Maraknya kepemilikan properti oleh Warga Negara Asing (WNA) di Bali, khususnya di daerah wisata, memiliki dampak positif dan negatif. Hal ini juga diikuti dengan tantangan bagi masyarakat Bali kedepannya dalam mengolah kawasan di Bali agar tidak semakin “dikuasai” oleh Warga Negara Asing.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Pasal 52 dijelaskan bahwa, orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai. Pasal 2 Huruf C mengenai penyelenggaraan perumahan diharuskan untuk memenuhi beberapa asas, salah satunya asas kenasionalan. Asas kenasionalan ini diperlukan sebagai landasan agar hak kepemilikan tanah di Indonesia hanya berlaku untuk Warga Negara Indonesia (WNI).
Maka dari itu, hak untuk menghuni dan menempati properti oleh orang asing hanya dimungkinkan dengan cara hak sewa atau hak pakai atas rumah. Hak milik sebuah properti hanya dapat dimiliki oleh perorangan WNI, tetapi jika terdapat harta waris, percampuran harta karena perkawinan, atau hak milik maka dapat berpindah kepemilikan kepada WNA. Hak pakai secara langsung dapat dimiliki oleh seorang WNA dan telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Kepemilikan properti seperti ini membawa beberapa dampak positif. Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan dengan adanya properti milik WNA di Bali yakni sebagai berikut :
- Dampak Positif:
1. Peningkatan Ekonomi:
• Investasi : Masuknya investasi dari WNA melalui pembelian properti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja baru di sektor konstruksi, pariwisata, dan jasa terkait lainnya.
• Peningkatan Pendapatan Pajak: Pemerintah Indonesia mendapatkan keuntungan dari pajak penjualan atas properti dan pajak penghasilan dari sewa properti yang dimiliki WNA.
• Pengembangan Infrastruktur: Investasi dari WNA dalam pengembangan properti dapat mendorong pembangunan infrastruktur seperti jalan, air bersih, dan listrik, yang ultimately bermanfaat bagi masyarakat lokal.
• Pertukaran Budaya: Kehadiran WNA di Bali dapat meningkatkan pertukaran budaya dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia internasional.
• Peningkatan Pariwisata: Minat WNA untuk memiliki properti di Bali dapat menarik wisatawan mancanegara untuk berkunjung, yang berdampak positif pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal.
Namun, selain dampak positif pastinya terdapat pula dampak negatif yang ditimbulkan. Berikut beberapa dampak negatifnya :
• Kenaikan Harga Properti: Permintaan tinggi dari WNA untuk membeli properti di Bali dapat menyebabkan kenaikan harga properti, yang ultimately dapat membuat masyarakat lokal kesulitan membeli rumah.
• Hilangnya Akses Terhadap Lahan: Pertumbuhan properti WNA dapat menyebabkan hilangnya akses masyarakat lokal terhadap lahan, terutama di daerah pesisir yang memiliki potensi wisata tinggi.
• Konflik Sosial: Ketidakseimbangan kepemilikan properti antara WNA dan masyarakat lokal dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan konflik.
• Perubahan Budaya: Budaya lokal Bali dikhawatirkan akan tergerus dengan masuknya budaya asing seiring dengan meningkatnya jumlah WNA yang tinggal di Bali.
Dengan adanya dampak ini, muncul tantangan baru khususnya bagi masyarakat lokal Bali kedepannya. Tantangan tersebut antara lain seperti :
• Keterbatasan Regulasi : Peraturan yang mengatur kepemilikan properti oleh WNA di Indonesia masih belum cukup komprehensif dan belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi berbagai tantangan yang ada.
• Kurangnya Transparansi : Kurangnya transparansi dalam proses jual beli properti WNA dapat membuka peluang korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
• Kelemahan Penegakan Hukum : Penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan terkait kepemilikan properti oleh WNA masih lemah, sehingga banyak WNA yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan untuk mengatur kepemilikan properti oleh WNA, peraturan tersebut diantaranya :
1. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 29/Tahun 2016: Peraturan ini membatasi kepemilikan hak atas tanah oleh WNA maksimal 2.000 meter persegi dan hanya untuk hunian.
2. Peraturan Presiden No. 10/Tahun 2021: Peraturan ini memberikan kemudahan bagi WNA untuk mendapatkan visa tinggal jangka panjang (second home visa) dengan syarat memiliki properti di Indonesia minimal Rp 2 miliar.
Pemerintah perlu terus memantau dan mengevaluasi dampak kepemilikan properti oleh WNA di Bali dan membuat regulasi yang tepat untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan WNA dan masyarakat lokal. Dampak kepemilikan properti oleh WNA di Bali bervariasi tergantung pada lokasi, jenis properti, dan faktor lainnya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami dampak jangka panjang dari fenomena ini.
Sumber :
https://e-journal.iainptk.ac.id/index.php/khalrev/article/download/356/201
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H