Gara-gara buku catatan ramadan itu, aku jadi rajin salat berjamaah lima waktu di masjid. Sebab jika tidak, buku catatan ramadhan tidak terisi, lalu hukuman dari guru agama menanti.
Apalah arti motivasi beramal bagi anak-anak, demi keikhlasan kah, atau karena takut dihukum guru kah? Semuanya sah-sah saja, yang terpenting adalah aspek latihannya.
Juga persepsi tentang hukuman guru, tidak seperti sekarang yang apa-apa hukuman guru harus berhadapan dengan HAM. Dulu, guru adalah sumber ilmu dan karenanya guru adalah sumber kebenaran. Tak ada yang berani memprotes guru. Bahkan hukuman guru bisa berlanjut menjadi hukuman orang tua.
3. Ikut Lomba Kegiatan Ramadan
Sewaktu kecil, aku rajin mengikuti lomba kegiatan ramadan untuk anak-anak. Cabang lomba yang ku ikuti dan selalu mendapat juara 1 adalah lomba peragaan busana muslim.
Aku tak begitu beruntung di lomba azan, karena cengkok yang buruk dan pengaturan napas yang payah. Walhasil selain fals, napas terputus, dan salah sambung lafal azan.
Hal yang membuat heran orang-orang, dan juga orang tuaku sendiri, aku tak pernah mau ikut lomba kultum (kuliah tujuh menit), padahal ayahku seorang da'i kondang di kampung. Aku mulai belajar memberi tausiyah nanti umur sudah remaja.
Aku menjadi langganan pemenang lomba peragaan busana muslim di setiap even ramadhan di kampungku, kuingat, sebab bajuku unik. Baju itu namanya "baju Selangor". Modelnya seperti baju yang dikenakan Upin & Ipin di momen lebaran. Pamanku yang menjahitkan baju itu, ia pernah tinggal lama di Malaysia.
Berulangkali dewan juri bertanya, baju itu dibeli di mana? Kujawab saja bahwa pamanku yang buatkan. Baju Selangorku ada beberapa pasang, ada yang dipakai khusus lomba dan ada yang khusus lebaran.
Hadiah lomba pun cukup memuaskan, buku beberapa eksemplar dan balpoin dan sejumlah uang di amplop. Jenis hadiahnya sesungguhnya tidak begitu penting, yang terpenting dapat hadiahnya, itu sudah mendatangkan kesenangan tersendiri bagiku.
4. Berburu Durian dan Mandi di Sungai