Saring sebelum sharing. Sebelum menyebarkan informasi, coba dipikir ulang apakah konten itu memang sangat perlu di share? Manusia pada dasarnya suka berbagi. Apa lagi didalam dunia digital yang sifatnya speed, interactive, dan limits. Tapi penyebaran informasi sekarang sudah bergeser menjadi narsisme, terkesan pamer, dan hanya ingin menjadi viral tanpa memikirkan faktor lain. Ingat apa yang kita share akan terekam dalam jejak digital, dan jejak tersebut sulit dihapus.
Is it Kind?
Dilihat dulu, apakah konten yang hendak kita bagikan menyindir orang lain atau tidak,dalam ber sosmed kita tetap harus menghargai dan menghormati perasaan netizen. Jangan menyudutkan seseorang, padahal orang tersebut belum tentu salah.
Situasi social distance ini dimanfaatkan oleh para tenaga medis khususnya dokter dengan memberikan edukasi di dalam sosial media mereka. Mereka menggunakan instastory untuk mengedukasi pasien atau followers mereka bagaimana pencegahan selama pandemic ini berlangsung. Adapula yang menggunakan Postcad atau Youtube. Terkadang para dokter tersebut membuka QnA atau live supaya dapat berinteraksi lebih efektif. Pemanfaatan teknologi tersebut sangat efektif dan para followers dapat berinteraksi satu sama lain serta ratanya informasi yang mereka dapatkan.Â
Disatu sisi selain mengedukasi pasien tak jarang para dokter di dunia maya 'curhat' tentang minimnya APD di rumah sakit tempat mereka bekerja, terlebih jika mereka bekerja di rumah sakit rujukan. Tak sedikit pula masyarakat yang terketuk hatinya untuk menyisihkan sedikit rezekinya membantu penyediaan APD, vitamin dan makanan untuk para tenaga medis. Dari situlah platform galang dana online di Indonesia, kitabisa.com menggelar galang dana online dengan hastag #IndonesiaLawanCorona.Â
Secara tidak langsung gebrakan galang dana tersebut menjadi gerakan sosial baru, dimana #IndonesiaLawanCorona mengajak masyarakat Indonesia tetap mengikuti protocol pemerintah untuk work from home dan tetap dirumah. Gerakan sosial baru melalui internet dan medsos menjadikan informasi yang disebarkan lebih luas, massif, cepas dan lintas cultural. Melalui kitabisa.com banyak para public figure yang mengajak masyarakat ikut berdonasi untuk para tenaga medis.Â
Bahkan para influencer juga ikut memberikan dukungan berupa; penyewaan mainan gratis untuk anak tenaga medis, gaun pengantin bagi tenaga medis yang hendak menikah di tahun ini, makanan dan vitamin selama pandemic berlangsung, pembagian masker kain serta APD secara gratis, dsb. Gerakan #dirumahsaja terus digebrakan oleh pemerintah dan akun-akun media sosial lainnya demi terputusnya mata rantai Covid-19 yang sampai saat ini semakin bertambah kasus positifnya.
Dari berbagai statement diatas, dapat disimpulkan sosial media menjadi ranah informasi yang massif bagi masyarakat saat ini. Berbagai macam informasi dapat dengan mudahnya didapat. Tetapi dengan kayanya data di sosial media membuat masyarakat rancu dan ragu tentang ke valid-an data tersebut. Banyaknya berita hoax yang justru membuat masyarakat menjadi down dan mendorong mereka untuk melakukan panic buying.Â
Tak sedikit pula yang memanfaatkan situasi dan tega menipu hingga jutaan rupiah. Pemerintah melalui akun media sosialnya tak pernah lelah mengedukasi masyarakat untuk #dirumahsaja. Pandemi Covid-19 di Indonesia belum ada sebulan, tetapi pasien positif sudah mencapai angka 1000[4]. Â Sikap masyarakat selama pandemic berlangsung seharusnya kooperatif dan saling mendukung satu sama lain. Bukannya menciptakan ke-chaos-an baru di ranah digital. Jadi apakah masyarakat akan tetap berjuang agar pandemic ini hilang dari dunia nyata atau menciptakan pandemic dalam digital?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H