Sebagai contoh, dalam kampanye pemilu, narasi korban dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa politisi "berjuang melawan sistem" demi kepentingan rakyat. Hal ini sering kali berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang berempati dan peduli.
2. Mengalihkan Perhatian dari Isu Utama
Ketika politisi menghadapi skandal atau kritik tajam, playing victim sering kali digunakan sebagai alat distraksi. Dengan menciptakan narasi bahwa mereka sedang diserang secara tidak adil, perhatian publik dapat dialihkan dari isu utama yang sedang mereka hadapi.
Contoh nyata dari fenomena ini adalah ketika seorang pemimpin yang sedang terlibat dalam skandal korupsi memosisikan dirinya sebagai korban konspirasi politik. Narasi ini sering digunakan untuk mengurangi tekanan publik dan memperlemah pengaruh kritik.
3. Memperkuat Basis Pendukung
Menurut Norris (2002), salah satu elemen penting dalam strategi politik adalah menjaga loyalitas basis pendukung. Dengan memainkan peran korban, politisi dapat memperkuat rasa solidaritas di antara pendukung mereka. Pendukung sering kali merasa bahwa serangan terhadap politisi favorit mereka adalah serangan terhadap identitas atau kelompok mereka.
4. Menyerang Lawan Politik Secara Tidak Langsung
Playing victim juga dapat digunakan sebagai cara untuk menyerang lawan politik secara halus. Ketika politisi memosisikan diri sebagai korban, mereka secara implisit menggambarkan lawan mereka sebagai pihak yang kejam, tidak adil, atau manipulatif. Strategi ini memungkinkan politisi untuk menyerang tanpa terlihat agresif.
5. Memanfaatkan Media Sosial
Di era digital, media sosial menjadi alat yang sangat efektif untuk menyebarkan narasi playing victim. Unggahan yang emosional, seperti video atau pernyataan yang menunjukkan bahwa politisi sedang "ditindas," dapat dengan cepat menjadi viral. Hal ini mempercepat penyebaran pesan mereka kepada khalayak luas dan meningkatkan dampak emosional narasi tersebut.
Dampak Strategi Playing Victim terhadap Politik dan Masyarakat
1. Polarisasi Sosial