Mohon tunggu...
Fiksiana

Mimpi Menjadi Nyata

31 Oktober 2015   16:43 Diperbarui: 2 November 2015   08:40 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 31 Oktober 2015...

Aku termenung menatapi layar komputerku. Entah apa yang kupikirkan, mataku terbelenggu dan otakku terhentikan diantara rangkaian kata yang sedang kubuat. Tidak tahu bagaimana awalnya, tapi pagi tadi seketika aku menyalakan komputerku dan jemariku mulai mengetik. Paragraf demi paragraf berlalu begitu saja tanpa aku pikirkan lebih lanjut. Tapi sekarang, semuanya terhenti, tangan kananku merasa lelah mengetik. 5 jari sudah kugunakan, tetapi tetap tidak mampu melanjutkan cerita ini. Andaikan saja cerita ini tidak pernah terjadi.. mungkin aku masih mengetik dengan dua tangan. Tapi, jika semua itu tidak terjadi, aku tidak akan mengarang. Dan kalian tidak akan tahu, darimana semua ini berawal..   

Juli 2012...

Aku menatapnya penuh arti. Kuselusuri wilayah baruku-tempat aku akan menghadapi masa-masa baruku, jauh dari orang tua dan keluarga. Scientific Camp. Kemah Sains yang hanya diadakan sekali dalam 3 tahun. Hanya anak-anak terpilih dan lolos tes lah yang berhak memasuki kemah ini. Kemah berlangsung selama 3 bulan lamanya, dan selama itu pula, aku akan jauh dari Mom and Dad , dari Kristal dan Keenan-kedua adikku. Dan kemah ini terletak jauh dari pusat kota Boston tempatku tinggal, kemah ini di Minnesotta. 

‘Ini pilihanmu sendiri, Bodoh. Terimalah. Kau pasti bisa,’ Aku meyakinkan diri sembari melihat keseliling. Pepohonan rimbun dimana-mana, kau bisa melihat bunga-bunga indah bermekaran, dan bau tanah bekas tersiram hujan tadi malam sangat khas tercium di hidung. ‘Tempat ini indah..’ Pikirku. Maksudku.. Ini adalah tempat impian anak-anak berprestasi, siapa yang tidak ingin masuk sini?

“Catherine Williams,” samar-samar kudengar namaku terpanggil. Aku mendekati sumber suara dan menemukan wanita paruh baya yang memegang pengeras suara.

“Kau Catherine Williams?” tanyanya.

“Ya.” Jawabku sembari menganggukan kepala.

“Baiklah, tunggu disini.” Ucapnya mengalihkan perhatiannya ke arah para peserta kemah yang masih asik berbincang dengan orang tuanya. “Jade... Gloom?” ucapnya ragu. Tidak perlu ditanyakan lagi mengapa Ia ragu.. Gloom tidak memiliki arti yang bagus; cenderung buruk. Siapa orang tua yang ingin menamai anaknya seperti itu? Dan anak mana yang ingin dinamakan ‘Gloom’?

Perlahan seseorang menuju kearah kami. Jade Gloom, tidak disangka, adalah gadis yang cantik. Memang, pakaiannya serba hitam dan putih. Tapi kopernya tidak; itu berwarna merah. Ia tersenyum kepadaku-atau setidaknya itu yang kukira karena menyunggingkan sedikit sisi bibirmu tak dapat dikatakan sebagai senyum asli. Rambutnya hitam pekat, berkibar diterpa angin. Dan kau bisa dengan jelas melihat kulitnya yang pucat. Saat kutatap matanya, ada perasaan aneh ditubuhku. ‘Aku pernah melihatnya. Tapi dimana?’ batinku terpikir. Aku yakin, dia pernah ada dalam hidupku. Entah itu sekedar tabrakan di pasar swalayan, atau kami memang pernah berteman. Aku hanya merasa akrab, sekaligus penasaran.

“Williams dan Gloom, kalian akan membagi kamar. Silahkan menuju kamar didekat danau, nomor 1003.” Ucap wanita itu lagi. Aku mengambil kunci yang Ia serahkan, tersenyum sedikit kepada Jade, dan berjalan menuju kamarku. Orang tuaku sudah pergi setelah mereka mengantarku,-bos kantor besar tidak pernah tidak sibuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun