Masyarakat elit penikmat harta warisan, penikmat gaji orang tua, atau menjadi pegawai negeri karena bantuan kolega, tidak akan tahu perihal keseharian kaum buruh yang bekerja bagai kuda. Mereka hanya tahu, layanan harus tepat waktu, kurir harus cepat mengantarkan pesanannya, dan mereka akan marah bahkan memaki jika tidak sesuai.
Bersyukur kaum buruh mendapat penghargaan dari pemerintah sewatu tahun 2013, 1 mei ditetapkan sebagai tanggal merah hari buruh sedunia, oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hari itu bisa dimanfaatkan sebagai hari libur, merenggangkan otot-otot yang kaku akibat bekerja selama 8 jam sehari.
1 mei sebagai May Day internasional juga bisa dimanfaatkan oleh kaum buruh sebagai momen untuk menyuarakan aspirasinya. Menuntut kelayakan upah, pemenuhan hak-hak oleh pihak perusahaan dan pemerintah.
Namun, bagi si kurir, apalah artinya hari buruh ketimbang hari raya lebaran sebagai momen berkumpul bersama keluarga setahun sekali? Apalagi jika mesti mudik ke kampung halaman, tentu si kurir lebih membutuhkan cuti bersama yang ditetapkan pemerintah itu.
Namun sayang, si kurir tidak dapat meminta cuti bersama itu (meski konsekuensinya termasuk dalam potongan cuti tahunan), sebab perusahaan dapat mempekerjakan buruh di hari libur, melalui celah surat edaran mentri tenaga kerja, serta undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang sudah disebutkan.
Maka dengan adanya hari May Day, atau hari buruh internasional 1 mei ini, mestinya menjadi pengingat bagi kita agar lebih memperhatikan nasib buruh. Mereka juga manusia merdeka dengan hak-haknya, bukan budak yang seenaknya diperlakukan oleh mereka yang tak punya pengetahuan dan perasaan.