Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Refleksi May Day 2023: Ramai-Ramai Menindas Kaum Buruh

1 Mei 2023   07:40 Diperbarui: 1 Mei 2023   11:02 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: news.detik.com

Padahal mereka adalah buruh yang terikat oleh peraturan perusahaan. Mereka bisa saja dikenakan SP atau bahkan diPHK jika tidak melaksanakan aturan yang sudah ditetapkan.

Jadi, dari satu kasus kurir yang mengeluh ini saja, tampak bahwa penindasan terhadap kaum buruh itu datang dari mana saja:

Pertama, dari pihak perusahaan. Penindasan itu dimulai dari penyusunan kontrak kerja yang intisarinya diambil dari celah-celah regulasi pemerintah, yang longgar terhadap perilaku nakal perusahaan.

Celah-celah itu baik dalam surat edaran mentri maupun undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan, dibaca sedemikian rupa sehingga perusahaan dapat leluasa mengejar produktivitas dengan cara memeras tenaga buruh.

Kedua, dari pihak pemerintah, yang kurang berkomitmen untuk memperbaiki nasib buruh. Parahnya, jika pemerintah memandang buruh sebagai penjual jasa yang semata memerlukan upah, lalu perasaan dan hak-haknya diabaikan begitu saja.

Misalnya sikap pemerintah yang ingin memberikan kenyamanan dan keleluasaan bagi investor, perusahaan, atau pemberi kerja, agar mereka semakin betah berinvestasi, pada gilirannya diharapkan memberi banyak pemasukan terhadap kas negara melalui pajak, maupun daya beli masyarakat yang meningkat berkat kehadiran perusahaan yang membawa iklim transaksi.

Namun sikap itu sendiri disertai dengan lupa, bahwa perusahaan harus diikat betul dengan regulasi yang tepat, agar tidak semena-mena memeras tenaga buruh. Jika memang perusahaan menuntut karyawan bekerja walaupun di hari libur, pemerintah mesti membuat regulasi ketat mengenai sistem shift.

Misalnya, karyawan muslim wajib diliburkan mengikuti hari-hari cuti bersama lebaran, dan perusahaan bisa mencari karyawan pengganti sementara dengan sistem shift dari karyawan yang beragama lain. Pun demikian karyawan Nasrani wajib diliburkan di hari Natal, dan dicarikan penggantinya sementara dari karyawan beragama lain dengan sistem shift; dan lain sebagainya.

Ketiga, penindasan datangnya dari masyarakat sendiri. Masyarakat yang tidak pernah menjadi buruh tidak akan tahu bagaimana perasaan kaum buruh. Apalagi bagi masyarakat elit, yang hidupnya serba berkecukupan, dan tidak perlu bekerja memeras tubuh seperti kaum buruh.

Berkaca kepada kasus kurir tadi, masyarakat model begini hanya tahu bahwa mereka harus diberi kenyamanan. Mereka adalah customer, yang mesti dilayani sebaik-baiknya oleh perusahaan. Tanpa tahu jika perusahaan memanjakan konsumen itu berarti lebih memacu dan memeras tenaga dan waktu kaum buruh dalam memenuhi target.

Di balik pelayanan 24 jam dan cepat dan tepat waktu, yang diapresiasi sebagai layanan ekspres itu, tersimpan buruh-buruh yang bekerja di bawah tekanan. Bekerja berdasarkan target yang makin hari makin meningkat, sedang upah tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun