merdesa adalah sajian istimewa kami, sebagai ikhtiar untuk turut serta mewujudkan desa yang kuat dan mandiri. Sementara untuk toping dalam menambah kenikmatan menu diskusi Merdesa, isu pangan adalah pilihan kita, isu stragis dunia. 

Seperti yang pernah diungkapkan Bung Karno "Pangan adalah persoalan hidup dan matinya suatu Bangsa,". Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya, bisa merebut isu strategis ini kepangkuan. Dengan catatan, tatakelolanya harus berbasis desa. 

Dalam konteks ini, pendekatan pembangunan harus berpijak dari struktur nafkah warga di pedesaan. Hal ini mengingat desa adalah administrasi terkecil dan strategis yang mengelola ragam sumber daya (alam dan manusia) untuk menyelesaikan masalah sekaligus melakukan konsolidasi ekonomi bangsa.

Minimnya sumber daya manusia dan kesalahan pendekatan memperlakukan desa selama ini membutuhkan kerjakerja kolaborasi yang mengembalikan ke-merdeka-an Indonesia mulai dari desa.

Pemerintah pusat dan daerah harus berpijak pada hasil analisis dengan mengidentifikasi kebutuhan desa untuk mewujudkan dan atau memecah tafsir kesejahteraan rakyat. Sementara untuk pemerintah desa, harus diberikan kemerdekaan untuk membaca arah dan gerak perubahan sesuai dengan potensi kekuatan yang dimilikinya. 

Lalu bagaimana peran dan fungsi TPP? Ruang partisipasi untuk menyusun rencana pencapaian keberhasilan pengelolaan potensi pangan di desa sangat terbuka. Negera telah memediasinya melalui PMK 190 tahun 2021. Dimana dalam BAB VII; Pasal 32; menyoal penggunaan, pemerintah desa diwajibkan menganggarkan dan melaksanakan kegiatan prioritas yang bersumber dari dana desa; 20%-nya untuk Ketahanan Pangan dan Hewani. Untuk optimalisasi visi manis ini, tentu memerlukan elobarasi semua pihak. 

TPP dapat membantu menyusun kurikulum rencana kerja dari hulu ke hilir yang sesuai dengan persoalan dan kebutuhan masyarakat pedesaan. Analisis potensi, eksekusi lalu merdeka!. Kesemuanya harus disandarkan pada konsep keberlanjutan. 

Jujur saja, meski dalam diskusi kami selalu menuai tawa disetiap sesinya. Kenyataannya kami turut berduka cita untuk ketidak tepatan langkah dalam mengelola pangan desa. Kenyataannya tidak semua berhasil memanfaatkan 20% DD untuk ketahanan pangan ini dengan arif dan bijaksana. Beberapa program yang tercipta terkesan 'yang penting ada', tanpa menganalisis potensi dan kemanfaatannya. Kami semua sepakat hal ini hampir bisa ditemukan disetiap desa yang ada di Kabupaten Bone Bolango. Sebegai contoh; beberapa desa lebih memilih membuat jalan ketimbang mengolah lahan. Meski dibungkus dengan peningkatan produktifitas, hal ini tetap saja tidak mengurangi citra analisisnya yang kurang.

Olehnya perlu diingat bahwa, hambatan terbesar untuk me merdesa pangan, adalah ada atau tidaknya kepemimpinan di desa yang memiliki visi dan individu-individu yang kreatif. Memiliki kemampuan membaca peluang dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk melakukan perubahan dan mengembalikan kesejatian bangsanya. Pemerintahan yang merdesa memiliki visi yang berorientasi menjawab kebutuhan dan pengelolaan potensi desa dan warganya. 

Diskusi ini terlalu panjang untuk sekedar menghiasi DRP Pendamping, tak terasa juga kue kerawang khas Gorontalo milik Pak Camat hampir habis, mungkin karena kami terlalu serius dan sedikit rakus, hehehe. jadi mari kita akhiri saja dengan manis. Diskusi ini setidaknya telah menumbuhkan kesadaran bersama, merdesa pangan atau ikhlas lenyap sebagai angan. 

** Mohamad Afandi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun