Masa kecil adalah masa yang penuh imajinasi, penuh petualangan, coba-coba, dan penuh kegembiraan. Layaknya anak-anak kampung pada umunya, masa kecilku tidak hanya habis di sekolah, di luar sekolah bahkan merupakan pengalaman yang lebih panjang.
Dulu jam sekolah tidak seharian seperti sekarang. Apalagi semenjak SD, bangun pagi-pagi dan harus sudah berada di sekolah sebelum jam 07:00. Sebab di hari senin upacara bendera mulai di jam itu, dan di hari lain apel pagi mulai jam 07:15.
Sejak pagi-pagi sekali kepala sekolah akan menunggu di depan pagar dengan mistar kayunya yang panjang. Jika terlambat maka merahlah betisku, dan setelah itu kadang aku disuruh mencabut rumput.
Begitu sekolah bubar pukul 12:00, di situlah petualangan sesungguhnya dimulai. Mulai bersepeda lintas desa bersama kawan-kawan, berburu durian, mandi di sungai, bermain bola, atau bermain kelereng, lalu sore harinya mengaji ke rumah Encik Hadirah. Mengaji pun kebanyakan bermainnya hingga tak jarang kena gesper. Semua itu merupakan masa indah yang tak tergantikan.
Demikianlah serunya hidupku di masa kecil, terlebih jika datang bulan ramadan. Bagiku, bulan itu bukan hanya bulan latihan, tetapi juga bulan keseruan, bulan pengalaman, dan bulan prestasi.
Setelah kuingat-ingat, ada 5 keseruan ramadan yang kurasa di masa kecilku:
1. Belajar Berpuasa Setengah Hari
Di dalam Islam, tidak ada ketentuan puasa boleh setengah hari, untuk anak-anak sekalipun. Puasa setengah hari diserukan orang tua ke anaknya semata dengan maksud melatihnya berpuasa sejak dini, sebelum kewajiban puasa benar-benar dibebankan kepadanya.
Bisa puasa setengah hari saja sudah senang. Mulai dibangunkan untuk bersahur, dalam perasaan kantuk yang cukup hebat, hingga menunggu waktu berbuka jam 12:00, lapar dan haus sudah amat terasa. Rasa senang tiba, yaitu ketika puasa sudah sampai setengah hari.
Waktu itu aku belum tahu semua aturan-aturan puasa, yang kutahu puasa harus bisa menahan lapar dan haus. Pada orang dewasa seharian penuh dan pada anak-anak cukup setengah hari.