Mohon tunggu...
Safira Lahati
Safira Lahati Mohon Tunggu... Lainnya - Cortigo ego sum

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angpau Kali Ini Tak Lain Lapang Dada

23 Mei 2020   19:16 Diperbarui: 23 Mei 2020   19:08 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asin, seketika indra perasa lidahku menafsirkannya

Katanya sih air itu jatuh tak tertahan lewat mata berembun itu.

Mata yang meratapi kegersangan dan kehampaan dalam gemuru suara takbir itu.

Ini buka perihal gema Allahu Akbar tapi kebiasaan yang hidup dalam momentum ini.

Siapa yang tidak tau apa yang terjadi saat itu, yahh kita semua tau jawabannya.

Sedari awal waktu magrib tiba seluruh umat muslim gegap gempita dalam menyambutnya,  waktu itupun menjadi penanda akhir untuk berpuasa setelah sebulan penuh kita berlomba menjadi umat yang mencari Rahmat-Nya yang katanya di bulan romadha segala kegiatan ibadah di lipat gandakan pahalanya. Lalu kita mengakui Kebesaranya dan Ke-Esaan-Nya lewat gema takbir.

Entah bagimana aku membohongi rasa bahagia yang dipancarkan semesta.

Cantiknya galaxy bintang, bulan yang merangkak dalam waktu serta hawa dingin membungkus tubuh yang merasa kosong.

Kali ini aku ucapkan maaf pada mu semesta sebab cantik rona malam mu ini tak bisa menahan bendungan rindu ini.

Rindu yang kian di tertawakan waktu serta diolok-olok pagi dan malam.

..............................

Masih hangat dalam ingatan, kemarinn ada yang di boceng keliling kampong dengan sepeda motor keluaran 2000 yah meski di makan waktu katanya sih sepeda motor ini banyak kisahnya dalam mengadu nasib, hehe begitu ucapnya.

Bersama barang antic kesayangannya aku di jajahkan pemandangan lampu kadap-kedip dengan warna-warni sepanjang kilometer dan juga manusia yang sibuk lalu lalang dalam membeli kebutuhan untuk menyambut hari kemenangan esok.

Entah kenapa dengan percaya diri akupun merasa hal itu bisa kunikmati pada setiap tahun bahkan sampai rambut hitam memutih karena usia. 

Yaaaahh, Betapa sombongnya umat Mu ini Tuhan.

Aku cukup percaya diri sebab dalam setiap kekhusyuan bait syair doa-doaku tak lain isinya hanya meminta Tuhan memberi kesempatan Ia hidup menua bersamaku hal ini menjadi keberangkatanku yang lupa akan rencana Allah. 

Ternyata syair doaku tak mampu menembus suratan takdirku yang harus menerima kenyataan bahwa Lebaran kali ini tanpa Ayah.

Kini malam-malam sejuk ku dahulu hanyalah sepi yang tersisa.

..............................

Ini kali pertamaku lebaran tanpa Mu dan kali kesekian dalam menahan rindu.

Dan tanpa sopan waktu pun memaksaku harus Siap walau tak tahu bagaimana caranya untuk bertahan. Hingga akhirnya hanya diam yang membungkus kepingan hati.

Dan duka ini tak akan habis dalam kata-kata.

Fikirkupun tak mampu menjawab kekhawatiran yang mengiang diotakku

Membayangkan esok hari, aku akan menjelma menjadi seorang hamba yang di banjiri rasa iri. Mengapa tidak ketika melihat mereka yang utuh.

Yaahh, saya ingat betul tahun kemarin ketika lebaran tiba aku membayangkan bagaimana rasanya menjadi aku saat ini, aku yang tidak lagi utuh dan sayangnya itu hanya sebatas membayangkan dan tak mampu untuk aku masuk dan merasakannya.

Andaipula tahun kemarin aku terlebih dahulu mencoba meminjam hati saudara ku pasti hari ini aku lebih cukup siap.

Dan sudah ku bayangkan malam ini, semesta sedang kewalahan untuk menghibur hati para anak yatim piatu  yang sedang meringis bukan karena tak mendapat ampau lebaran atau bahkan baju baru untuk di pakai tapi mereka yang hanya bisa sebatas merindu dan mereka yang sedang berimajinasi untuk sekiranya bisa mencium tangan kaku itu.

Biarlaahhhh....

Sebab duka ini pun tak akan habis dalam kata-kata.

Hanya doa yang kupanjakan Ayah, istirahatlah dengan tenang sebab masa baktimu sudah usai.

Lain waktu dan pasti kita akan berjumpa.

Sangihe, 23 mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun