Jade Gloom tidak pernah terdengar lagi. Bahkan, saat aku menceritakan kisahku kepada Ibu, Ia tidak percaya. Ia berkata bahwa Jade Gloom sudah lama meninggal. Ia meninggal karena rela mengorbankan dirinya demi Aku. Ia berkata, aku tidak pernah ke Minnesotta. Ia berkata, Kemah Sains tidak pernah ada. Ia berkata, semua yang kualami hanyalah mimpi.
Jadi sekarang, aku berbagi ceritaku kepadamu. Aku harap kau percaya akan kisah ini. Karena tidak hanya mimpi indah yang bisa menjadi nyata, mimpi buruk pun bisa. Percaya kah engkau?
Aku mematikan komputerku usai mengetik cerita panjang tersebut. Tidak terasa, aku terlelap diatas meja belajarku. Beberapa menit kemudian, aku terbangun karena suara orang memasuki kamarku.
“Bu? Ada apa?” Ucapku setengah sadar, masih mengantuk.
“Ibumu sudah tidak ada, Cat.” Ucap seseorang dari belakang tubuhku. Perlahan aku memutar kepalaku. Melihat kondisi dibelakangku. Kedua adikku sudah terkapar lemah di lantai. Darah mengalir bak air sungai, bahkan sudah membentuk seperti danau. Orang tuaku digantung di langit-langit kamarku. Dan di pojok ruangan, berdirilah dia. Dengan baju hitam dan kulit pucatnya membawa pisau besar dan tali. Berdiri tepat disana, tersenyum lebar namun tak hangat.
“Masih mengingatku?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H