Namun, selain dampak positif pastinya terdapat pula dampak negatif yang ditimbulkan. Berikut beberapa dampak negatifnya :Â
• Kenaikan Harga Properti: Permintaan tinggi dari WNA untuk membeli properti di Bali dapat menyebabkan kenaikan harga properti, yang ultimately dapat membuat masyarakat lokal kesulitan membeli rumah.
• Hilangnya Akses Terhadap Lahan: Pertumbuhan properti WNA dapat menyebabkan hilangnya akses masyarakat lokal terhadap lahan, terutama di daerah pesisir yang memiliki potensi wisata tinggi.
• Konflik Sosial: Ketidakseimbangan kepemilikan properti antara WNA dan masyarakat lokal dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan konflik.
• Perubahan Budaya: Budaya lokal Bali dikhawatirkan akan tergerus dengan masuknya budaya asing seiring dengan meningkatnya jumlah WNA yang tinggal di Bali.
Dengan adanya dampak ini, muncul tantangan baru khususnya bagi masyarakat lokal Bali kedepannya. Tantangan tersebut antara lain seperti :Â
• Keterbatasan Regulasi : Peraturan yang mengatur kepemilikan properti oleh WNA di Indonesia masih belum cukup komprehensif dan belum sepenuhnya efektif dalam mengatasi berbagai tantangan yang ada.
• Kurangnya Transparansi : Kurangnya transparansi dalam proses jual beli properti WNA dapat membuka peluang korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
• Kelemahan Penegakan Hukum : Penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan terkait kepemilikan properti oleh WNA masih lemah, sehingga banyak WNA yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan untuk mengatur kepemilikan properti oleh WNA, peraturan tersebut diantaranya :Â
1. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 29/Tahun 2016: Peraturan ini membatasi kepemilikan hak atas tanah oleh WNA maksimal 2.000 meter persegi dan hanya untuk hunian.