Mohon tunggu...
Saepullah
Saepullah Mohon Tunggu... Guru - Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Uprising, Drama Korea tentang Komentar Politik yang Efektif Diiringi Kekerasan yang Brutal

13 Oktober 2024   22:34 Diperbarui: 13 Oktober 2024   22:35 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uprising (dok IMDB) 

Film Uprising yang berlatar sejarah Korea dengan sentuhan dramatis ini, mengangkat sebuah cerita yang rumit dan penuh kekerasan. Diproduksi oleh sutradara terkenal Korea, Park Chan-wook, film ini menggambarkan berbagai adegan brutal di tengah konflik yang menyentuh sisi politik. 

Salah satu detail yang mengejutkan adalah fakta bahwa pada abad ke-16, tentara Jepang yang menyerbu Korea memotong hidung para korban mereka sebagai trofi perang. 

Tindakan mengerikan ini begitu masif hingga ada sebuah monumen di Jepang bernama Mimizuka di Kyoto, yang menyimpan hampir 40.000 hidung orang Korea yang dibunuh, serta 30.000 dari China.


Namun, film ini bukan hanya bercerita tentang invasi Jepang dan kekejamannya terhadap rakyat Korea. Menariknya, drama Uprising lebih berfokus pada konflik internal, musuh dari dalam negeri, yang menjadi ancaman lebih besar bagi masyarakat Korea. 

Sejarah Korea modern, yang melibatkan korupsi politik dan skandal nasional, menjadi landasan penting film ini. Salah satu contohnya adalah skandal mantan presiden Korea, Park Geun-hye, yang terungkap pada 2016. 

Dokumen rahasia berisi daftar hitam yang mencakup nama-nama seniman terkenal, termasuk Park Chan-wook sendiri, diungkap setelah pemakzulannya. 

Pesan moral film ini dapat dipandang sebagai kritik terhadap sifat masyarakat Korea yang cenderung mudah menghakimi, sebuah fenomena yang menjadi penyebab banyak figur publik Korea mengakhiri hidupnya.


Film ini dimulai dengan adegan akhir dari sebuah komunitas bernama "Great Unity," yang dipimpin oleh politisi Jeong Yeo-rip. Komunitas ini mengajarkan prinsip kesetaraan, di mana bangsawan dan budak hidup berdampingan, makan bersama, dan berlatih seni bela diri. 

Tentu saja, ide seperti ini sangat ditentang oleh penguasa saat itu, Raja Seonjo (diperankan oleh Cha Seung-won), yang memerintahkan pembantaian seluruh anggota komunitas tersebut. 

Meski bagian ini tidak memiliki hubungan langsung dengan inti cerita yang akan datang, adegan ini berhasil menetapkan latar belakang yang menggambarkan masa dinasti Joseon sebagai periode yang dipenuhi dengan ketidakadilan sosial.


Cerita kemudian beralih ke kisah Cheon-yeong (Gang Don-won), seorang budak pelarian yang ditangkap dan diserahkan kepada otoritas kerajaan. Cheon-yeong awalnya bukanlah budak, tetapi karena keluarganya memiliki utang, ia terpaksa dijual sebagai budak sejak masih kecil. 

Hidupnya dipenuhi penderitaan saat ia bekerja di rumah Wakil Menteri Pertahanan, di mana tugas utamanya adalah menjadi "anak cambuk" bagi anak sang menteri, Jong Ryeo (Park Jeong-min). 

Meski hubungan mereka bermula dari sistem yang tidak setara, Cheon-yeong dan Jong Ryeo akhirnya menjalin persahabatan, meskipun ayah Jong Ryeo dengan keras menentang hal ini.


Persamaan dengan cerita klasik The Prince and the Pauper muncul ketika Cheon-yeong terlibat dalam sebuah ujian militer bergengsi. Jong Ryeo, yang diharapkan untuk mengikuti ujian tersebut, meminta Cheon-yeong untuk menggantikannya. Cheon-yeong setuju dengan harapan bahwa ini akan membawanya pada kebebasan, tetapi sayangnya, ayah Jong Ryeo mengingkari janji tersebut. 

Tidak hanya itu, kemarahan yang terpendam di antara para pelayan menyebabkan pemberontakan besar-besaran yang berakhir dengan pembakaran rumah besar sang menteri. Jong Ryeo, yang yakin bahwa Cheon-yeong bertanggung jawab atas pemberontakan ini, memendam rasa dendam yang kuat.


Namun, konflik antara Jong Ryeo dan Cheon-yeong segera terpinggirkan oleh masalah yang lebih besar, yaitu invasi Jepang yang disertai dengan kekejaman brutal. Tentara Jepang tidak hanya menghancurkan tanah Korea, tetapi juga menebar kekacauan dengan memotong bagian tubuh para korban sebagai simbol kekuatan mereka.


Film ini menyuguhkan banyak adegan yang penuh kekerasan dan darah, yang mengingatkan penonton pada film-film samurai klasik karya Takashi Miike. 

Namun, yang membuat Uprising terasa lebih rumit adalah ketika cerita beralih fokus ke Raja Seonjo, seorang bangsawan yang tidak peduli pada nasib rakyatnya. 

Ia dengan cepat bersekutu dengan musuh, bahkan mengkhianati rakyatnya sendiri demi mempertahankan kekuasaannya.


Salah satu antagonis utama dalam film ini adalah Genshin (Jung Sung-il), seorang bangsawan licik yang ikut berperan dalam konspirasi melawan rakyat Korea. 

Karakter Genshin yang karismatik dan penuh tipu daya menambah intensitas cerita, meskipun pada akhirnya upaya sutradara Kim Sang-man untuk meniru gaya film The Good, the Bad, and the Ugly dalam adegan klimaks tidak sepenuhnya berhasil. 

Meskipun begitu, film ini tetap mampu memberikan hiburan yang seru dengan gaya narasi yang dramatis dan mendalam.


Adegan-adegan aksi dalam Uprising sangat dipoles dengan baik, tetapi yang lebih membekas adalah pesan moral yang diangkat dari perjuangan rakyat melawan ketidakadilan. 

Film ini memperlihatkan betapa pentingnya persatuan dalam menghadapi tirani dan ketidakadilan. Kim Sang-man dan Park Chan-wook mengangkat visi Jeong Yeo-rip tentang masyarakat yang adil dan setara sebagai tema utama yang relevan, tidak hanya dalam konteks sejarah, tetapi juga dalam masyarakat modern Korea saat ini.


Meskipun beberapa bagian dari film ini mungkin terasa berlebihan, terutama dalam hal kekerasan yang ditampilkan, Uprising tetap menyampaikan pesan penting tentang kekuatan, keadilan, dan moralitas. 

Film ini mengingatkan kita bahwa di balik perjuangan melawan kekuasaan yang korup, selalu ada harapan untuk masyarakat yang lebih adil dan setara. Walaupun film ini ditutup dengan kesimpulan yang sedikit kurang memuaskan, pesan yang disampaikan tetap kuat dan relevan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun