Kuingat-ingat, bulan ramadan di kampungku selalu bertepatan dengan musim durian. Tidak jauh dari kompleks masjid, masuk ke lorong pasar tua yang sudah agak berhutan, di situlah pohon-pohon durian itu mengeluarkan buah yang aromanya menghipnotis.
Ayahku patungan dengan Kepala KUA membeli satu kebun di antaranya, dan kami anak-anaknya ditugasi menunggui pohon-pohon durian itu jika lagi musim nya berbuah. Bukan untuk dijual, hanya untuk dinikmati dan dibagikan ke tetangga.
Tetapi mereka berdua--ayahku dan pak KUA--tidak memasang pagar di lokasi durian itu. Tidak seperti orang lain yang memagari kebunnya. Siapa saja yang lewat, selama tidak ditunggui, bebas mengambil buahnya yang jatuh.
Maka di malam-malam tarawih, usai 8 rakaat, aku segera bergabung dengan teman-teman berburu durian. Sambil dengar-dengar suara imam di masjid melalui pengeras suara. Jika sudah berdoa, berarti 20 rakaat plus witir pun selesai. Waktunya berlari masuk masjid menyerbu pak imam dan pak ustaz untuk mengisi buku catatan ramadan dengan parafnya.
Serunya berburu durian di malam hari ditambah kejahilan khas anak-anak. Terkadang melempari rumah penjaga kebun, atau mencuri durian milik tetangga kebun, pas kepergok langsung lari.
Siang harinya, sambil ngabuburit, menuggui durian tak lengkap tanpa mandi-mandi di sungai dekat kebun durian itu. Aku beserta teman-temanku melampiaskan rasa gerah dengan menceburkan diri ke sungai hingga berjam-jam. Sampai mata merah dan jari tangan kaki sudah pucat.
Sesekali menelan air sungai tak dapat terhindarkan, tapi itu kan tidak sengaja, hihihi. Namanya juga anak-anak, puasa tetap lanjut.
5. Bermain Petasan dan Meriam Bambu
Dulu, sepertinya tak ada anak-anak yang tak hapal jenis-jenis petasan. Karena petasan memang adalah jenis mainan utama anak-anak di bulan ramadan. Mulai petasan rica-rica (istilah di kampungku untuk menyebut petasan kecil seukuran cabe rawit), petasan gasing, petasan roket, petasan busi, petasan banting ... hingga petasan segitiga.
Yang terakhir disebutkan, petasan segitiga, bunyi letupannya minta ampun kerasnya. Pekak telinga rasanya. Bayangkan saja di siang bolong, lagi sepi-sepinya suasana kampung, lalu petasan segitiga meletup membangunkan orang-orang yang lagi tidur siang. Kebayang bagaimana murkanya orang-orang itu. Pengalaman diteriaki, dimarahi, dimaki akibat main petasan, bagiku merupakan kesenangan tersendiri jika dikenangkan bersama kawan-kawan.
Lebih seru lagi bermain meriam bambu. Bambu besar dipotong seukuran satu hingga satu setengah meter. Dilubangi ruas-ruasnya, lalu dibuat pula lubang tempat mengisi minyak tanah sekaligus lubang tempat membakar meriam itu.